10. Perkara Bakso

31 2 3
                                    

"Gini-gini, ribut sama lo itu juga butuh tenaga."

-Korban Awan Ribut

***

Bel istirahat telah berbunyi beberapa detik yang lalu. Saat itu juga Bu Ambar menyudahi proses mengajarnya yang akan kembali berlanjut setelah jam istirahat usai.

Hal serupa juga dilakukan oleh gadis yang duduk di meja terdepan. Shitya menyimpan buku tulisnya setelah menuntaskan kegiatan mencatat rumus yang ada di papan tulis.

"Kantin, yuk!" ajak Nadya,  gadis berambut keriting yang menjadi teman sebangku Shitya.

Gelengan pelan dari kepala Shitya menjadi jawaban. Mulai saat ini hingga satu minggu ke depan tampaknya ia akan menghabiskan waktu istirahatnya dengan tidur di dalam kelas. Sejak uang jatah mingguannya ludes di perut Awan, gadis itu tak akan bisa jajan enak dan sepuasnya di kantin. Bahkan untuk berangkat pulang pun ia harus membujuk rayu kakak sepupunya yang pelit macam demit itu. Syukurnya tadi Awan datang menjemput. Jika tidak, mungkin Shitya akan berangkat sekolah dengan berjalan kaki lagi.

"Skip deh. Minggu ini gue jatuh miskin, Nad," lirih Shitya.

Gerakan tangan Nadya yang tengah merogoh ponsel di dalam saku seragamnya terhenti. Gadis bertubuh tambun itu menatap teman sebangkunya dengan ekspresi bingung minta penjelasan.

"Tekor bandar gue, Nad. Habis uang jatah mingguan gue dipalak Awan!"

Nadya menatap wajah lesu Shitya dengan penuh keprihatinan. Bukan suatu hal yang mengejutkan sebenarnya jika sumber masalah yang Shitya alami itu segalanya pasti berasal dari Awan, sang kapten futsal Cakrabuana yang bermarga Bimantara.

"Andai gue sehari dapat uang saku seratus ribu, mungkin udah gue seret lo ke kantin. Sayangnya duit gue cuma cukup untuk porsi makan gue. Itu pun enggak cukup satu, pasti nambah."

Di balik lipatan tangan yang menyembunyikan wajahnya, Shitya mendengkus. Sampai lebaran monyet pun teman sebangkunya itu tidak akan mungkin mentraktir dirinya. Dengan porsi makannya yang jumbo, tidak ada sejarahnya Nadya akan menyisakan uang sakunya. Pasti, dalam sehari uang saku gadis bertubuh tambun itu akan habis dalam sekali jajan.

"Iya, iya. Gue tau," sahut Shitya jengah.

Nadya meringis namun tak urung ia tetap beranjak dari duduknya. Bersiap pergi ke kantin sebelum waktu istirahat habis.

"Gue ke kantin dulu, ya?"

Shitya hanya menjawab dengan gumaman. Selebihnya ia biarkan gadis yang hobi menimbun lemak itu keluar dari kelas.

Sepeninggal perginya Nadya, hanya alunan musik yang menemani keheningan kelas. Lagu Imagination dari Shawn Mendez mengalun merdu lewat earphone yang tersumpal di kedua telinganya. Lagu yang berhasil menyamarkan suara demo cacing-cacing di perutnya yang lapar karena butuh asupan bakso sebagai menu makan siang.

Sayang, bakso itu hanya bisa berputar-putar di otak Shitya. Untuk memakannya secara nyata ia butuh duit sepuluh ribu untuk mendapatkannya. Gadis itu merogoh sesuatu di dalam saku seragamnya. Kemudian, ia mendesah frustasi ketika hanya mendapati selembar uang dua ribu rupiah.

"Ck, gue bener-bener miskin ternyata." Shitya menatap miris uang yang ada di tangannya.

Sedangkan di luar kelas, ada seorang siswa dari jurusan sosial berjalan gontai membawa semangkuk bakso dan sebotol air mineral dingin di kedua tangannya. Kakinya melangkah mantap ke arah kelas yang terletak di ujung lorong. Ia terus melangkah, mengabaikan tatapan para mata yang berpapasan dengannya karena ia bukan berasal dari kalangan anak jurusan Einstein. Namun masa bodoh, ia sudah terbiasa mendapat tatapan berbagai arti seperti itu. Terlalu sering membuat keributan di jurusan kelas Shitya pastinya sudah bukan hal baru lagi bagi warga Cakrabuana.

AWAN RIBUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang