Part 10

1.2K 116 48
                                    

.

                        🌾🌾🌾🌾

Perlahan tapi pasti mata yang hampir 48 jam tertutup itu mulai membuka perlahan, bergerak semu awalnya sebelum akhirnya terbuka sempurna. Seperti ingin mengingat yang terjadi, tangan pemilik mata itu memegang pelan kepalanya. Sisi wanita itu sudah bangun dari tidur panjanganya.
"Akhh" ringisnya kala tubuhnya kembali ambruk saat hendak duduk.

"Kau masih lemah, jangan banyak bergerak" Sisi membelalakan matanya mendengar suara berat yang ia tau siapa pemilik suara itu berada persis di hadapannya, keadaan yang jauh dari kata baik, di tambah keadaan tamaram membuatnya tidak  melihat, ada sosok yang dari tadi mengamatinya dari jarak yang sangat dekat.

" Oh maaf, aku hau" belum menyelesaikan ucapannya, Digo sudah berdiri keluar kamarnya, dan tak lebih dari 5 menit ia sudah kembali dengan sebotol air mineral dan gelas. Ia meletakkan kedua benda itu di semping Sisi, setelahnya duduk tepat di hadapan istrinya itu berniat membantunya duduk.

Tubuh Digo membeku, kala tubuh Sisi lansung jatuh di pelukannya saat membantu wanita duduk, bukan karna posisi mereka saat ini membuat Digo membeku, namun karna tubuh istrinya itu seolah tak memiliki kekuatan apapun walau hanya menopang tubuhnya sendiri.
Mengendalikan diri, Digo dengan pelan membenarkan posisi Sisi dengan membuat sandaran dari bantar terlebih dahulu, setelahnya ia menyandarkan pelan dan hati-hati tubuh istrinya di sandaran ranjang, jangan tanya apa yang Digo rasakan, ia sendiri tak bisa menjawab apa yang ia rasakan, yang ia tau apa yang di tanggung tubuh lemah di hadapannya saat ini adalah hasil dari ulahnya sendiri.

" Ini" guman Digo pelan, Sisi mengambil pelan gelas yang diulurkan Digo, sekilah ia tersenyum, namun mata Digo tidak buta, ada linangan air mata di mata milik istrinya tersebut. Airmata itu akhirnya jatuh seiring jatuhnya gelas berisi air itu dari tangannya.

Digo tersenyum miris, mengambil gelas yang menggelinding di tubuh istrinya dan membantingnya kuat sampai tak berbentuk, batinnya kembali berperang akan pemandangan di hadapannya,  Mengindahkan apa yang tengah berkecamuk,  Digo dengan cepat mencopot satu persatu pakaian yang melekat di tubuh istrinya, setelahnya ia membalutkan selimut ke tubuh polos istrinya   dan mengangkat tubuh lemah itu dari ranjang itu menuju kamar pribadinya

Inilah pertama kali nya ia membawa Sisi kekamarnya, karna selama ini ia selalu mendatangi Sisi di kamar yang memang sejak awal ia sediakan untuk wanita itu. Sampai di kamarnya ia meletakkan tubuh Sisi pelan dan hati-hati, setelahnya ia berlari keluar kamarnya, mangambil air sembari menyuruh pelayan membuatkan bubur, sebenarnya di kamarnya ada lemari pendingin, namun kondisi Sisi tak memungkinkan untuk ia beri air dingin.

Sampai dikamar, ia langsung meminumkan air yang ia bawa pada wanitanya itu, ia tak mau ambil resiko dengan kembali membiarkan Sisi minum sendiri. Sementara Sisi ia hanya diam akan perlakuan Digo.
Halnya Sisi, Digo juga melakukan aksi bungkam, tak ada satu kata yang keluar dari mulutnya saat membantu istrinya minum, yang ia lakukan hanya menatap lekat wajah istrinya. Sisi  yang mengetahui Diigo menatapnya memalingkan pandangannya, namun menangkap pigura yang berukuran lumayan besar menjadi penghias dinding di samping kanan kamar milik Digo, sejenak ia terpaku akan apa yang ia lihat
" Fifian" batinnya lirih
" Kau berungtung karna dicintai Digo, cinta yang takkan pernah aku dapatkan, cinta yang hanya ada dalam anganku. Maaf karna orang tuaku kalian menjadi terpisah, tapi, percayalah aku takkan mungkin mengantikanmu di hati Digo, meski ingin namun aku tidak memiliki keberuntungan dalam hal cinta" 

" Jangan fikir macam-macam" ucapan Digo yang sedari tadi mengikuti pandangan Sisi membuyarkan lamuman wanita itu, ia mengalihkan pandangannya kembali pada Digo

" Tidak, aku tidak berhak berfikir macam, disitu memang tempatnya, dan aku tau ia juga yang kau harap berada di tempatku saat ini, tentu tidak dengan stuasinya, kau harus tau, aku ini cukup tau diri akan siapa diriku, dengan begitu  aku takkan sakit oleh apapun" jawab Sisi tersenyum lemah, nampak kembali menutup matanya, sementara
Digo hanya menggertakan giginya mendengar apa yang di katakan wanita yang notabene berstatus istrinya tersebut.

" Makan dulu" itulah kata yang kembali terucap dari mulur Digo setelah beberapa saat kesunyian mengambil alih keadaan. Digo tau istrinya itu tidaklah dalam keadaan tidur walau ia tengah memejamkan matanya.

" Aaakk" intruksi Digo mengangkat sendoknya
" Biar aku aja Go, aku sudah kuat" ucapnya pelan, itu mungkin yang Sisi rasa, aneh rasanya melihat perhatian yang di berikan Digo
"Apa susahnya buka mulut" ucapnya jawab Digo Datar. Kepalanya jauh dari kata baik, akhirnya Sisi hanya mengikuti apa yang dikatakan suaminya itu ia membuka mulutnya dan mencoba menelan bubur itu dengan susah payah, air mata yang berlinang di kelopak matanya.

" Ke

" Tolong air" Digo urung melanjutkan pertanyaannya, lantas langsung memberikan apa yang di minta istrinya.

" Go tolong kasih air lagi buburnya" pinta Sisi pelan setelah air melewati tenggorokannya.

" Kau gila,   aku tidak sebiadab itu memberimu makan tak layak, bubur ini sudah sangat lembek apa jadinya kalau aku tambah air"jawab Digo cepat, ya. Sisi tau walau selama ini Digo berlaku kasar dan selalu merendahkannya dengan segala cacian, namun laki-laki itu tak pernah memberinya makanan tak layak.

" Kau tau aku sangat lapar sekarang, tapi aku tidak bisa menelan bubur itu, aku ingin makan, setidaknya untuk menggajal perut sampai aku sedikit pulih" Sisi nematap Digo memohon, airmatanya jatuh kasar, bukan karna makanan yang nantinya akan ia makan, namun menangisi dirinya ternyata orang yang kurang bersyukur, saat sehat semua makanan tersedia, tapi ia mengabaikannya. Sementara Digo dengan tangan gemetar ia mencampurkan air di mangkok bubur milik Sisi,
matanya merah melihat bubur bercampur air itu, hatinya serasa diremas, bagaimana mungkin iya tega memberikan makanan seperti ini pada istrinya, sejahat jahatnya perlakuannya terhadap Sisi, tak pernah ia berfikir akan melakukan hal ini, namun keadaan memaksanya,

"Ya Tuhan" Digo membatin kembali menyuapi Sisi. Setelah beberapa sendok, Sisi mengatakan sudah kenyang, dan Digopun kembali mengantarkan bekas makanan Sisi ke dapur, walau bukan itu tujuan utamanya.
Digo meletakkan mangkok bubur ditangannya di atas meja, setelahnya  mencicipi bubur yang masih tersisa di mangkok tersebut, beberapa saat setelahnya ia memegang perut 
dengan cepat ia membuka lemari es mengambil minuman dingin, setelah mimum yang ia lakukan hanya tertunduk di depan lemari es itu, entah apa yang ada di pikirannya saat ini hanya ia yang tau,  namun saat ia mendongkakan kepalanya nampak laki-laki menghapus sesuatu dimatanya, ia membalik badannya menatap sengit dengan rahang mengeras ke arah mangkok bekas bubu milik istrinya tadi, dengan langkah lebar ia mengambil mangkok berukuran sedang itu dan

Praaangg

Kedua kalinya bunyi pecahan menggema di kesunyian malam. Siapa pelakunya, siapa lagi kalau bukan Digo Alexander pemilik rumah tersebut.

Cinta diujung JalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang