Bab 1

10.9K 624 230
                                    

All Night, is You By Shinkinas














Namjoon merutuki kebodohannya karena menumpahkan secup kopi panasnya ke atas sepatu hitamnya yang berkilau. Sial. Ia bahkan tak membawa apapun untuk membersihkan sepatunya. Namjoon menghela nafas kasar lalu meleteakkan kopi di samping dirinya sembari memejamkan mata, kembali menghela nafas. Sepertinya dunia memang terasa selalu buruk. Ia ingin kabur dari dunia, namun kaburpun ia tak tahu harus melangkah kemana, neraka? Damn it, ia tak mau terbakar api panas, meski sejatinya ia yakin itu tempat untuk dirinya. Walau sesungguhnya ia bahkan tak yakin ada dunia sesudah ia mati, Namjoon tak begitu yakin.

Bagaimana tidak ingin pergi dari dunia jika dunia saja berusaha menekanmu, membuat jantungmu berdenyut nyeri setiap saat. Pekerjaan, lingkuannya, orang tuanya, kisah hidupnya, kisah asmaranya, dan kopi panasnya, semua membenci Kim Namjoon, ia yakin itu.

"Ternyata disini sialan." Namjoon terlonjak kaget lalu membuka matanya, mendengus melihat Jung Hoseok berdiri di dekatnya. "Aku mencarimu bodoh."

"Untuk apa?"

"Sialan untuk apa kau bilang?!" Hoseok menggeser posisi duduknya matanya melotot sebal. "Yak Kim Namjoon, kau sudah pergi selama dua jam masa istirahat, kau bahkan belum membaca pidatomu kan? Dan juga.." Hoseok menelan ludah menatap sekitar "Kalau ada yang lihat kau bagaimana ha? Yak jawab aku Kim Namjoon!"

"Astaga memang kenapa kalau lihat aku disini?"

"Aku ingin menoyor kepalamu tapi aku mendadak ingat siapa diriku saat ini." Hoseok memejamkan mata mencari ketenangan batin, karena sungguh ia sudah sangat geram dengan sahabatnya ini. "Tuan Kim Namjoon yang terhormat, lima belas menit lagi kita akan membuka acara kampanye terbukamu Tuan Kim Namjoon, aku membawakan pidatomu, sebaiknya kau baca dengan cepat saja dulu, lihat mungkin ada yang kurang, ah tapi sudah tidak ada waktu. Ayo kita pergi sekarang. Orang-orang sudah menunggumu."

Orang-orang sudah menunggunya.

Namjoon terkekeh diam namun menerima kertas berisi pidatonya dan berjalan di belakang Hoseok. Ia benci ketika dirinya seolah diatur seperti boneka. Pemilihan Gubernur. Itulah kegiatan yang Namjoon benci setengah mati namun tengah ia jalani.

Sama sekali bukan kemauannya. Ayahnya adalah staff kepresidenan, Ibunya adalah sektretaris kepresidenan. Sialan. Yeah, benar-benar sialan hidupnya. Namjoon benci berpolitik, Namjoon benci jalan hidupnya.

Sejak kecil ia dididik mati-matian oleh kedua orang tuanya agar bisa duduk di kursi kerpresidenan, itu yang Ayah Namjoon selalu katakan. Ia ingin anaknya menjadi

orang nomor satu di Korea Selatan. Dirinya sudah tak memiliki peluang, namun ia pikir Namjoon bisa melanjutkan hasratnya untuk tinggal di Gedung Biru.

Namjoon tersenyum begitu lebar lalu membungkuk, mendengar sorakan semangat dari pendukungnya. Ia berbalik dan turun dari panggung melepas kasar dasi hitamnya. Ia muak, sangat muak. Terlebih kedua orang tuanya sudah merencanakan pernikahan dirinya dengan anak pejabat Lee. Tentu untuk urusan politik. Jika ia terhubung dengan pejabat Lee nanti, maka suara untuk dirinya di pemilihan presiden tak dapat di ragukan lagi.

"Kau sudah berusaha dengan apik Namjoon." Hoseok datang mengulurkan tangan dan menerima jas hitam Namjoon. "Mau pulang sekarang?"

"Tentu. Yoongi juga sudah menunggumu kan?"

Namjoon dapat melihat pipi Hoseok yang memerah dan cengiran lebarnya. "Ah tidak juga. Apaan si." Ia mengibaskan tangan berbalik lalu menepuk pipinya berjalan menjauh dari Namjoon. Sialan, tentu saja Yoongi menunggunya di rumah, ia baru menikah dua bulan, setiap kali mendengar dan mengingat bahwa Yoongi menunggunya di rumah seolah menjadi kalimat asing yang dapat membuat jantungnya berdegup kencang.

All Night, is YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang