GWS .14.

43 5 1
                                    

Sebelum membaca harap tinggallan jejak berupa vote and comment

==========

Cinta dan luka itu sepaket.
Siap mencintai, harus siap patah hati.
Siap memiliki, harus siap kehilangan.

------

Hujan deras kini mengguyur kota Jakarta yang tetap ramai oleh kendaraan roda dua, roda empat maupun para pejalan kaki dan masih banyak yang sedang duduk santai didalam Caffe menikmati dingin serta harumnya bau tanah saat hujan turun.

Bagi penyuka hujan dan aromanya mungkin ini adalah saat-saat yang menyenangkan. Menyeruput secangkir kopi atau minuman panas lainnya sambil menatap hujan yang turun dengan butiran-butiran bening yang 'katanya'membawa kenangan masa lalu.

Gadis dengan seragam khas anak SMA-nya masih setia menunggu di Caffe yang agak sedikit ramai dengan seragam yang sama dengannya. Padahal hari sudah sore dan sudah sedari tadi bel pulang sekolah berbunyi.

Gadis itu duduk sendiri di pinggir Caffe dekat jendela kaca besar yang memperlihatkan keramaian kota dari dalam. Menyeruput minumannya dengan nikmat sambil sesekali melihat orang-orang berlalu lalang dijalan depan Caffe.

Ia terkadang tersenyum saat melihat anak-anak kecil berlarian dan bermain hujan di taman sembrang Caffe, mengingatkannya pada masa kecil dulu ia bermain sampai terkena flu yang berujung di marahi Mamanya.

Keasyikkannya menilik masa lalu sampai tidak menyadari ada seseorang yang baru saja menempati tempat kosong didepannya.

" belum pulang? " pertanyaan itu membuat gadis itu tersentak kaget dan menoleh cepat kearah depan.

Dengan wajah masih binging ia menatap orang yang dengan seenak jidat duduk tanpa permisi didepannya.

" Hey! Teya, lo belum pulang? " pertanyaan itu terulang kembali dari pemuda didepannya.

Tatapan bingung gadis yang dipanggil Teya itu langsung berganti dengan tatapan malas dan decakannya saat sadar lelaki didepannya sangat menyebalkan.

" siapa yang suruh lo duduk situ? " pertanyaan dan dijawab pertanyaan lainnya, oke kamu pintar Teya.

" kursinya yang memanggil gue kesini " jawaban orang ini aja udah menyebalkan, bisa dibayangkan wajah santainya itu saat menjawabnya kan saat melontarkan pernyataannya barusan.

Teya hanya berdecak sebal lalu menatap kaca tepat disebelah kirinya.
" woi, pernyataan gue belum lo jawab Teya! " merasa terabaikan lelaki itu kembali bersuara.

" ck, ya harus banget gue jawab ya Rafa?! " menoleh sambil menampilkan wajah kesalnya.

" sewot amat mba-nya " ujar si Rafa-Rafa ini.

Teya tidak menjawab dan hanya menatap hujan kembali mengabaikan orang didepannya.

" sesuka itu ya lo sama hujan ampe orang kek gue di anggurin? " pertanyaan dari orang yang sama terdengar kembali.

" gak juga " jawab Teya selang beberapa lama masih menatap arah kirinya.

" terus ngeliatinnya kenapa gitu banget? Keknya menikmati banget "

" ya, ada beberapa hal yang gue suka dari hujan walau kadang sebel kalau mereka dateng " balas Teya kini menatap lawan bicaranya walau tidak lama.

" emang yang lo suka dari hujan apa? " pertanyaan itu membuat Teya terdiam sejanak lalu menghirup dalam-dalam.

" gue... Suka aroma hujan, aroma tanah saat hujan turun. Hanya dengan harum yang sederhana, menenangkan namun menyenangkan itu bisa bikin gue ngerasa nyaman aja, yah hanya sebatas itu " balas Teya lalu kembali menghirup dalam wangi hujan yang terasa diindra penciumannya.

" coba deh lo pejamkan mata dan menghirupnya dengan tenang. Rasanya... Begitu halus dan lembut " lanjut Teya lalu menatap lawan bicaranya lagi sambil menyeruput minumannya.

" bisa ngomong kayak gitu juga ya lo? " balas dia sambil sambil memberi senyuman miringnya, menyebalkan.

" bodo amat " kan, tadinya Teya yang sudah melunak nada bicaranya jadi judes lagi nadanya.

Rafa hanya tertawa ngakak melihat perubahan nada tersebut yang amat cepat menurutnya.

" tapi menurut gue yang menarik dari hujan itu, walau dia kadang gak diharapin sama orang, walau orang sering memakinya saat dia datang. Dia tetap ada datang dengan membawa berkah dan manfaat yang pada akhirnya dipakai bumi dan seluruh makhluk yang tinggal didalamnya " balasan itu mengejutkan Teya hingga ia melebarkan mata tidak percaya. Dia beneran Rafa? Gak kerasukan apaan gitu kan?

" lo gapapa? Bisa juga lo ngomong gitu " lontaran kata itu membuat Rafa yang kini berdecak.

" copas aja lo bisanya "

" wle, biarin hahaha "

***

" Assalamualaikum " setelah hujan reda Teya baru sampai di rumah yang sudah hampir terdengar adzan magrib.

" baru pulang ya anak gadis " sindiran tersebut tentu saja datang dari ibunya.

" hujan, bun " ujar Teya beralasan sambil menaiki tangga menuju kamarnya.

" alasan, pacaran kan kamu! " balas Ibunya berteriak.

" gak mungkin lah bun, kak Teya kan jomblo dari lahir. Gak laku dia! " teriakkan itu pastinya datang dari adik laknatnya.

" kurang ajar " hanya itu yang bisa di ucapkan Teya saat mendengar celotehan adiknya yang menyebalkan.
Memasuki kamar bernuansa biru bercampur abu-abu itu ia langsung merebahkan tubuhnya diatas ranjang yang hanya cukup untuk dirinya saja.

Saat menoleh kearah meja belajar ia melihat sesuatu yang cukup asing terlipat rapih diatasnya.

Teya menghampirinya dan mengangkan sebuah hoodie dengan warna maroon yang agak familier baginya.

Ah, ia ingat. Ini milik si menyebalkan. Kenapa ia bisa sampai lupa ingin mengembalikannya hari ini.

Sudahlah besok ia akan mengembalikannya tepat waktu.

Saat melihat lagi sekilas benda uang sudah dicuci + dilipat rapih olehnya ini mengingatkan perkataan bijak yang dikatakan cowok itu satu jam yang lalu di Caffe.

Punya pemikiran kayak gitu ya ternyata dia.

=========

WARNING!!

Lagi mikirin hujan, jadi hari ini author tulis deh suasananya tentang hujan.








GET WELL SOONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang