Untitled Part 35

13 0 0
                                    

Ada apa di Pesantren

Aku Khaula Az-Zahra gadis yang kini mulai beranjak dewasa dengan perawakan yang tidak terlalu tinggi namun juga tidak terlalu pendek. Gadis yang lebih suka mengenakan rok maupun gamis dibandingkan dengan memakai celana jeans. Gadis yang orang-orang bilang berkulit eksotis, kulit sawo matang. Matanya yang lebar dan alis yang tebal tanpa polesan pensil alis.

Kata mereka Khaula adalah gadis yang begitu ceria, ramah, dan tak ada sedetikpun garis senyum itu hilang dari bibirnya. Namun mereka tak tau bagaimana diriku saat sendirian dalam gelap, mereka tak mengerti betapa berat aku melalui tahun-tahunku setelah kedua orang tuaku berpisah. Aku yang sampai sekarang belum bisa menerima kenyataan bahwa aku memang tidak ditakdirkan merasakan harmonisnya keluarga, berlibur dengan kedua orangtua ataupun hanya sekedar makan bersama di rumah.

Malam ini aku tidur lebih awal, baru saja aku hendak memejamkan mata ibu mengetuk pintu kamarku, aku langsung menutup wajahku dengann selimut berpura-pura tidur. Ibu duduk disampingku, nak sebentar lagi travel yang menjemput ibu datang, ibu harus berangkat ke Jogja, kamu hati-hati dirumah ucap ibu dan ia beranjak meninggalkanku. Aku terisak dibalik selimutku, menurutku Tuhan tak adil padaku, Tuhan tak membiarkanku merasakan harmonisnya keluarga. Dan aku benci pada ibuku yang tak pernah mau mengerti perasaanku, menurutnya aku bahagia karena semua uang yang ia berikan padaku padahal aku juga membutuhkan perhatian.

Aku yang tinggal menghitung hari akan lulus dari SDN 2 Panarukan berencana untuk masuk ke pondok pesantren. Karena menurutku lebih baik jika aku tidak berada di rumah yang bagiku hanya akan terus menorehkan luka. Oleh mereka yang tak mau sedikitpun mendengarkan perkataanku, tak sedikitpun dari mereka yang mau sedikit saja untuk mengerti perasaanku.

Minggu pagi yang cerah, matahari yang tak malu-malu menampakkan diri di ufuk timur menjadi waktu yang tepat untuk merayu oma lagi tentang keinginanku untuk pergi ke Pesantren. Aku yang sudah bertekad untuk pergi menimba ilmu di sana.

Oma, bagaimana jika aku mendaftarkan diri untuk masuk ke Pesantren At-Taqwa? Khaula sangat ingin belajar di sana.

Apakah kamu yakin Khaula? Mondok tidak semudah yang kamu pikirkan. Disana kamu harus banyak sabar dan ikhlas nak!  

Iya oma, Khaula yakin seribu persen. Khaula butuh restu oma.

Baiklah kalau itu mau kamu, tapi ingat sekali kamu masuk ke Pesantren jangan kamu keluar karena masalah yang akan kamu hadapi di sana melainkan kamu sudah lulus.

Hari yang selama ini kutunggu akhirnya datang, hari dimana aku berangkat ke tempat yang ingin kudatangi selama ini. Oma dan kakakku mengantarkan aku ke Pondok Pesantren At-Taqwa, tempatku menimba ilmu selama 3 tahun kedepan. Sepanjang perjalanan senyumku terus menghiasi wajahku. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 5 jam sampailah aku disini, berdiri di depan gerbang pondok pesantren yang megah dengan bangunan yang lebih dominan berwarna hijau. Aku melihat banyak santri baru bersama orang tua mereka berlalu-lalang. Aku melangkahkan kakiku memasuki gerbang dengan mataku yang tak henti-hentinya menatap sekitarku dengan kagum, aku tak menyangka aku bisa menjadi salah satu dari ribuan santri yang ada disini. Setelah mengucapkan perpisahan kepada kakak dan omaku aku segera menuju ke papan pengumuman untuk melihat aku akan ditempatkan di bilik yang mana.

ooohh aku mendapat bagian di bilik firdaus 1 gumamku

wah sama dong aku juga mendapat bagia di bilik firdaus 1, bagaimana kalau kita kesana bersama sahut seorang perempuan bertubuh gempal Nampak cantik dengan balutan gamis merah muda dan warna jilbab senada.

Belum sempat aku menjawab wanita ini langsung menarik lenganku dan akupun menurut saja karena ya memang tujuan kami sama. Di sepanjang jalan menuju bilik kami dia tak berhenti mengoceh, dari memperkenalkan diri sampai menceritakan apa hobinya. Dia Bulan, Rembulan Fuji Lestari putri dari keluarga sederhana wanita yang cerewet, ceria dan ramah yang menemaniku selama 3 tahun kedepan.

Keping CeritaWhere stories live. Discover now