T I G A

718 96 1
                                    

Seri baru saja selesai berbenah, tas ranselnya sudah tersampir di punggung sebelum keluar dia mendekatkan diri ke cermin, memeriksa penampilannya kembali. Baru setelahnya gadis itu keluar untuk sarapan. Matanya menatap kursi kosong yang biasa diduduki Kakaknya, biasanya jika Jadden tidak ikut sarapan pagi pasti hari ini ada kuliah siang.

"Pagi Ma, Pa."

"Pagi sayang."

Seri memakan sarapannya berupa mie goreng, baru makan setengah piring bunyi klakson dari luar membuatnya berhenti. Berpikir siapa gerangan yang membuat keributan di pagi yang cerah ini? Tak lama ponselnya bergetar menampilkan nama kontak Jisung. Mata Seri mendelik, Jisung tidak serius dengan ucapannya kemarin kan? Segera Seri mengangkatnya.

"Kak udah selesai belum sarapannya? Gue udah di depan rumah lo."

Seri terdiam, dari mana bocah itu mengetahui letak rumahnya? Semalam saja Jisung tidak bertanya apa pun setelah telepon singkat sore itu.

"Lo dapet alamat gue darimana anjir?"

"Bahasa kamu Seri." Peringat Papanya. Seri meringis kecil dan kembali fokus dengan teleponnya.

"Nggak penting, pokoknya lo harus cepet keluar! Risih gue diliatin Ibu-Ibu komplek lo."

Tut. Panggilan dimatikan oleh Seri, dia meminum air putihnya cepat. "Ma, Pa, aku berangkat udah ditungguin temen di depan. Bye!" Seri menyalimi tangan kedua orangtuanya dan bergegas keluar rumah.

Gadis itu langsung memakai helm di atas meja teras, matanya memincing tajam melihat Jisung yang tersenyum paksa kepada Ibu-Ibu yang belanja sayur didepan rumahnya.

"Jov." Sapanya.

Jisung menoleh, dia tersenyum lega mendapati Seri sudah keluar rumah. Segera dia menghidupkan motornya lalu tanpa banyak bicara Seri naik ke jok belakang motor Jisung, dalam hati merutuki motor trail Jisung yang tinggi sehingga menyusahkannya untuk naik dan harus memegang pundak Jisung sebagai pegangan.

"Lo tuh niat nebengin gak sih Jov? Gue tuh cewek, pake rok, lo malah bawa motor trail, ck susah."

Jisung hanya menyengir bodoh, tak berdosa. Dia mengulurkan tangannya membantu Seri untuk naik, baru ketika gadis itu sudah nyaman dengan posisi duduknya Jisung segera melajukan motornya menuju sekolah. Selama perjalanan tidak ada yang membuka suara, lagipula tidak ada yang perlu dibicarakan antara keduanya.

Jisung mematikan mesin motornya di  depan gerbang, membantu Seri turun dari motor, sebelum Kakak kelasnya itu pergi meninggalkannya dia terlebih dulu menarik tangan gadis itu. "Main pergi aja, anterin sampai parkiran dong." Ucap Jisung yang membuat Seri mendengus kesal.

"Iya-iya tapi nggak usah pegang-pegang tolong. Gue nggak kabur, tenang aja."

Jisung melepaskan cekalannya lalu mendorong motornya masuk ke area sekolah, menyebrangi lapangan utama yang biasa digunakan sebagai tempat upacara. Keduanya kini menjadi pusat perhatian dan sukses membuat Seri berdecak kesal, ingin segera pulang ke rumah saja padahal masuk ke kelas saja belum. Gadis itu tahu jika ketika baru menginjakkan kaki di koridor nanti, pasti rentetan ledekan akan terlempar ke arahnya. Ingin menangis saja rasanya.

"Sini Kak helmnya."

"Dih, ngapain? Gue bawa ke kelas aja."

Jisung menggeleng tegas, dia menarik helm milik Seri dan menaruhnya di atas motor. "Entar pulangnya sekalian gue anterin. Yuk!" Seri mengikuti Jisung di belakangnya, kelas mereka searah hanya beda lantai saja. Kelas Seri di lantai satu sedangkan Jisung di lantai dua.

Seri mencoba mengatur napasnya menyiapkan mental untuk menerima ledekan dari orang-orang yang mengenalnya. Dan tebakannya benar, baru selangkah menginjakkan kaki di koridor kelasnya teriakan membahana sudah menyambutnya.

"CIYE BARENG PACAR!"

"Seri sukanya yang brondong aw."

"Digandeng tuh tangan pacarnya jangan dianggurin, mubazir."

"Selera lo cakep juga Ser."

Dalam hati Seri merutuki dirinya yang mempunyai banyak kenalan di angkatannya, dia berpura-pura tidak mendengar semua ledekan itu mencoba berjalan lurus menatap punggung Jisung.

Bruk!

"Kok lo berhenti tiba-tiba sih Jov!"

Jisung memutar badannya, mengedikkan dagunya ke kiri. "Kelas lo disini Kak kalo lupa. Main lurus aja mau ngintilin gue? Iya-iya Kak gue tau lo nggak mau jauh-jauh dari gue. Entar deh kantin bareng gue jemput. Dah gue ke kelas, semangat belajarnya Kakak!"

Jisung tersenyum mencubit pelan pipi Seri kemudian dia melangkah lebar menuju kelasnya, menaiki 3 undakan tangga sekaligus dengan kaki jenjangnya. Seri masih terpaku di tempat menatap punggung ramping itu hingga teriakan teman sebangkunya menyadarkannya.

"Udah Seri nggak usah dipelototin gitu Jisungnya, gue jamin selamat sampai tujuan."

"Siapa yang melototin dia, dih." Elak Seri lalu masuk ke dalam kelas.

Lihat, teman-teman sekelasnya menatap Seri layaknya hewan buruan ketika baru saja menginjakkan kaki masuk ke dalam kelas. Mereka mengikuti langkah Seri hingga duduk di kursinya lalu berbondong-bondong mengerumuni gadis itu.

"Seri lo kok nggak bales chat gue kemarin? Gue kan kepo." Ujar teman Seri bernama Fila.

"Tau tuh kemarin nggak online semaleman, kuota lo habis?"

"Ck berisik kalian, pergi sana jangan rebutan oksigen sama gue!"

Cindy dengan tegas menggeleng, teman Seri yang berprofesi sebagai provokator ini pasti akan memulai aksinya mengompori teman lainnya.

"Lo kemarin nolak ogah-ogahan nggak mau punya pacar adek kelas, nyatanya barusan berangkat bareng, apaan tuh?"

"Serah gue dong!" Sewot Seri.

"Lo mah malu-malu kucing, ngaku aja aslinya demen kan lo kemarin di terima Jisung?" Goda Ferry sambil menaik turunkan alisnya.

Seri melotot mendelik menatap Ferry dengan tidak santainya. "Dih nggak! Sotoy banget jadi bocah."

"Eh Ser, hari ini jam ke 3 ada pelajaran BK."

Ayo bantu Seri mengubur dirinya di rawa-rawa karena gadis itu sudah malu sekali, dia belum cukup mental menghadapi guru BK yang menjabat sebagai admin sosmed sekolah dan pastinya tahu berita ini. Dia juga belum siap menerima ledekan lebih parah dari ini. Kembalikan hidup Seri yang tenang kemarin, jerit batinnya meminta kepada Tuhan.

🐣🐣🐣

16 Juni 2020

Adek Kelas | Jisung ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang