#7 Fact

19 7 0
                                    

Level up!

Yang puasa baca malem aja, ada kasarnya nih wkkw

Kasih vote&comment yuk biar akunya ada semangat up! Jangan lupa shere ke temen kalian yaa..

Apa yang David rasain, bakal kalian lihat di part ini.

Enjoy this chapter!

Setelah pertengkarannya tadi malam. Pagi ini David dikejutkan dengan Bundanya yang tengah berkacak pinggang kearahnya. Jarang sekali subuh-subuh begini bunda membangunkannya.

"Tumben bun?"

David melangkah kearah kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Saat kembali ke kamar, sang bunda sudah duduk di samping ranjang dengan kepala menunduk.

"Bun.."

"David, bunda salah ngajarin kamu apa sih?"

"ha?"

"Kamu kalau mau ngelakuin hal buruk itu mikir!"

"Nggak usah ajak oranglain!"

"Maksud bunda?"

"Nggak usah berlagak nggak tau. Bunda udah tau semua kalau kamu berpengaruh buruk buat abang kamu"

"Ada apa sih bun?"

"Lebih baik kamu cepat menikah. Biarin istrimu yang ngingetin. Bunda capek ngingetin kamu terus tapi kamu nggak pernah dengerin"

"Bun, kok gini sih?!" Suara david mulai tak terkontrol. Ia sedikit meninggikan nadanya karena emosi yang tertahan

"Kamu itu bodoh! Nggak bakal tau. Paham sama keinginan bunda aja kamu nggak pernah."

"Biarin abang kamu jadi orang baik. Besok ini, kamu nikah!"

"BUN! NGGAK BISA GITU DONG! DAVID SALAH APA LAGIII?!"

teriakan itu tak lagi terdengar ditelinga bundanya. Bunda yang menjauh keluar kamar dan david yang menangis. Ya, lelaki itu tanpa sadar meneteskan air matanya. Tertunduk menatap lantai dingin yang ia pijak.

Biarin abang kamu jadi orang baik...

Abang kamu jadi orang baik..

Jadi Orang baik..

Orang baik..

Apa dia seburuk itu dimata bunda sekarang?

Bukan kali pertama bundanya membentaknya seperti ini. Memang masalah David dari dulu sangatlah banyak, mungkin bundanya sudah bosan mendengar banyaknya kesalahan itu.

Namun, baru kali ini bundanya berkata bahwa david bodoh dan buruk dimatanya. Sama sekali bukan bundanya yang lembut dan penuh kasih sayang.

Mengacuhkan air matanya yang kian deras membasahi pipi, lelaki itu kembali menjalankan aktivitasnya yang tertunda.

Seragam rapi telah melekat dibadan David. Lelaki itu memuruni tangga dengan kurang semangat. Langkahnya terhenti saat melihat keluarganya telah sarapan. Senyum david tercetak tipis disudut bibirnya. Apa ini yang mereka inginkan?

David melenggang pergi meninggalkan pekarangan rumahnya dengan motor hitamnya.

Berbeda dengan kemarin, sekarang lelaki itu sudah berada didepan rumah berpagar putih untuk menghampiri gadis yang sedari kemarin belum ia jumpai. Gadis yang tiba-tiba terlintas di pikirannya.

Tanpa banyak kata David menghentikan motornya dan diam memainkan ponselnya didepan gerbang. Kebiasaan David selama ini adalah menunggu, sama halnya hatinya yang juga menunggu kepastian.

ESPERERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang