Cyara POV
Dua bulan kemudian
Dengan tangan bergetar serta mengucapkan bismillah berkali-kali aku membalikan tespek yang lima belas menit lalu aku gunakan untuk melakukan tes kehamilan. Sengaja aku menyimpannya dengan membalik indikator. Biar hasilnya lebih surprise. Dan untuk kedua kalinya aku mendesah kecewa. Hasilnya masih satu garis dan itu artinya bulan ini hasilnya masih sama dengan bulan lalu. Negatif.
Bulan lalu setelah 4 hari terlambat datang bulan aku sudah sangat senang sekali, tapi sebelum aku sempat melakukan tes si tamu bulanan malah sudah datang. Bulan ini aku sudah terlambat hampir satu minggu, tapi hasilnya ternyata masih negatif. Aku membuang tespek ke dalam tempat sampah dan tiba-tiba saja aku merasakan sesuatu keluar dari area kemaluanku dan ternyata benar saja, si tamu bulanan itu kembali datang. Aku mengambil pembalut dan celana dalam di dalam laci lemari kabinet di kamar mandi, mengganti celana dan memakainya. Lalu keluar dari kamar.
"Kenapa?" tanya Praditya yang baru saja pulang dari nge-GYM. Akhir-akhir ini Praditya memang sering berolahraga bersama Bagas di fitnes center di apartemen.
Aku melingkarkan tanganku di sekeliling perut Praditya, tak perduli dia masih keringatan. "Negatif lagi, malah sekarang haid," dia terkekeh lalu mencium puncak kepalaku berkali-kali.
"Gak apa-apa! nanti kamu selesai haid, kita program lagi ya," katanya lembut. Ya Allah dia itu kenapa sih sabar banget, atau pura-pura sabar untuk menutupi keinginannya untuk memiliki anak karena gak mau menyakitiku?
"Mas emang gak mau punya anak? Santai banget sih," dia terkekeh lagi.
"Ya mau lah, masa enggak. Cuma aku sih santai. Aku itu hidup sama kamu bakalan seumur hidup aku, jadi masih ada ratusan kali kesempatan untukku untuk punya anak sama kamu. Kalau bulan ini gagal, masih ada bulan depan, bulan depannya lagi atau tahun depan, santai aja," katanya enteng atau pura-pura enteng.
"Kalau bulan depan gak dapet lagi bahkan tahun depan, tahun depan dan tahun seterusnya gak dapet gimana?" dia diam tapi kemudian tersenyum lalu mencium puncak kepalaku lagi.
"Ya berarti memang takdir kita memang Cuma berdua. Jadi ya santai aja, aku gak apa. Mau punya ataupun gak punya asal tetap sama kamu, aku gak apa," enteng banget kan ngomongnya. Tapi justru itu malah menusuk relung hatiku. Sumpah. Ini mencabik harga diriku sebagai seorang perempuan.
"Udah ah, kamu harus tetep happy. Gak boleh stres dan tetep positif thingking. Kita juga gak diam. Tiap hari kita berdoa dan gak berhenti berusaha, jadi gak usah suudzon sama Allah, insyaAllah, kalau sudah waktunya pasti Allah mudahkan," katanya. Dan hanya kata-kata itulah yang selalu sukses membuat aku lebih tenang.
Iya Allah kan maha baik. Jadi insyaallah semua akan indah pada wkatunya.
***
"Anak itu hak prerogratifnya Allah lo sayang, jadi kita harus percaya kalau Allah sudah menentukan waktu yang tepat," kata Bunda saat aku bertandang ke rumahnya saat makan siang. Sejak pagi moodku memang berubah random. Entah karena aku sedang PMS atau karena tespek yang lagi-lagi negatif dan tiba-tiba si tamu bulanan datang bagaikan tamu tak diundang. Entahlah.
"Semua yang Adit katakan bener kok, kalau dia santai ya karena dia merasa masih banyak waktu untuk kalian. Kalian baru nikah 2 bulan, jadi ya santai aja. Bunda dulu punya kamu harus nunggu setahun," katanya.
"Iya tapi kan itu karena Bunda sama Ayah LDR, jadi ya wajar kalau agak lama dapetnya," kataku masih cemberut. Eh, bunda malah tertawa lalu menyerahkan potongan buah ke arahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still My Home
Romance"Sayang, dengerin aku!" aku membalikan tubuh Cyara. "Aku akui aku salah, Zaskia tadi datang, suaminya selingkuh, dia bilang dia hanya butuh teman bicara untuk mendengarkan keluh kesahnya, aku gak banyak menanggapi karena memang bukan urusan aku dan...