SMS GELAP

887 61 0
                                    

Bri rasakan tangannya bergetar hebat, antara marah bercampur sedih, bagaimana tidak, pagi-pagi buta, empat SMS nyasar singgah di hapenya. Semua isinya penuh cercaan dan kata-kata kasar.

"Hei anjing, pengganggu rumah tangga orang" bunyi SMS ke 1.

"Dasar pelakor! Baru kali ini laki-laki yang jadi pelakor, gak ada otak"  SMS ke 2

"Laki-laki lonte" SMS ke 3

"Buang aja kontolmu itu, kasikan ke babi! Dasar banci! " bunyi SMS terakhir.

Bri rasakan kepalanya puyeng, dijatuhkannya kembali pantatnya keatas kasur, udara pagi yang dingin mencucuk tak terasa lagi, dalam darahnya mengalir hawa panas yang bersumber dari gelegak emosinya.

"Ya Tuhan, SMS siapa ini? Pelakor? Rasanya tak ada suami orang yang ku ganggu. Yang jelas si pengirim tau kalau aku gay. Celaka, jika dia punya fotoku dan diunggah ke media sosial bisa hancur hidupku. Atau jangan-jangan Josua? Mungkin Rika belum mati, tetapi hanya ditinggal begitu saja, dan sekarang wanita itu dendam padaku? Ya Tuhan! Baru saja bisa tentram sekarang muncul lagi masalah" Bri rasakan darahnya menggelegak, dilemparkannya ponselnya ke atas ranjang.

Namun satu pikiran masuk ke dalam otaknya, cepat disambarnya kembali ponselnya untuk menutup semua akun media sosialnya kecuali WA, juga memasukkan nomor tadi ke dalam blacklist.

"Aku harus tanyakan langsung pada Josua nanti" Bri melirik jam dinding di kamar, lalu kemudian bergegas beraktifitas pagi bersiap-siap kembali bekerja.
***

Sampai di sekolah Bri disuruh menghadap kepala sekolah. Tentu saja situasi ini membuat hati Bri kembali tak menentu, jangan-jangan Kepala Sekolah sudah mendapat kabar pula bahwa Bri seorang Gay dan sekarang akan mengintrogasinya. Bri langkahkan kaki ke ruang kepala sekolah dengan perasaan deg-degan. Sampai di depan pintu dia mengetuk.

"Silahkan masuk!"

"Selamat pagi Pak"

"Pagi, masuk dek Febri" pinta Pak Santo lalu mempersilahkan duduk.

Bri duduk dihadapan meja Pak Santo dengan gelisah.

"Kenapa kau pucat? Kau sakit ya makanya tak semangat begitu?" Pak Santo memandangnya dengan tatapan cemas.

"Ah tidak pak, mungkin kurang istirahat karena sibuk jadi panitia acara Tujuh Belasan" Bri menjawab setenang mungkin.

Pak Santo mengangguk, si kepala sekolah berusia 44 tahun itu tampak sibuk mengeluarkan sepucuk surat dari dalam laci lalu diberikan pada Febri.

"Bacalah surat itu"
Febri membaca surat itu dengan seksama, legalah hatinya, ternyata dugaannya salah. Bri mulanya berpikir itu adalah surat kaleng yang berisi hujatan padanya, ternyata hanya surat dari Dinas Pendidikan Kabupaten Dairi. Bri diam-diam tertawa geli dalam hati, ya ampun, sangking cemasnya aku jadi negative thinking.

Adapun surat dinas itu adalah berupa pengumuman akan diadakan Porseni (Pekan olah raga dan seni) antar sekolah tingkat Kabupaten.

"Nah Dek Febri mohon bantuannya untuk memilih siswa yang bisa diikut sertakan dalam lomba pidato bahasa Inggris sebanyak 2 orang, satu laki-laki satu perempuan sekaligus melatihnya" jelas Pak Santo.

Bri mengangguk, tiba-tiba satu bayangan seseorang melintas di kepalanya.

"Maaf pak, boleh tau siapa yang akan ikut  lomba melukis?"

"Wah biasanya sekolah kita hanya ikut olahraga, kalau seni cuma pidato dan puisi"

"Kalau begitu, boleh saya usul satu nama buat ikut lomba melukis?"

"Memangnya ada murid kita yang jago melukis?" tanya Pak Santo lagi, maklum sebagai kepala sekolah dia tak banyak kenal seluruh muridnya.

"Ada Pak, bahkan saya sudah melihat sendiri hasil lukisan di rumahnya, namanya Rionando Manalu siswa kelas 8-C" jelas Bri.

Pria Terakhir (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang