Part 14

2.1K 175 1
                                    


Happy Reading...
Sorry for typo.

Disinilah Arkan sekarang. Duduk berhadapan dengan kedua orang tua Shefira. Walau calon istrinya sudah meyakinkan Arkan jika ia sudah mengantongi restu, tapi tetap saja Arkan gugup. Seolah senyum hangat ayah dan ibu Shefira masih membuatnya tegang.

Sambil menautkan kedua tangannya yang dingin, Arkan pun mengutarakan maksudnya datang kemari.

"Ayah, itu ehm maksud saya, saya-" Kalimat Arkan terintrupsi oleh tawa nyaring Ayah Shefira. Ibu Shefira pun ikut memandang geli Arkan, yang langsung membuatnya salah tingkah. Berbanding terbalik dengan Shefira yang malah memandang kearahnya dengan kesal.

Mengulangi perkataannya, Arkan pun membuka suara lagi, lebih tenang dan yakin. "Saya disini bermaksud untuk melamar putri Ayah sebagai istri saya." Arkan menjeda kalimatnya. Ia pikir, kalimat tersebut sudah layak mendapat balasan, namun ketika mengetahui arti pandangan ayah Shefira yang kurang yakin dan menatap dengan serius, Arkan tau kalimat tadi belum cukup.

"Saya tau banyak kekurangan yang ada pada diri saya. Saya bukanlah pria baik baik. Masa lalu saya sungguh penuh dengan maksiat. Saya juga tidak berani berjanji untuk tidak membuat Zeya menangis. Apalagi untuk bersumpah membuatnya tersenyum setiap hari. Namun, saya akan berusaha semampu saya untuk mempertahankan keluarga kami nanti. Saya akan belajar menjadi imam, suami, dan ayah yang baik kelak. Jadi, Arkan mohon pada ayah dan ibu untuk merestui dan menerima lamaran saya." Tegas Arkan seraya memandang Shefira dengan penuh keyakinan.

Jantung Arkan berdetak kencang karena tidak jua mendapat balasan. Keyakinan yang tadi tumbuh kembali redup. Bahkan ia lupa jika Shefira sudah mengatakan padanya bahwa restu dari orang tuanya sudah ada, tapi-

"Ya ampun Arkan, lucu banget sih kamu." Gemas ibu Shefira. "Ayah, jangan godain Arkan terus, kasihan tuh keringet sebiji jagung udah muncul didahinya." Lanjut beliau sambil mencubit lengan suaminya.

"Nak Arkan. Saya sebagai ayah Shefira tentu saja merestui. Jangan menghakimi masa lalu karena itu sudah berlalu. Saya tau dan saya mengerti. Yang terpenting, kamu sudah berusaha untuk berubah." Ya, hanya kalimat itu yang mampu membuat Arkan menghela napas lega. "Oh ya, Ayah mau tanya, Shefira bilang kamu ada urusan diluar negeri satu tahunan, jadi nak Arkan berencana menikah setelah itu atau bagaimana?"

"Saya ingin menikah dengan Zeya sebelum pergi ke California, Ayah. Kira kira 5 harian lagi. Nanti malam atau besok, saya akan mengajak ayah saya untuk melamar dengan resmi. Apakah ayah mengizinkan?" Tanyanya ragu dan berharap harap cemas.

"Saya menyerahkan nya pada putri saya kalau mengenai itu. Saat saya tadi sudah mengatakan merestui, maka nak Arkan sudah saya anggap mengemban sebagian tanggung jawab atas hidup Shefira. Saya menyerahkannya kepada nak Arkan, namun sekali saja putri saya mengatakan ingin berpisah, saat itu juga saya yang bertanggung jawab sepenuhnya atas Shefira." Terang Ayah.

"Ayah." Panggil Shefira lirih sambil meneteskan air matanya. Mendekati sang ayah dan memeluk erat beliau. Dan adegan haru didepan mata malah turut me-melow kan suasana.

"Saya sanggup, Ayah untuk diberi tanggung jawab tersebut." Tegas Arkan sekali lagi.

"Ibu seneng banget." Antusias Ibu Shefira menginterupsi kegiatan pelukan ayah dan anak. "Akhirnya, deadline nya Shefira terpenuhi. Cie, yang katanya bodo amat sama nikah, akhirnya sadar juga. Sebelum sama Arkan, jatuhnya malah sama Jayden, ya selain bertepuk sebelah tangan, juga nggak mungkin sama sama." Cerita ibu tanpa sadar dan langsung menyengir setelah mendengar Shefira memanggilnya dengan wajah pias dipelukan sang ayah.

Arkan yang merasa tak beres pun langsung bertanya, "Siapa Jayden?" Dua kata tanya yang membuat Shefira tak bergeming sambil mengunci tatapan masih pada sang ibu.

"Oow. Kamu belum cerita?" Kaget sang ibu dengan tatapan bersalah.

--------

"Jadi?" Arkan masih saja menanyakan hal tadi. Saat ini mereka sedang berada di mobil untuk membeli makan malam.

"Temen." Jawab Shefira singkat, yang malah membuat Arkan semakin geregetan.

"Zeya." Tekan Arkan yang membuat Shefira mau tidak mau menceritakan segalanya.

"Dia temen kuliah aku. Beda fakultas. Tapi selalu bareng bareng saat ada kegiatan bem dan kegiatan mahasiswa lainnya. Sama sama jadi aktivis membuat kami makin dekat. Aku juga nyaman. Hingga lama lama aku makin bergantung sama dia. Dia baik, perhatian-

"To the point Zeya." Potong Arkan. Dadanya panas mendengar Shefira menyebutkan sifat sifat Jay- dia.

"Dia lanjut di S2. Sebelum wisuda aku terang terangan bilang suka sama dia. No, aku bukan pengen jalin hubungan. Hanya pengen ungkap in perasaan aja. Trus dia bilang kalau dia udah punya tunangan. Selain itu, ayah dan ibu juga nggak bakal merestui sih. Keyakinan kami beda. The end." Tutup Shefira.

"Masih kontak an?" Arkan bertanya dengan ogah ogahan. Ia ingin mendengar jawaban 'tidak' dari calon istri nya itu.

"Enggak. Terakhir kali 3 tahun lalu. Ucapin happy wedding." Jantung Arkan mulai mereda. Yah, walau nggak tau apa yang terjadi kedepannya, tapi ia yakin Shefira akan memilihnya.

"Masih cinta?" Tanya Arkan sekali lagi. Untuk memastikan saja.

"Iya, selalu." Santai Shefira yang langsung dipelototi Arkan. Arkan yang merasa tegang pun mulai menepikan mobil dan memandang tak percaya pada Shefira, gadis yang baru tadi menerima lamarannya.

"Sama Jayjay itu?" Suara Arkan naik beberapa oktaf. Bukan membentak, Shefira tau itu adalah sebuah refleks keterkejutan semata.

"Bukan, sama kamu." Jawab Shefira membalas tatapan Arkan lama sambil menyelami arti tatapan masing masing.

Tak perlu hitungan menit untuk melihat perubahan raut wajah Arkan. Tiga detik setelah kalimat Shefira terucap pun ekspresi Arkan dapat ditangkap. Ekspresi salah tingkah yang membuatnya seperti orang bodoh. Melihat ekspresi jail Shefira, Arkan pun segera mengalihkan tatapan sambil menenggelamkan kepalanya di stir mobil.

Shefira tertawa lepas. Ia baru tahu jika Arkan semenggemaskan ini saat salting. Oh God, he so cute. Batin Shefira.

"Aku nggak boong. Aku masih dan selalu cinta sama kamu. Bukan jayjay." Ulang Shefira yang menghentikan gerakan Arkan untuk melajukan mobil. Arkan pun masih tersenyum salah tingkah dengan muka yang semakin memerah. Sekuat hati menahan diri atas pikirannya yang ingin mencium Shefira, dan melakukan mobil dengan tak nyaman.

"Aku nggak boong." Pancing Shefira sekali lagi yang langsung ditanggapi Arkan.

"Be quiet. Atau jangan salah in aku kalau aku bakalan khilaf setelah ini." Ancam Arkan yang sama sekali tak meredakan tawa Shefira.

Tbc. . .

Minta vote dan komennya dong. Biar semangat lanjutin nih cerita.

DEADLINE (Kejar Jodoh) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang