Chapter-8

24 9 1
                                    

Sepertinya dia tipe orang yang sulit beradaptasi. Dan sepertinya mulai sekarang aku harus menjalankan perintah Bunda ku tadi pagi.

Bel istirahat berbunyi, teman-teman ku mulai berhamburan keluar kelas untuk menenangkan perut mereka yang berdemo. Aku pun membereskan alat tulis ku terlebih dahulu. Setelahnya, aku melirik ke meja di pinggir ku, tepat nya tempat duduk Rey.

"Ekhem!Rey-- ayo kita ke kantin?" Tawarku. Jika biasanya cowok yang mengajak, kali ini malah cewek yang mengajak cowok. Ya itukan dalam cerita aplikasi oren yang aku baca.

Dia pun melihat ke arah ku, lalau tersenyum dan mengangguk pertanda 'iya'. Kami pun berjalan melewati koridor menuju kantin. Jika kalian menanyakan Rahma, jawabannya dia sudah ngacir paling dulu karena tidak sabar menunggu ku.

"Menurutmu bagaimana sekolah ini, Rey?" Tanya ku memecah keheningan diantara kami. Dia kembali melirik ku, "aku memanggil mu panggilan Rey, tak apa kan?, Atau ada panggilan umum untuk nama mu?" Tanyaku karena baru menyadari kalau aku sedari tadi memanggil nya dengan sebutan 'Rey' padahal siapa tahukan dia memiliki panggilan tersendiri. Aldo mungkin? Deeva? Dev? Atau bintang?

Dia kembali tersenyum. Ah kenapa dia seringkali senyum sih? Gak tau apa kalau senyuman manis. Bisa diabetes aku

"Tentu saja boleh. Tapi aku harus memanggilmu apa? Bahkan kau tak memberi tahu namamu,nona" ucapnya. Oh ya ampun! Benar juga, aku bahkan belum memperkenalkan diriku sendiri. Ck! Bodoh sekali kau Ara

"Ahaha kau benar. Aku bahkan memperkenalkan diriku. Nama ku Almandara Vivian Gustava. Biasa dipanggil Ara. Rumahku disebelah mu, tuan Bintang" ucap ku

"Ya, aku tahu itu Nona Vivi." Balasnya. Hey mengapa kita terasa sangay akrab di perbincangan pertama kami?

"Huh! Jadi kau mau memanggilku dengan sebutan itu?" Dia orang pertama yang memanggil ku dengan sebutan nama tengah ku

"Hmm--entahlah? Mungkin aku akan memanggil nama lengkapmu jika aku mau"

"Yayaya terserah padamu tuan bintang" balasku dengan menyebutkan nama tengahnya. Kami pun tertawa bersama dan tak disadari kami telah sampai di kantin.

Setelah memesan makanan, aku dan Rey pun duduk di kursi kosong. Sembari menunggu pesanan datang, kami mengobrol dan Sesekali tertawa. Karena ternyata Rey tak seperti yang aku bayangkan. Dia cukup asik ketika aku sudag mulai mengenalnya. Dia bercerita soal kepindahannya dan saat dia luluh ketika melihat airmata mama yang memelas agar dirinya ikut pindah. Dengan menirukan aksi mamanya kala itu, membuat ku tertawa karena melihat ekspresi konyol diwajahnya.

"Benarkah ekspresi mama mu seperti itu, Tuan bintang?" Tanyaku Sesekali menunjuk wajahnya

"Tentu saja. Ah bahkan mama ku itu pandai sekali berakting melebihi aktris yang nangis ketika di tinggal suaminya seperti di film-film itu"

"Dan bodohnya kau selalu terbawa suasana dan takluk dengan akting mama mu" seruku sambil terus tertawa. Namun tak sengaja iris mataku melihat 'dirinya' yang sedang duduk bersama perempuan. "Siapa perempuan itu?" Guman ku

Pandangan ku terus tertuju pada dia. Hingga buyar ketika Rey menepuk bahu ku. "Ah--Ya? kenapa,Rey?" Kulihat alis Rey naik sebelah. Pasti dia bingung dengan perubahan sikapku yang tiba-tiba diam menatap kearah lain

ALmandaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang