3. Awan Ribut

47 9 4
                                    

"Awan Ribut itu lebih cocok jadi nama lengkap lo. Sesuai dengan akhlak lo yang meresahkan bin mengacaukan alam semesta."

-Korban Awan Ribut

***

Bel pulang belum berbunyi, tetapi sudah terlihat sepasang kaki bersepatu hitam les putih yang berani melangkah keluar dari kelas. Salah satu bahunya bahkan telah bertengger sebuah tas. Dengan tampang datar cuek bebek mode on, Awan meninggalkan kelasnya yang sedang ribut karena jam kosong.

Di mata Shitya, Awan adalah cowok badung yang hobinya ribut. Namun, di mata penghuni kelas XII IPS 1, laki-laki itu justru adalah siswa yang paling jarang ribut. Kembaran Bintang itu lebih suka menjadi penonton dan hanya sesekali menimpali keributan yang terjadi di kelasnya. Bukan sebagai dalang ataupun orang yang memprovokasi keributan.

Namun, beda lagi jika sedang bersama Shitya. Dengan bangga Awan akan menjadi dalang dari setiap keributan yang mereka ciptakan di SMA Cakrabuana. Sudah hal lumrah, satu warga sekolah bahkan akan merasa heran jika sehari tiada keributan yang terjadi di antara mereka. Hal itu pernah terjadi saat Shitya tidak masuk sekolah karena sakit. Selama tiga hari SMA Cakrabuana dibuat bingung karena tidak adanya aksi kejar-kejaran dan sumpah-menyumpah yang biasanya akan mereka temui di koridor kelas setiap jam istirahat.

Awan terkekeh sendiri, mengingat ulahnya yang selalu membuat keributan bersama Shitya, membuat ia melangkahkan kakinya ke jurusan IPA. Begitu banyak ide jahil yang bermunculan di otak kriminalnya saat ini. Dengan semangat juang empat lima ia akan menyambut kepulangan gadis yang dipanggil Tya itu dengan tingkah tengilnya.

Tembok depan kelas yang pintunya bertuliskan XII IPA 1 menjadi tempat Awan menyandarkan diri. Bola matanya melirik jam tangan yang menunjukkan pukul 13.58. Artinya, dua menit lagi bel pulang akan berbunyi.

Tepat saat jam menunjukkan pukul 14.00, telinga Awan mendengar bel pulang berbunyi. Saat itu juga pintu kelas yang ia tunggu-tunggu terbuka dan keluarlah sosok Bu Ambar, guru matematika yang terkenal sebagai guru paling muda, paling cantik, paling ramah dan paling good di antara guru lainnya di SMA Cakrabuana.

"Loh, kok kamu di sini?" tanya Bu Ambar saat melihat keberadaan Awan.

Pasalnya, Awan ini adalah jurusan anak sosial, mau apa anak itu rela-rela menyebrang lapangan sampai terdampar di jurusan anak Einstein?

Awan tersenyum. Kalau kata Shitya, senyum Awan itu ada dua jenis, yakni senyum malaikat dan senyum setan. Kalau senyum yang Awan berikan kepada Bu Ambar ini adalah senyum malaikat, karena pada dasarnya senyum setan hanya akan Awan berikan spesial untuk Shitya seorang.

Terkutuklah Awan dengan segala senyum setannya!

"Mau nunggu anak SMP pulang, Bu," jawab Awan.

Bu Ambar mengernyitkan kening. Awan yang paham jika guru idolanya itu kebingungan, maka ia menunjuk keberadaan Shitya yang sedang sibuk menyapu di dalam kelas.

"Ibu liat anak yang lagi nyapu kolong meja itu?" tanya Awan yang dibalas anggukan oleh Bu Ambar.

"Itu anak SMP yang nyasar di sekolah kita, Bu. Ibu liat aja dari sekian banyak anak di dalam kelas itu yang badannya paling kecil, paling bantet cuma dia. Lagian mana ada anak SMA yang udah kelas dua belas badannya cebol kayak gitu, 'kan?"

Satu sentilan di dahi berhasil Awan dapatkan. Bu Ambar geleng-geleng kepala mendengar omongan Awan yang tidak ada bagus-bagusnya. Memang tak salah gelar Raja Nyinyir disematkan oleh para warga Cakrabuana kepada salah satu kembar Bimantara ini.

AWAN RIBUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang