Untitled Part 13

21 0 0
                                    

Ibu Pertiwi Sedang Nestapa

Duka lara menghampiri dunia ini

Salah satunya Ibu Pertiwi

Kekuatan batin sedang diuji

Sungguh miris untuk diamati

Pandemik ini sungguh pelik

Menyiksa hingga mencekik

Semua merana terbuai karenanya

Dia tamak, serta tak jinak

Ganas hingga tak bisa diterima dibenak

Apa ini teguran ?

Sebagai lantaran, sebuah peringatan ?

Sudahlah nak, pulang.

(Kata halus penuh tenang)

Jangan terus-terusan menggarang

Ampun.

Lambaian kain putih yang mengepung

Terima permintaan tali sambung

Sudah waktunya kau berujung

Agar kami tak bingung

Serta bebas dari pasung

Lentera hidup,

Harapan kami yang terselubuk

Semoga lekas terbujuk

Hingga kembali rujuk.

Sambutan hangat dari salah satu rakyatmu, secuil puisi sebagai pembuka untuk penguat raga.

Berawal tenang, damai tanpa usingan. Semua orang beraktifitas layaknya orang sibuk, guna untuk menyambung hidup. Semua kalangan berlalu lalang memutari jalan, hingga diulang-ulang, untuk mengais rupiah yang selalu singgah. Orang tua, dewasa bekerja, anak-anak sekolah dan remaja kuliah. Mereka melakukan rutinitasnya seperti itu. Berangkat pagi, pulang pagi sudah seperti makanan sehari-hari untuk para pengais rezeki.

Anak-anak pun juga ramai mendatangi berbagai lembaga pendidikan baik formal ataupun informal. Semua terkendali dengan sempurna. Ekonomi juga stabil dan sehat. Aktifitas pedagang kecil pasar pun sudah tak sukar, jual beli lancar. Disisi lain pedagang besarpun juga pintar mengatur stategi supaya tak rugi. Hal semacam ini tidak terjadi hanya di Ibu Pertiwi (Indonesia), melainkan diseluruh penjuru dunia.

Aktifitas ekspor-impor semakin menjadi pelopor, dalam hubungan bisnis, pekerjaan ataupun silaturrahmi antar negara. Bukan ketergantungan, tapi ini sebuah kewajiban yang dilakukan pemerintahan. Presiden memantau dengan senyuman, sebab rakyatnya dalam keadaan aman. Beban pikiran sedikit longgar, jika semua berjalan sesuai angan.

Seperti lilin yang tertiup angin, Terhempas dan lepas. Yang semula terang menjadi padam. Mawar pun ikut terseret, yang semula mekar menjadi layu. Dunia redup seketika, lenteranya mengilang ditelan alang-alang.

Prahara tiba-tiba datang dan menghampiri. Dunia seakan tergunjang, tapi bukan perihal bencana alam, melainkan datangnya seekor siluman bisa dikatakan seperti itu. Dia tak terlihat, namun sangat menjerat dan mematikan. Tak pandang siapa yang diserang, Gubernur, Bupati, tokoh Menteri, semua ia habisi. Ibu pertiwi pun ikut merintih karena ulahnya. Pandemik itu lah yang disebut wabah penyakit dengan nama Virus Covid-19 (Corona).

Pemerintah pun pontang-panting mencari solusi yang terbaik, sebab setiap harinya penyakit itu terus menyerang, menular dan memakan korban. Kebijkan pun turun, akhirnya pemerintah memberi keputusan untuk meliburkan semua pekerja, anak sekolah dan menyuruh untuk aktifitas di rumah. Bekerja, Belajar, dan Beribadah di rumah. Hingga muncul sebutan Di Rumah Saja. Semua itu dilakukan untuk memutus tali rantai penyebaran virus. Namun kenyataannya tidak membuahkan hasil, malah setiap hari korban terus berjatuhan, kasus yang positif tambah intensif.

Keping CeritaWhere stories live. Discover now