"Hh... "Lily menghembuskan napas panjang.
Sudah jalan dua jam lamanya dia duduk diam di tempat itu. Lapangan basket. Bosan. Selepas pulang tadi, Lily mengikuti Kris. Sebenarnya menepati ajakan laki-laki itu. Rayuan Kris berhasil menarik rasa penasaran Lily hingga membuat dia harus absen dari rencana jalan-jalan dengan kawan-kawannya. Kini, dia menyesali keputusan itu.Lily tak bisa menyangkal kalau dia memang senang melihat Kris dan juga teman-temannya yang tidak kalah tampan darinya---dalam keadaan bekeringat begitu. Belum lagi dengan pakaian olahraga yang membuat mereka semakin terlihat keren saja. Yeah.. sisi baiknya di sini adalah.. dia bisa cuci mata.
Pemandangan yang sedang tersuguh di depannya merupakan suatu kesegaran yang ampuh membuat dia lupa sejenak akan tumpukan tugas kuliah yang diberikan dengan tidak manusiawinya dari para dosen yang dia cap menyebalkan.
Tapi tetap saja, kalau soal bersenang-senang dan mencari pelarian untuk suatu masalah---Lily punya segudang pilihan dan ide yang lebih baik dan pastinya tidak membosankan dari pada ini.
Menghabiskan waktu hingga berjam-jam lamanya dengan hanya menonton sekelompok laki-laki yang sedang bermain basket. Lily tak habis pikir dimana letak keseruan yang Kris janjikan padanya.
Kalau menurut lelaki itu ini adalah hal yang manis dan romantis, beda halnya dengan Lily. Di matanya ini hanya membuang-buang waktu. Tidak ada yang spesial. Sungguh. Mereka bukan sepasang kekasih. Dekat pun, baru beberapa bulan saja. Itu juga tidak dekat-dekat sekali. Jadi sudah tentu kegiatan ini sama sekali tak berarti besar baginya.
Untuk menghilangkan keram di pantatnya karena duduk terlalu lama, Lily memutuskan untuk jalan-jalan sebentar atau pergi mencari minuman dan juga setidaknya beberapa camilan. Salahkan Kris yang tidak peka karena tidak menyediakan perempuan itu makanan-makanan kecil untuk menemaninya menonton.
Setelah menempu perjalanan yang memakan waktu kurang lebih dua puluh menit, Lily akhirnya bisa menemukan sebuah kafe. Padahal kompleks perumahan di sini cukup elit tapi ternyata sangat sulit menemukan toko atau kedai. Pada akhirnya dia malah mampir ke kafe dengan nama 'Sunny Bunny' ini.
"So cute," gumam Lily sebelum masuk dan memesan sesuatu.
Perempuan itu memilih untuk duduk di bagian dalam, tepatnya di baris ke tiga di pinggir jendela kaca. Selain karena di sekitar tempat duduk itu tidak terlalu ramai, Lily ingin menikmati Dalgona coffe, minuman pesanannya---sambil memandangi kendaraan atau orang-orang yang berlalu lintas di luar sana.
Sembari menunggu minumannya datang, Lily mengedarkan pandangannya, mengamati interior kafe yang tak terlalu besar ini. Orang-orang yang datang---kebanyakan dari mereka adalah yang sudah berumur empat puluh tahun ke atas. Sedangkan yang seusianya hanya satu-dua saja sudah termasuk dirinya sendiri.
Siapa sangka di balik nama tempatnya yang identik dengan anak-anak atau hal-hal yang berbau manis---suasana di dalamnya malah jauh dari kesan tersebut. Lily merasa hangat dan nyaman di sini, mungkin pengaruh dari warna cokelat yang mendominasi kafe dan juga pengunjungnya yang kebanyakan orang tua. Meskipun dia adalah tipe yang suka hura-hura, Lily sama sekali tak merasa jenuh. Dia malah merasa senang mengamati senyum dari beberapa pria paruh baya yang sedang bercengkerama di meja yang ada di tengah itu.
Ting!
Bunyi lonceng dari pintu tersebut langsung saja menarik perhatian Lily, dan coba tebak siapa yang dia lihat?
"Menunya seperti biasa," kata laki-laki yang baru saja masuk tersebut pada salah seorang pelayan wanita. Dari caranya tersenyum dan berbicara, mereka kelihatannya sudah akrab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yummy!
FanfictionKarena alasan tidak setuju Papanya menikah lagi, Lily seakan cuek dan masa bodoh dengan kejadian apapun yang menimpa mereka bahkan jika itu disebabkan oleh dirinya sendiri. Dia dan dua saudara barunya. "Kalau di antara mereka ada yang jatuh, itu sa...