Bukit

1.3K 74 2
                                    

Bukit Suligi...

"Indah sekali air terjun ini Jo" ucap Bri penuh takjub.

"Aku gak bohong kan, tempat ini istimewa, dan hanya ada kita berdua" Jo menyahuti pula.

Josua membawa Bri ke bukit Suligi, di bukit itu ada tiga buah air terjun, air terjun pertama sulit dicapai karena belum ada jalan. Dan Jo membawanya ke air terjun ke dua, suasana sunyi teduh, hanya ada gemuruh air, gemerisik daun dan suara-suara serangga hutan dan pastinya suara Jo dan Bri.

Josua mengajak Bri berfoto disana, masih dengan pakaiannya Josua berdiri di bawah air terjun yang tak sebegitu deras itu debitnya, di rentangkannya tangannya seolah sedang berusaha menahan curah curug itu, Bri takjub, tak tinggal diam di abadikannya momen itu dengan kamera.

Bri pun ikut bergabung, keduanya saling bercanda, bergendongan saling membanting dan saling mencipratkan air, bahkan saling menampung air jatuh bersamaan. Mereka tertawa-tawa terengah-engah dibawah guyuran air terjun itu sambil merunduk, seolah mbiarkan punggung mereka dihantam deru air.,  Bri berpaling pada Josua disebelahnya, wajah Jo yang basah dengan rambut acak-acakan sesuai alur air membuatnya semakin terpana akan kegagahan remaja di sebelahnya.

"Masih ada kejutan untukmu" tiba-tiba Josua berkata.

"Kejutan apa?"
"Kan sudah ku bilang ada tiga air terjun, satu tak bisa di tempuh, berarti ada satu lagi yang menunggu kedatangan kita" 

Josua menarik Bri menuju jalan kecil mendaki dinding air terjun kedua ini, melewati celah dinding batu dan pepohonan, apalagi sesekali melewati dinding batu yang cekung kedalam di samping jalan, membuat mereka seolah memasuki terowongan
Lapat-lapat terdengar deru air jatuh lagi.
Dan benar saja, dinding batu di sebelah sana membentuk sebuah goa kecil dengan langit-langit bolong bundar, dan dari bolongan itu mencurah jatuh air terjun itu lalu menggenang membentuk kolam dangkal dan mengalir ke bawah, ke air terjun di bawah tadi, goa itu dipenuhi batu-batuan, baik besar maupun kecil, batu paling besar berbentuk rata , hingga nyaman di duduki atau ditiduri. Bri tersenyum lebar puas, beberapa gambar diambilnya disana, Jo dengan enak saja membuka resleting celana nya dan mengeluarkan sesuatu yang tidak disunat lalu menyemburkan kencingnya, bulu-bulu kasar terlihat menjalar dari celah resletingnya.

"Eh gila, kencing sembarangan, gak takut kesambet?" ucap Bri menakuti.

"Gimana lagi bang, udah sesak, bahkan sudah sempat terkencing di sempak tadi" jawab Jo polos. Bri teryawa dengarnya, sedangkan Jo berkomat-kamit memohon permisi kepada makhluk halus penunggu bukit mungkin.

"Gila, sudah kencing duluan baru permisi belakangan" protes Bri.

"Lupa tadi, udah ayo mandi", bagai anak-anak Josua membuka semua pakaiannya menyisakan celana dalam nya berwarna merah pucat.

Bri merasakan wajahnya silau, menyaksikan pemandangan indah, untuk pertama kali dia melihat tubuh Josua nyaris telanjang.

Dada yang kekar pinggul yang kokoh, rahang yang kuat dan perut mulai membentuk petak, juga paha dan kaki yang semakin menambah gagah, belum lagi gundukan yang mencetak dari balik celana dalamnya.

"Bang kok malah bengong?" tanya Josua.

"Gila, ternyata kau ganteng juga" ucap Bri memuji.

"Baru nyadar, ya? Kalau gini lebih ganteng gak?" lalu enak saja Josua melorotkan celana dalamnya sebatas paha menunjukkan kejantannya nya yang sudah berbulu kasar cukup lebat.

Bri tak tau harus bersikap gimana, malu, kikuk atau justru senang. untung saja Jo kembali menaikkan celana dalamnya.

Bri akhirnya mengikut juga melepaskan pakaiannya, celana dalam brief menjadi yang tersisa ditubuhnya. Kali ini Jo yang terheran-heran kagum. Baginya mungkin Bri adalah pria dengan kaki terindah, jenjang laksana poto model dengan paha yang cerah kalau bertubuh sedikit berisi saja bang Bri bisa jadi setara artis-artis di tv.

Pria Terakhir (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang