Part 6

2.4K 218 3
                                    


Seminggu berlalu setelah kejadian udang di balik batu yang terpecahkan itu. Dan selama seminggu itulah, Arkan Prabu Aksara selalu mencoba berbagai cara agar bisa dekat dengan Shefira.

Seperti minggu pagi ini, ponselnya sudah berdering, menandakan ada seseorang yang meneleponnya. Id caller Bapak yang Terhormat terpampang jelas dilayar handphone. Shefira tak berpikir dua kali untuk menggeser tombol merah. Benar benar mengganggu. Salah apa sih ia sebenarnya, hingga terus dihubungi macam tagihan hutang begini. Frustasi Shefira yang bertepatan dengan deringan ponselnya-entah yang keberapa- yang membuatnya ingin menjedotkan kepalanya ke tembok.

'Alhamdulillah. Akhirnya diangkat.' Terdengar suara penuh kelegaan diseberang telepon yang membuat Shefira memutar bola mata malas.

Shefira masih belum berniat menjawab. Dan salam diucapkan dari seberang telepon.

'Assalamualaikum Zeya, good morning.' Shefira masih enggan menjawab hingga teguran disampaikan oleh lelaki yang tersambung telepon dengannya itu.

'Kalo salam tuh dijawab. Dosa. Udah didoakan tapi tidak membalas mendoakan.' Ceramah Arkan.

"Kata siapa saya nggak jawab. Saya jawab salam dalam hati ya pak, tau apa anda." Ketus Shefira.

Kekehan pelan terdengar di telinga Shefira. 'Keluar gih. Saya didepan rumah kamu.'

Demi apa?! Ini baru pukul 5 kurang dan dia nongkrong didepan rumah orang. Shefira beranjak untuk menyibak gorden jendela. Dan.... yah, dia berdiri disana, memandang ke arah jendela yang baru saja ia buka gordennya dengan tangan melambai dan senyum tak jelasnya. Dimana orang dingin dan arogan beberapa minggu lalu. Sebal Shefira.

Shefira menutup sambungan teleponnya dan membasuh muka di kamar mandi. Memang tidak jelas itu orang.

-------------
"Ajak kamu lari pagi." Begitu kata Arkan setelah ditanya 'apa maunya' oleh Shefira.

Dan disinilah mereka. Di alun-alun kota yang memang ramai. Jujur saja, Shefira belum pernah lari pagi sampai ke alun-alun kota seperti pagi ini. Ia akan lebih banyak menghabiskan waktu di kamar. Jangan protes, karena disana juga Shefira bekerja.

Suasana hati perempuan berhijab itu seketika menghangat. Melihat orang orang bersenda gurau dan berinteraksi satu sama lain. Bercanda dan bersenang senang. No. Shefira bukan jenis manusia introvert yang menyendiri, karena dulu sewaktu kuliah, temannya membludak, entah itu teman sekelas, sejurusan, sefakultas, se-universitas, hingga kampus lain yang ia datangi semasa jabatannya menjadi sekretaris umum BEM.

Merasa diperhatikan, Shefira menoleh ke samping kirinya. Umpatan dalam hati hendak terluncur begitu melihat Arkan yang memandanginya dalam jarak cukup dekat. Seketika Shefira gugup, dan dengan kikuk mengalihkan kembali tatapan ke arah depan.

"Lari pagi kayak gini emang enak. Melihat banyak orang. Menghirup udara pagi yang segar. Menatap mentari yang masih malu malu memunculkan diri." Kata lelaki disamping kiri Shefira tersebut.

"Heem." Singkat Shefira. "Jujur saja, ini pertama kalinya aku lari pagi sampai ke alun alun gini setelah selesai kuliah. Dulu waktu kuliah, sering sih jalan pagi. Sama temen. Kadang sore juga. Tapi ya gitu, setelah kuliah aku bener bener nggak bisa mengalihkan jemariku pada keyboard." Kekeh Shefira yang tanpa sadar telah sedikit membuka diri pada Arkan.

Sedangkan Arkan, tersenyum kecil penuh arti begitu Shefira berkata panjang tanpa gerutuan. Tak sia sia ia datang ke rumah gadis itu setelah subuh tadi.

"Kalo aku, dulu malah nggak sempet gitu sama temen temen sewaktu kuliah di California. Lebih banyak kami.... ya kamu taulah kehidupan bebas di luar negeri. Masuk keluar kelab adalah hal yang lumrah." Arkan sebenarnya enggan mengatakan ini, namun ia sudah tersesat dengan perkataannya sendiri.

DEADLINE (Kejar Jodoh) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang