"Jo!" Panggil Fajar saat melihat sahabatnya itu memasuki area kantin. Pria yang merasa dirinya dipanggil menghampiri Fajar dan duduk di hadapan pria itu yang ternyata tidak seorang diri.
"Sorry telat, dosen gue keluar lama banget tadi." Ucap Jonatan, nama pria yang dipanggil Jo tadi, kepada Fajar.
"Loh bukannya pak Endo udah keluar kelas setengah jam yang lalu ya? Tadi pas gue keluar kelas, gue ketemu sama Vito dan dia bilang kelas lo udah bubar lima menit lebih dulu dari kelas gue. Dan Vito juga bilang kalo lo buru-buru keluar dari kelas?" Tanya Fajar bingung.
"Iya emang, tapi gara-gara dia ngaret keluar kelasnya lima belas menit bikin gue juga telat kan buat beli ini." Kata Jonatan menunjukkan segelas Iced Cappuccino di tangannya.
"Jadi lo buru-buru keluar dari kelas gara-gara ini?" Jonatan mengangguk dan kembali meminum minumannya. "Ya ampun Jo, lo kan bisa nitip sama Shania atau fans lo yang buanyak itu buat beliin lo minuman itu, mereka pasti bakalan dengan senang hati buat meninggalkan kampusnya untuk nyamperin elo." Jonatan menggeleng.
"Kapok gue nitip sama dia dan lagi gue engga mau ngerepotin banyak orang cuman buat beli minuman kesukaan gue ini." Fajar mengernyitkan dahinya bingung, dia paham kalau Jonatan tidak pernah mau menyusahkan fans perempuannya yang akan dengan senang hati jika dimintai tolong oleh Jonatan. Tetapi kalau soal Shania, agak sedikit aneh mendengarnya karena yang dirinya tahu selama ini Jonatan senang sekali menyusahkan cewek itu.
"Kenapa? Biasanya lo demen banget nyuruh-nyuruh itu cewek." Ejek Fajar.
"Mana ada, dianya aja yang gatel banget deketin gue jadi mau ngga mau gue manfaatin aja." Kata Jonatan membuat Fajar tertawa geli.
"Jadi kenapa lo sampe kapok buat nitip sama dia?" Tanya Fajar setelah bisa mengendalikan tawanya.
"Seminggu yang lalu gue nitip beliin minuman ini sama dia, udah gue bilang buat beli di cafe depan kampus eh dia malah beli di tempat lain, kayanya sih. Soalnya pas gue coba rasanya tuh beda, ya otomatis langsung gue buanglah itu minuman dan dia ngamuk deh sama gue. Dan seperti yang lo tahu lah, dia dengan sifat drama queen-nya dia gimana akan menghasilkan apa." Fajar kembali tertawa mendengar cerita Jonatan.
"Ya elo, lagian sadis banget. Minuman baru dicicipin sedikit udah dibuang."
"Ya elo kan tau Jar, gue orangnya gimana. Mana bisa gue minum minuman yang engga sesuai sama lidah gue." Fajar mengangguk.
"Iya sih, tapi setidaknya hargain lah usaha dia. Eh tapi beneran nih dia engga nurutin perintah lo Jo buat beli minuman itu di cafe depan kampus?" Tanya Fajar penasaran. Jonatan mengangkat bahunya.
"Engga tahu Jar. Dia bilang sih beliin gue minuman di cafe depan kampus tapi yang gue bingung rasanya masa beda sama yang di kasih Jorji ke gue."
"Tunggu, Jorji?" Jonatan mengangguk.
"Iya Jorji, anak semester dua dari jurusan PR. Paginya tuh dia ada kasih gue Iced Cappuccino juga dan karna rasanya itu sama dengan yang biasa gue minum gue terima dengan senang hati dong. Nah pas siangnya Shania beliin gue yang katanya beli di tempat yang sama tapi rasanya beda, otomatis langsung gue buanglah itu minuman ke tong sampah di depan mata dia."
"Gila lo, sadis banget." Jonatan mengangkat kedua bahunya dan menoleh pada pria yang ada di samping Fajar, yang tidak terusik sama sekali dengan pembicaraan mereka berdua.
"Siapa?" Tanya Jonatan yang baru kali ini melihat Fajar duduk berdekatan dengan seorang pria selain dirinya, bahkan posisi duduk mereka terbilang cukup intim.
"Oh ini Rian." Kata Fajar yang membuat Jonatan menatap Fajar dengan tajam. "Pacar gue." Tambah Fajar yang mengerti maksud tatapan Jonatan itu. Jonatan terdiam, menatap tidak percaya kepada Fajar tetapi kemudian mengangguk.