Bab 2

6.5K 407 14
                                    

Entah ini keberuntungan ku atau keajaiban dari Tuhan. Pria yang bernama Alden, sangat baik kepadaku. Dia melepaskan ku malam ini. Bahkan membantuku untuk kabur dari rumah bordir itu.

Awalnya dia curiga dengan sikapku yang sangat tertutup dan terus menangis. Akhirnya aku memberanikan diri untuk berbicara dan menjelaskan semuanya. Mungkin dia bisa melepaskan ku.

"Siapa namamu?" aku diam, pura-pura tidak mendengar pertanyaannya. Hingga dia bertanya kembali.

"Aku tanya, tolong dijawab jika pendengaran mu masih berfungsi baik. Siapa namamu?" dia sangat menyebalkan.

"Poppi Soviana. Panggil saja Poppi"

Awalnya aku enggan untuk menceritakan masalahku. Tapi Alden terus mendesak ku untuk mengatakan yang sebenarnya. Dia tercengang saat mengetahui umurku yang masih sangat muda. "Kau masih 17 tahun?"

Aku mengangguk. Dia memijat keningnya. "Aku tidak habis pikir dengan ayahmu. Dia kejam sekali menjual anak gadisnya. Terlebih kau masih sangat muda. Aku akan mengantarmu pulang."

Mataku berbinar-binar. "Benarkah?" Aku menggenggam lengannya. Dia terlihat kaget aku menyentuhnya. Sontak aku langsung melepaskan genggaman ku.

"Aku serius. Lagipula aku tidak suka tidur dengan wanita." ucapnya tenang.

Tunggu dulu. Tidak suka wanita?

Apa jangan-jangan dia—

"Aku Gay," Ucapnya singkat namun sudah memperjelas semuanya. Wajar dia mau membantuku untuk pergi. Karena dia tidak menyukai wanita. Dia lebih menyukai pria. Aku jarang sekali bertemu pria gay. Atau mungkin kalau diingat-ingat Alden adalah pria gay pertama yang aku temui.

"Oh, oke baiklah." Aku langsung terdiam. Menatap jalanan kota New York yang masih ramai ditengah malam.

Tiba-tiba Alden menyentuh pundak ku. Membuatku sedikit kaget. "Dimana alamat rumahmu?"

Aku menggeleng. "Jangan antar ke rumah. Aku bisa dijual lagi dengan ayahku. Aku ingin pergi jauh dari ayah. Hidup mandiri."

"Terus kau ingin kemana?"

Aku menunduk. Air mataku kembali menetes. Aku tidak punya tempat aman untuk tinggal. Aku takut kembali ke tempat itu lagi. Alden memberhentikan mobilnya dipinggir jalan.

"Kau bisa tinggal dirumah ku untuk sementara. Lalu carilah pekerjaan. Jangan terus menangis, kau membuatku semakin pusing," Ucap Alden lalu membelai lembut rambut ku. Hatiku berdebar seketika. Dia pria gay terbaik yang pernah aku temui.

Aku mengangguk mendengar ucapannya. Menghapus air mataku. Dan memikirkan cara ku memperoleh pekerjaan. Berkas-berkas penting ku untuk melamar pekerjaan tertinggal dirumah. Kepalaku terasa pusing tiba-tiba. Aku sedikit meringis kesakitan. Mengigit bibir bawahku untuk menahan rasa sakitnya.

Hingga kegelapan datang menghampiriku.

***

Sinar matahari pagi yang silau membangunkan ku dari tidur nyenyak ku. Aku regangkan tubuhku yang penat. Mengucek mata ku sambil mencari nyawaku yang belum terkumpul.

Badanku terasa sangat pegal. Kepalaku sedikit terasa pusing. Untuk beberapa saat aku masih setia dengan posisi tidurku di kasur yang empuk ini. Kasur di kamarku tidak seempuk ini.

Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Ini tidaklah benar. Aku melupakan bahwa terakhir kali, aku pingsan di mobilnya— Alden. Pria gay.

Sontak aku langsung terbangun dari tidurku. Melihat sekelilingku. Kamarnya sangat indah dan nyaman, walaupun tidak terlalu besar. Tak lama kemudian, pintu kamarnya terbuka. Ada Alden disana. Memakai kaos santai dengan celana training. Dia terlihat habis berolahraga.

"Sudah, bangun?" Tanya Alden berjalan masuk kedalam kamar.

"Aku baik-baik saja. Terimakasih atas kemurahan hati mu," jawabku. Alden mengangguk. Duduk di sampingku. Tangannya terulur untuk mengecek suhu tubuh ku.

"Syukurlah, kau masih sehat. Sekarang bersihkan tubuhmu. Ada baju perempuan didalam lemari, pilihlah sesukamu. Setelah itu aku tunggu dibawah. Cepat!" Aku mengangguk mengerti mendengar ucapannya. Segera aku bangun dari tempat tidur dan berlari kecil menuju kamar mandi yang ada didalam kamar ini.

Setelah membersihkan tubuhku, aku langsung menuju meja makan. Alden terlihat sudah menunggu ku disana. Suasana meja makan sangat canggung dan hening. Aku hanya bisa diam sambil makan sarapanku pagi ini. Jarang sekali aku bisa sarapan. Hampir setengah hidupku, aku tidak pernah sarapan. Jangankan sarapan, untuk beli makanan saja sangat sulit.

Aku teringat dengan adik-adik ku. Apakah mereka sudah makan? Aku disini enak-enak makan, sementara mereka mungkin sedang kelaparan. Nafsu makan ku tiba-tiba hilang.

Alden membuka suara saat aku kalut dengan kekhawatiran ku kepada adik-adik ku. "Teman lamaku membutuhkan karyawan di cafenya. Kapanpun kau siap, bisa langsung bekerja disana."

"Terimakasih, Alden. Aku bisa mulai bekerja hari ini," Ucapku senang. Aku tidak ingin merepotkan orang asing yang baru aku kenal.

"Baiklah, jika itu mau mu."

Toh, Alden sudah banyak membantuku. Aku tidak bisa terus tinggal dirumahnya. Dengan bekerja, aku bisa menyewa rumah kecil untukku sendiri. Aku sudah muak tinggal dengan pria yang kejam terhadap anak-anaknya. Kalaupun ada kesempatan, akan aku ajak adik-adik ku pergi dari rumah itu.

***

Setelah sarapan, aku diantarkan oleh Alden ke cafe milik temannya yang membutuhkan karyawan baru. Cafenya tidak terlalu besar. Namun terlihat sangat bagus.

Alden memperkenalkan diriku kepada pemiliknya. "Ini Poppi. Dia yang akan bekerja disini. Bagaimana?"

Aku menjabat tangannya sopan. "Poppi."

"Saya Jared. Bos mu," Ucap Jared. Aku mengangguk. Mulai sekarang aku akan bekerja ditempat ini. Untunglah aku bertemu pria baik seperti Alden. Dia rela menampungku dirumahnya, bahkan mencarikan ku pekerjaan. Rasanya aku langsung jatuh hati.

Namun sayang dia tidak tertarik dengan wanita. Ah, bodoh sekali aku. Kita baru saja bertemu, kenapa hatiku terasa aneh.

Apalagi saat dia melambaikan tangannya kepadaku. Sebagai ucapan perpisahan kita. Alden pergi meninggalkan ku di cafe ini. Mulai saat ini aku akan tinggal di cafe ini. Di cafe ini ada kamar khusus karyawan nya. Semoga saja ini bukan pertemuan terakhir kita.

"Aku pergi." Aku tersenyum dan melambaikan tangan kepada nya. "Terimakasih atas semua kebaikanmu."

Semoga kita bisa bertemu kembali.

Jangan lupa untuk selalu memberikan dukungan kalian terhadap cerita ini, dengan vote dan komentar!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa untuk selalu memberikan dukungan kalian terhadap cerita ini, dengan vote dan komentar!

Salam Cinta,
Andearr 💖

Pertinacious [TERBIT E-BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang