#7

149 27 6
                                    

✿✿✿

Dafi membayar taxi lalu turun dan segera masuk ke dalam rumahnya. Ia melihat motor Iqbal dan Devan terparkir di halaman rumahnya. Itu artinya Devan dan Iqbal sudah sampai. Mereka sengaja berkumpul untuk membicarakan masalah ini, Dafi segera menuju kamarnya karena pasti Devan dan Iqbal ada di dalam kamarnya.

Dafi membuka pintu kamarnya, Dafi melihat Devan sedang duduk santai di kursi tempat Dafi belajar. Sedangkan Iqbal, ia sedang rebahan di atas kasur milik Dafi, Iqbal sibuk memainkan handphonenya. Dafi hanya menghela nafasnya berat, ia sudah terbiasa melihat pemandangan seperti ini sejak SD. Dafi, Devan, dan Iqbal memang sudah berteman dari kecil. Jadi, Dafi sudah mengetahui sifat-sifat dari para sahabatnya ini. Sedikit menyebalkan, namun Dafi sangat bersyukur memiliki sahabat seperti Devan dan Iqbal, karena mereka berdua selalu ada saat Dafi sedang susah maupun senang.

Mereka berdua tidak sadar bahwa Dafi ada di dalam kamar tersebut dan sedang memperhatikan mereka. Devan melirik ke arah Iqbal, ia melihat Iqbal tengah sibuk bermain game di handphonenya. Devan bangun dari duduknya, ia ingin pergi ke kamar mandi. Namun saat ia berbalik badan, ia melihat Dafi sudah ada di depan pintu sedang menatap ke arahnya dengan tatapan dingin.

"Bal kayanya kita dalam bahaya nih,"

"Dalam bahaya? Maksud lo apa sih?" Ucap Iqbal yang masih sibuk dengan handphonenya.

"Liat ke pintu sekarang!"

"Ada apaan emang sih?" Iqbal melihat ke arah pintu dan ia mendapati Dafi sedang berdiri mentap mereka berdua dengan tatapan dingin seperti elang ingin memangsa makannya.

Mereka berdua hanya tersenyum lebar dengan tidak merasa bersalah.

"Eh Dafi, ngapain berdiri di situ sini duduk," ucap Iqbal sambil menepuk kasur milik Dafi.

"Harus banget di kamar gua?"

"Kamar lo itu tempat paling pw Daf..." Ucap Devan dengan sungguh-sungguh.

Dafi mendecak pelan, ia beralih menatap Iqbal.

"Gimana?"

"Udah beres ko Daf, gua udah kasih keterangan lengkap,"

"Bagus."

Hening tidak ada pembicaraan di antara mereka bertiga, mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Bal, Daf," ucap Devan memecah keheningan diantara mereka bertiga.

Dafi dan Iqbal menoleh ke arah Devan, mereka menaikan sebelah alisnya. Devan yang sudah paham dengan kode tersebut pun melanjutkan ucapannya.

"Kira-kira kita dihukum ga ya? Soalnya tadi kan kita main pergi aja,"

Dafi dan Iqbal baru ingat, mereka semua keluar sekolah saat masih jam istirahat. Namun Dafi dan Iqbal terlihat sangat tenang. Mereka tidak ada perasaan cemas atau khawatir sama sekali.

Devan menatap para sahabatnya dengan bingung, kenapa Dafi dan Iqbal tidak khawatir sama sekali.

"Lo lupa apa gimana sih Van? Besokkan weekend. Lagian kan lo anak dari kepala yayasan, ya mana mungkin bakal di hukum." Ucap Iqbal.

"Matamu, kalo ada guru yang lapor ke orang tua gua gimana?"

"Ga tau, itu urusan lo," ucap Iqbal dengan santai.

Devan menggelengkan kepalanya melihat kedua sahabatnya ini, ia merasa dimanfaatkan oleh mereka berdua.

"Gua ngerasa kalo gua ini cuma dimanfaatin sama kalian berdua,"

"Baru sadar?" Tanya Dafi.

"Engga, udah dari lama" jawab Devan dengan jujur sambil memegangi dadanya.

Before Meet You [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang