s

337 39 2
                                    

"Apa itu?" Taehyung membungkuk turun untuk mengambil kantong plastik di lantai, meletakkan benda itu di atas telapak tangannya. "Yoongs, ini milikmu?"

Yoongi ber-hum pada pertanyaan, mengerutkan kening ke kantong tersebut. "Ya. Beberapa pria mabuk memberikannya padaku. Tidak tahu apa itu sebenarnya."

Taehyung melirik sebuah sunggingan dan mengangkat satu alis, "Teman baikku, ini adalah obat-obatan yang disebut ekstasi."

Yoongi mengetoknya di kepala, "Aku tahu apa itu, bodoh. Aku hanya tidak mau mengakuinya."

Taehyung tertawa dan itu terdengar keras dalam keheningan rumah. "Tentu, Hyung. Apapun yang kau katakan."

Dia memain-mainkan plastik itu, mencubitnya dan Yoongi menutup matanya ketika asap rokok memakannya. Matanya terbang terbuka ketika mendengar,

"Ingin mencobanya?"

Taehyung terdengar malu, netranya menghindar dari tatapan tak masuk akal milik Yoongi.

"Mencoba apa?" Yoongi menjernihkan tenggorokannya, merasa itu mendadak menjadi kering. Dia membuka sebuah bir dari paketnya dan meminumnya dengan cepat.

Fiturnya mengernyit dalam jijik pada rasa itu, namun itu mampu memancingnya dan membawa dirinya turun dari ketinggian. Mengingatkannya bahwa ini bukanlah salah satu dari mimpinya yang lain. Bahwa Taehyung menginginkannya juga.

"Jangan dipikirkan, itu hanya ide bodoh." Taehyung beranjak bangkit, tapi terdorong turun oleh cengkeraman kuat Yoongi.

Dia menatap Yoongi dengan mata inosen lebar dan Yoongi teringat bahwa mereka belum pernah melakukan ini sebelumnya, mereka masih anak-anak yang tersesat di dalam sebuah badan yang hampir dewasa. Di sisi lain, mulutnya tampak harus memikirkan itu sendiri.

"Tentu."

Udara terasa canggung dan menggelembung dalam kegelisahan, namun Taehyung mengangguk dan bangun. Berjalan menuju kamarnya dan memberi gestur dengan kepalanya agar Yoongi mengikuti dirinya.

Yang lebih pendek tidak ragu, nyaris bersenandung di atas tungkainya sendiri ketika melangkah menuju kamar kecil milik Taehyung.

Ruangan itu belum berubah banyak sejak terakhir kali Yoongi datang, masih sebuah kasur tua tebal dan sebuah tumpukan pakaian rapi di tepian, kali ini ditambah sebuah foto dari dua remaja tergatung tepat diatas tempat tidur.

Yoongi ingat ibunya mengambil itu pada ulang tahunnya yang ke tujuh belas, satu-satunya hari ulang tahun di mana Yoongi mendapat kecupan di samping dari ibunya dan sebuah pelukan dari Taehyung.

Namun sekarang, Taehyung tidak menundukkan kepalanya dalam rasa malu bagaimana ruangannya terlihat, sebagai gantinya dia malu dengan apa yang akan mereka lakukan.

Yoongi menelan dan membawa sebuah tangan untuk menggaruk tengkuk lehernya, "Kita tidak perlu melakukan apa-apa bila kau merasa tidak nyam—"

"Tidak!" Taehyung berseru dan menggerutu di dalam dirinya sendiri saat menyadari bahwa dia telah berseru, "Maksudku, aku ingin melakukan ini. Bersamamu."

Yoongi tersenyum gelisah, "Kita bisa melakukannya tanpa pil—"

"Tidak, aku ingin melakukannya dengan pil-pil ini. Aku pernah dengar," Taehyung berubah menjadi lebih merah dan menelan dengan keras, "Bahwa itu menambah emosi lebih baik."

Yoongi berubah menjadi merah juga, membentrok kasar dengan kulit pucatnya. Dia bernapas dalam gelisah dan melihat antisipasi selagi Taehyung mengeluarkan kantung plastik dan mengeluarkan dua pil pada telapak tangannya.

Taehyung menatap Yoongi, memberinya satu dan menyisakan yang lain untuk dirinya sendiri.

"Dalam hitungan ke-tiga, oke?" Yoongi melihat ke arah Taehyung dengan serius, memberitahunya dengan matanya bahwa mereka bisa berhenti jika dia ingin.

Tapi, Taehyung memilih untuk tersenyum bergetar dan menganggukkan kepalanya dengan percaya diri. Yoongi mengira itu palsu.

"Satu."

Taehyung menelan ludah.

"Dua."

Yoongi gemetar.

"Tiga."

єχρℓσѕισηTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang