10

379 53 2
                                    

“Jen! Bola Jen!” teriak Renjun.

Jeno segera mengoper bola kepada Renjun. Setelah itu, langsung Renjun oper lagi kepada Haechan.

Buk!

Renjun menepuk jidatnya, “Si tolol bukannya ditangkep malah dicium.”

Haechan meringis saat bola basketnya menghantam hidungnya.

Jaemin menghela nafasnya dan merangkul Haechan, “Ara masih punya waktu dua hari lagi kan? Nanti pulang sekolah masih bisa ketemu.”

Haechan menunduk. Ia merasa dirinya sudah siap untuk menghadapi hari itu. Tapi, ia juga ragu. Sepertinya hanya pikirannya saja yang merasa siap. Hatinya tidak.

“Haechan yang dulu bacot banget kayak tokek hilang nih.” ledek Jeno.

Mereka semua tentu mengerti perasaan Haechan. Mereka memang belum merasakan. Tapi, melihat betapa terpuruknya Haechan saat ini, tentu mereka bisa menebak seberapa dalam luka yang menggores hati Haechan.

“Lo harus kuat, chan. Demi Ara. Ara juga gak senang, gak suka liat lo begini.” ucap Renjun.

Haechan kembali menahan isakannya. Belakangan ini air mata Haechan mudah sekali mengalir. Dan juga, hari berganti menjadi mimpi buruk tersendiri untuk Haechan.

Kringg kringg..

Haechan segera menjawab panggilan dari Doyoung.

“Kenapa kak?”

“...”

Firasat Haechan buruk.

“Kak Doyoung?”

“Chan.. Ara gak sadarin diri..”

Bip.

Haechan melempar bola ke sembarang arah. Meninggalkan teman-temannya yang menatapnya bingung. Haechan berlari secepat mungkin ke parkiran.

Ia hanya berharap, ia keburu melihat Ara untuk terakhir kalinya.

Ia hanya berharap, ia keburu melihat Ara untuk terakhir kalinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Haechan berlari sekencang mungkin ke kamar Ara. Bahkan ia tidak menggunakan lift. Ia menggunakan tangga darurat.

“Ara.. tolong.. tunggu aku.” gumamnya sambil berlari.

Haechan akhirnya sampai di depan kamar Ara. Tepat saat Haechan menginjakkan kakinya ke dalam kamar—

“Pada pukul 14.00, Kim Ara dinyatakan meninggal.” ya, Dokter Lee baru saja menyatakan kematian Ara yang berhasil membuat Haechan mematung di tempatnya.

Tangisan Mama Ara pecah. Mama Ara berusaha membangunkan Ara. Mengguncang tubuh Ara. Berharap anak perempuannya tidak benar-benar tidur untuk selamanya.

Sedangkan Doyoung, ia menangis dalam diam. Tak sanggup lagi mengekspresikan kesedihannya. Gagal. Kedua kalinya Doyoung gagal melindungi orang yang ia cinta. Papanya dan adiknya.

Haechan menghampiri Ara yang telah memasuki tidur panjangnya.

Dengan air mata yang tanpa disadari terus mengalir, Haechan mencium kening Ara dan juga mengusap cincin pemberiannya. Bibirnya menempel dengan permukaan kulit Ara yang sudah tak lagi sehangat dulu.

“Terima kasih sudah datang ke hidupku dan membuatku bahagia, terima kasih sudah mencintaiku dan menerima cintaku. Sekarang tiba saatnya, aku harus merelakanmu pergi.”

Fidèle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang