Bab 2

4.3K 612 144
                                    

"Kim Namjoon."

"Kim Namjoon."

"Y-ya?"

Namjoon mengerjap beberapa kali lalu menatap seluruh pasang mata yang tengah menatapnya. Dirinya melamun sedari tadi. Entah kenapa wajah Jungkook terus terngiang diotaknya beberapa hari ini. Jungkook yang begitu dingin padanya.

"Kau baik-baik saja?"

Namjoon mencoba tersenyum pada Ibu mertuanya lalu mengangguk. "Aku hanya memikirkan tentang beberapa hal pekerjaan." Dustanya melirik pada Ayahnya yang tengah mengangguk.

"Benar juga. Semenjak menikah kalian belum berbulan madu bukan?" Ayah mertua Namjoon—Tuan Lee menimpali. "Tidak ingin berbulan madu biar pulang-pulang bawa cucu?" Semua orang yang duduk melingkar di meja tertawa, Namjoon melirik pada Lee Serin—isterinya yang tengah menunduk malu.

"K-kami belum memikirkannya, lagipula aku masih sangat sibuk. Besok aku dan Serin harus mendatangi tiga kabupaten di Seoul untuk acara Adiwiyata Sekolah." – ia kembali teringat Jungkook.

Semuanya terdiam namun mengangguk menyetujui. Wajah Serin yang semula tersipu pun kini kembali normal dan kembali mengiris daging steaknya. "Tapi Namjoon, kami tunggu cucu kami." Untuk sesaat Namjoon terdiam, menatap pada Ibu Serin yang tersenyum ramah padanya.

Namjoon memilih tersenyum lalu melanjutkan makan.

.

.

"Ini rancangan pengembangan jalan di Gangbuk-gu, Pak Seo menyarankan kita untuk kembali menggunakan jasa PT. Geum dengan melihat proyek di Yongsan-gu yang terbilang bagus, dengan hasil yang rapi juga kuat tapi dengan biaya tidak terlalu tinggi. Karena di Gangbuk-gu ditambah dengan pemasangan lampu baru jadi untuk anggaran jalanan dibic—Namjoon ?"

Hoseok yang sedari tadi mengoceh menyadari Namjoon sama sekali tak memberikan perhatian pada dirinya. Gubernurnya itu justru tengah melamun dan membiarkan tangannya mengambang memegang bolpoin berukir tulisan KIM NAMJOON dan lambang kota Seoul.

Memang sedikit kelewatan karena saat ini mereka tengah berada di kantor dan Hoseok adalah bawahan Namjoon—memanggil sang Gubernur dengan hanya embel-embel nama sangat disalahkan namun siapa peduli. Hoseok merasa ada yang aneh pada Namjoon beberapa hari ini.

"Namjoon?"

Namjoon mengerjap. "Ya—astaga." Tanpa sadar bolpoinnya mencoret lembar kertas yang berada tepat di bawah tangannya. "Aku mencoretnya, ini apa?"

Hoseok menghela nafas lalu melirik pada dua bawahannya dan dua pengawal di depan pintu Namjoon. "Bisa tinggalkan kami berdua?" Hoseok lalu menatap pada jam tangannya. "Tiga puluh menit lagi aku akan menghubungi kalian. Sepertinya Gubernur tengah dalam kondisi kurang baik. Aku akan memanggilkan Dokter nanti."

Hoseok berbalik kembali memberi perhatian pada Namjoon. "Kim Namjoon kau kenapa?"

Namjoon menatap Hoseok , meletakkan bolpoinnya lalu mendesah frustasi. "Aku baik."

"Mana ada baik tapi dengan gaya seperti itu ! Kalau berbohong hebat sedikit dong."

"Aku... baik Jung Hoseok."

"Satu tahun lebih menjadi Gubernur, kau sepertinya belum pernah mengambil libur selain hari pernikahanmu. Suntuk?"

Namjoon sedikit menahan nafas lalu menghembuskannya sekali. "Tidak."

Hoseok rasanya semakin frustasi. Namjoon terlalu sering memendam keluh kesahnya sendiri. Namjoon terlalu banyak diam. Dan itu membuat Hoseok seolah semakin kehilangan Namjoon—dalam artian yang sebenarnya.

All Night, is YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang