Bab 10

5.4K 437 20
                                    

Waktu berjalan begitu cepat. Tidak terasa sebentar lagi aku akan segera melahirkan anakku. Entah dia anak laki-laki atau perempuan, yang terpenting dia akan tumbuh dengan sehat.

Aku tidak lagi tinggal di rumah Tuan Aiden. Rumah itu sudah dijual karena menorehkan banyak kenangan yang buruk. Aku tinggal bersama ibuku sekarang di rumah kontrakan yang sederhana namun aku merasa tenang tinggal disini.

Awalnya ibu kaget aku pulang ke rumah dalam keadaan hamil. Karena selama ini aku dianggap sebagai gadis baik-baik. Setelah menjelaskan alasannya, ibu dapat mengerti diriku dan menerimaku kembali ke pelukannya.

Setiap pagi aku selalu dibuatkan susu ibu hamil oleh ibu. Itu adalah minuman yang wajib aku minum, walaupun harganya sangat mahal. Aku sedikit merasa tidak enak, karena ibu harus membeli susu ibu hamil yang mahal harganya.

Memamg ibu memiliki beberapa rumah kontrakan. Tapi penghasilan dari rumah kontrakan tidak menentu, apalagi rumah kontrakan yang terbilang sederhana dan jelek. Jarang orang yang ingin menyewa rumah kepada ibu. Kini kita hanya mengandalkan uang dari ayah tiri ku.

Beliau bernama Jack. Jack ayah tiri yang baik. Aku merasa ibu lebih pantas bersama Jack daripada ayah ku yang jahat dulu.

"Ibu tidak perlu membelikan ku susu lagi. Aku juga sudah mau melahirkan. Simpan saja uang ibu," ucapku.

"Sudahlah jangan terus menolak."

"Tapi ibu—

Ibu menggenggam tanganku, "Ibu akan melakukan apapun untuk kebahagiaan mu, Poppi. Anggap saja semua yang ibu berikan kepadamu untuk menebus semua kesalahan ibu selama ini. Telah membuat mu bekerja sangat keras diumur mu yang masih sangat muda. Ibu ingin menembus rasa bersalah ibu kepadamu."

"Terimakasih ibu. Aku menyayangimu," ucapku. Ibu tersenyum lalu mengelus perutku lembut.

"Kau sudah menyiapkan nama untuk anakmu?" Tanya ibu. Aku mengangguk antusias. Aku sudah memikirkan nama ini sejak kehamilan ku masuk umur lima bulan.

"Kalau perempuan, aku akan memberikannya nama 'Laura Ariesta Soviana'. Jikalau dia laki-laki akan aku berikan nama 'Lucas Alastair Timothy'. Bagaimana menurutmu?"

Ibu tersenyum senang, "Nama yang bagus, Poppi. Nenek menyukainya."

Ibu berbicara dengan anakku, seperti seorang nenek dengan cucunya. Hatiku terasa hangat. Apalagi saat aku membayangkan Alden yang berbicara dengan anak yang ada diperut ku saat ini.

Tiba-tiba ibu menjerit kecil. Menunjuk ke selangkanganku, "Poppi, air ketubanmu pecah! Ayo kita ke rumah sakit."

Aku menggeleng cepat. Rasa mulasnya mulai terasa. "Tidak. Kita tidak punya banyak uang untuk membayar persalinan di rumah sakit, ibu!"

"Urusan biaya biar ibu yang mengaturnya. Ayo kita ke rumah sakit! Cepat!"

Aku menahan ibu. Menyakinkan nya bahwa aku ingin tetap melahirkan di rumah.

"Aku ingin melahirkan di rumah saja, ibu bantu aku ya."

"Baiklah jika itu keinginanmu."

Sudah saatnya aku melahirkan.

***

Aku tidak punya banyak uang untuk pergi ke rumah sakit. Lebih baik aku simpan uangku untuk pendidikan adik-adik ku. Ibu dulu juga pernah membantu orang melahirkan, jadi aku ingin melahirkan di rumah saja. Dengan bantuan ibu.

Rasanya sangat menyakitkan. Aku merasakan rasa sakit yang sulit untuk aku jelaskan. Aku hanya bisa menahannya dengan air mataku. Ibu menggenggam erat tanganku, untuk menguatkan ku.

"Kau sudah siap untuk mengejan? Kau sudah waktunya melahirkan. Ibu dapat melihat kepala bayinya."

Aku mengangguk. "Baiklah, ikuti instruksi dari ibu. Jangan takut."

Setiap aku mengejan, aku teringat wajah Alden. Aku merasa sangat rindu dengannya. Semua rasa benciku tiba-tiba hilang begitu saja. Aku ingin dia menemaniku saat ini, namun tidak mungkin itu terjadi. Aku harus melahirkan anakku sendiri, tanpa dia.

"Ayo! Poppi! Jangan menyerah. Sebentar lagi bayinya akan keluar. Tarik nafas.....hembuskan. Jangan pejamkan matamu. Ayo matanya dibuka. Ulangi sekali lagi!"

"ALDEN!!!" teriakku keras diiringi suara tangis bayi. Aku bernafas lega.

Dengan mempertaruhkan nyawa, aku berhasil melahirkan anakku. Seorang bayi laki-laki mungil, yang aku beri nama Lucas Alastair Timothy.

Tumbuhlah menjadi anak yang pintar dan membanggakan kedua orangtuamu. Ibu sangat menyayangi mu, Lucas.

"Bayimu sangat persis seperti ayahnya ya," ucap ibu. Aku mengangguk saat Lucas sedang menyusu kepadaku. Lucas memang sangat persis seperti ayahnya.

"Lebih baik kau pertemukan Lucas dengan ayahnya, Poppi. Walaupun kau sangat benci kepadanya, tidak baik anak tumbuh tanpa mengenal ayahnya. Terlebih lagi ayahnya masih hidup."

"Tentu ibu, tapi bukan sekarang. Alden belum bebas dari hukumannya. Mungkin setelah dia bebas, aku akan mempertemukannya dengan Alden. Ibu tenang saja," ucapku.

"Baiklah, terserah dirimu. Apapun yang membuatmu bahagia, ibu akan ikut bahagia. Sekarang, lihat anakmu terlihat sangat kelaparan. Lucunya dia saat minum susu. Tenang saja, cucu nenek, ibumu masih punya satu susu lagi."

Ibu memindahkan posisi Lucas untuk meminum susu di payudaraku satu lagi, dia terlihat sangat kelaparan. Aku menyayangimu dengan segenap hati ibu.

Jangan lupa untuk selalu memberikan dukungan kalian terhadap cerita ini, dengan vote dan komentar!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa untuk selalu memberikan dukungan kalian terhadap cerita ini, dengan vote dan komentar!

Salam Cinta,
Andearr 💖

Pertinacious [TERBIT E-BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang