2. Untung Kuat Iman

61 9 5
                                    

"Kembar bukan berarti sama."

-Awan Ribut

***

Selembar tisu terulur di depan Shitya. Ekspresi kesalnya yang sempat meletup-letup kini sedikit menguap saat melihat sosok pemberi tisu yang berdiri di hadapannya dengan senyum simpul.

Bintang Bimantara, laki-laki bertubuh jangkung yang menjabat sebagai duta sekolah SMA Cakrabuana itu berhasil membuat Shitya menarik senyum. Tidak seperti Awan yang selalu membuatnya darah tinggi, kalau Bintang ini selalu bisa membuatnya tersenyum manis.

Ya, Awan dan Bintang adalah saudara kembar. Awan lahir lebih dulu, lima menit setelahnya lahirlah Bintang. Kurang lebih seperti itulah cerita yang Shitya dapatkan dari keduanya saat awal-awal kenal dengan saudara kembar kesayangan Cakrabuana di kelas 10 dulu.

Kembar tapi tak sama. Mereka memang memiliki sisi good looking yang sama hingga nyaris tak bisa dibedakan. Namun, mereka memiliki sifat yang saling bertolak belakang yang bisa dijadikan sebagai pembeda.

Jika Awan sebagai kakak memiliki sifat yang menyebalkan, jahil, petakilan, barbar, dan doyan nyinyir, maka berbeda dengan Bintang sebagai adik yang justru memiliki sifat kalem, murah senyum, ramah, dan easy going dengan siapapun. Jadi, jangan heran jika Awan dan Bintang memiliki keunggulan di bidang yang berbeda karena hal itu sesuai dengan karakter kepribadian mereka yang saling bertolak belakang.

Awan lebih suka menggunakan otot, sedangkan Bintang lebih suka menggunakan otak. Terbukti dengan Awan yang menyandang status sebagai kapten futsal dan Bintang yang menyandang status sebagai duta sekolah.

Maka dari itu, Shitya sudah maklum benar  jika Awan selalu bertingkah menyebalkan dan suka melontarkan nyinyiran yang tak pernah disaring dulu. Wajar saja, karena anak itu jarang sekali menggunakan otaknya dengan baik dan benar.

"Awan  jahilin lo lagi, ya?" tanya Bintang.

Shitya mengangguk mantap. Dengan menggunakan tisu pemberian Bintang tadi, gadis itu membersihkan area mulutnya yang basah karena terkena tumpahan minuman jeruk.

"Iya! Kembaran lo tuh, nyeselin banget!" Shitya melempar gumpalan tisu bekas ke dalam tong sampah.

Bintang tertawa renyah. Pertengkaran dua murid Cakrabuana yang selalu terjadi karena ulah jahil kembarannya kepada perempuan mungil itu memang sudah menjadi rutinitas yang tak bisa dihentikan. Sejak mereka masih duduk di kelas sepuluh hingga di kelas dua belas seperti sekarang, pertengkaran mereka pun akan selalu meramaikan lingkungan SMA Cakrabuana.

Bintang dan Shitya duduk di jurusan yang sama tetapi berbeda kelas. Bintang di kelas XII IPA 2 sedangkan Shitya di kelas XII IPA 1. Awan sendiri memang yang paling beda di antara mereka. Laki-laki yang terkenal dengan nyinyiran pedasnya itu duduk di kelas XII IPS 1. Bukan karena Awan yang kalah pintar, hanya saja laki-laki itu lebih suka dengan kebebasan yang bisa ia dapatkan di jurusan IPS. Kalau kata Awan, jurusan itu adalah jurusan yang terkenal dengan anak-anak yang suka bertingkah semaunya.

"Lo pasti belum makan, iya 'kan?" tanya Bintang setelah tawanya mereda.

"Ya, iyalah! Gimana gue mau makan coba? Baru selangkah gue keluar kantin kembaran nakal lo itu udah muncul dan langsung lari ngambil minuman gue gitu aja!"

Untung Bintang penyabar. Pantas saja kembarannya itu hobi sekali membuat Shitya emosi dan ngomel - ngomel seperti ini. Wajah gadis itu yang memerah dan bibir tipisnya yang memberengut sebal ternyata terlihat lebih menggemaskan jika sedang kesal seperti ini.

Bintang memang tidak jahil, tetapi ia begitu suka mencubit pipi Shitya yang memiliki lesung pipi itu hingga si empunya meringis kesakitan. Seperti saat ini, gadis itu memukul tangan Bintang yang tiba-tiba saja sudah mencubit pipinya dengan gemas.

Iya gemas, tetapi menyakitkan.

"Sakit Bintang!"

Bintang melepaskan cubitannya. Melihat pipi gadis itu yang memerah, ia langsung memberikan usapan lembut di pipi tirus itu.

"Maaf."

Shitya menepis pelan tangan besar yang mengusap pipinya. Bukan tak suka, hanya saja ia masih menyayangi jantungnya yang suka dag  dig dug ser setiap kali menerima perlakuan manis dari Bintang. Gadis itu pun memalingkan wajahnya. Sebisa mungkin menyembunyikan semburat merah di pipinya yang disebabkan oleh rasa hangat yang menjalar ke hatinya.

"Ayo ke kantin!"

Tanpa izin Bintang menarik pergelangan tangan kanan Shitya. Membawa gadis itu pergi ke kantin bersamanya. Sementara di balik punggung tegak sang duta sekolah itu, ada Shitya di belakangnya yang menghela napas pasrah. Dengan segala sikap manis yang Bintang berikan sejak dua tahun lalu hingga sekarang, terkadang membuat dirinya ingin baper. Namun sisi malaikatnya menyadarkan, jika Bintang punya sifat baik ke semua orang. Ia tak boleh terbawa perasaan.

Oleh karena itu, mau tak mau membuat Shitya harus mendirikan benteng di hatinya. Bintang juga sudah memiliki pacar. Jadi tidak mungkin Shitya berani berharap lebih.

"Huft, untung iman gue kuat!"

"Huft, untung iman gue kuat!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AWAN RIBUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang