8. Sumpah Shitya

28 2 0
                                    

"Karena pada dasarnya, menelan sarapan lebih sehat daripada menelan sebuah harapan."

-Korban Awan Ribut

***

Di tengah sibuknya Dara yang menata sarapan di meja makan, wanita itu menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Suara gedoran pintu dan pekikan keponakannya yang berteriak memanggil 'Bang Oji' yang berasal dari lantai dua itu membuat Dara geleng-geleng kepala. Interaksi antara keponakan dan anak laki-lakinya itu memang jarang ribut bahkan selalu terlihat manis macam orang yang berpacaran. Namun, jika sekali saja keributan itu terjadi di antara mereka maka seperti inilah jadinya. Suasana rumah yang tenang, aman, damai, dan sentosa ini seketika berubah seramai Pasar Pagi.

"Bang Oji, bangun! Ayo, tolong anterin Tya ke sekolah!" teriak Shitya bersamaan dengan tangannya yang menggedor pintu kayu bertuliskan Kamarnya Charly Puth.

Dor... dor... dor...

"Bang, gue tau lo di dalam sana udah melek dari tadi, ya! Jangan pura-pura budek! Kemarin gue sumpahin temen gue jatuh. Lo tau Bang? Temen gue beneran jatuh loh!"

Shitya memang benar 'kan? Waktu itu ia pernah menyumpahi Awan yang telah mengambil minumannya agar jatuh hingga guling-guling. Bukan sulap bukan sihir, entah diaminkan oleh malaikat atau hanya kebetulan semata. Sepersekian detik setelah sumpah asal bunyi itu Shitya ucapkan, Awan benar-benar jatuh mencium tanah tepat di depan mata kepalanya sendiri. 

"Apa lo mau Bang, gue sumpahin juga?"

Klek

Shitya mengulas senyum lebar tiga senti hingga menampilkan deretan gigi-giginya yang putih rapi dan bersih. Sementara ekspresi sebaliknya yang tertekuk masam sangat terlihat di wajah seorang laki-laki yang berdiri garang di hadapannya.

"Apa? Lo mau nyumpahin gue apa? Berani lo?"

"Ya berani dong! Kan Tya mau nyumpahin Bang Oji yang jelek ini jadi ganteng!"

Pletak!

Satu jitakan pedas nan panas mendarat mulus di kening Shitya yang tak berponi. Siapa lagi pelakunya jika tak lain dan tak bukan adalah Fauzi Andrasagara. Laki-laki berusia dua puluh tahun yang menyandang status sebagai anak semata wayang dari pemilik rumah yang Shitya tumpangi ini. Oji, seperti itulah nama panggilannya.

"Enak aja gue dibilang jelek! Tanpa lo sumpahin juga Abang lo ini udah ganteng dari lahir!"

Mulut Shitya memberengut sebal. Sementara tangannya mengelus sayang keningnya yang mulus karena rasa nyeri akibat jitakan dari Oji yang tak berperisepupuan itu.

"Awalnya gue mau nganterin lo ke sekolah, tapi berhubung lo udah ngatain gue jelek, ya udah gue cancel aja. Sana pergi sendiri!"

Brak!

Shitya berjengkit kaget. Rasa panik langsung menjalar ke seluruh tubuh saat netranya mendapati keberadaan kakak sepupunya itu kini berganti menjadi pintu kamar yang tertutup rapat. Oji kembali masuk ke dalam kamar, mengabaikan teriakan Shitya yang memohon untuk minta diantar ke sekolah. Oji tak peduli, biar saja adik sepupunya itu berangkat sendiri. Siapa suruh telah mengatainya jelek di pagi-pagi buta seperti ini. Benar-benar menyebalkan!

"Yah, Bang! Jangan ngambek dong! Tya minta maaf deh. Entar Tya yang isi bensinnya. Pulang sekolah Tya traktir!" bujuk Shitya.

Sementara di dalam kamarnya, Oji memutar bola mata jengah. Mau dibujuk dengan menggunakan embel-embel traktiran pun ia tak akan luluh. Oji tahu jika adik sepupunya itu sedang tidak ada uang. Oleh karena itu Shitya datang padanya untuk minta diantar. Biasanya juga anak itu akan selalu berangkat pulang bersama abang ojol. Oji pun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada sang mama yang telah bersedia bercerita secara cuma-cuma tentang Shitya yang kehabisan jatah uang mingguan karena dipalak habis oleh Awan. Kalau tidak, mungkin saja Oji akan tertipu oleh bujuk rayu setan yang Shitya ucapkan.

AWAN RIBUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang