Part 3

2.7K 227 2
                                    


Hallo readers, i am comeback
Happy reading....

Seorang lelaki tampan terlihat sangat serius menghadap komputer canggih dengan jemari yang terus mengetikkan sesuatu di keyboard nya. Kemeja yang tadinya rapih, sudah tampak sedikit lusuh dengan melipat bagian lengannya sampai siku. Jangan abaikan juga dengan dua kancing kemeja yang sengaja dibuka dan dasi yang miring ke kanan.

Terdengar ketukan pintu dari arah luar, yang langsung di tanggapinya. Seorang perempuan yang sangat dikenalinya masuk dengan wajah datar dan langkah anggun.

"Lo kesini? Kok nggak ngabarin gue dulu?" Tanya laki laki tersebut yang bernama Arkan Prabu Aksara.

"Ada keperluan sama lo sih. Bentaran doang." Jawab sang wanita singkat sembari duduk di sofa ruangan tersebut setelah dipersilahkan.

"Apa ada emang, Va? Penting banget ya sampai harus ke kantor gue." Tanya Arkan kepada teman akrabnya, Vaudy sambil ikut duduk di sofa.

"Kebetulan aja ada urusan disekitar sini." Vaudy nenghadap ke arah Arkan dan mulai ke topik.

"Gimana tawaran gue? Lo terima? Soal ketersediaan lo jadi narasumber sahabat gue, si Shefira." Vaudy sangat penasaran akan jawaban Arkan. Kalau dia tidak merenungi betapa nelangsanya Shefira tentang tuntutan kawin dari sang ibunda Shefira, tentu saja Vaudy enggan mendatangi kantor Arkan yang membutuhkan waktu 3 jam dari rumahnya. Ada urusan si sekitar sini? Itu adalah bullshit yang memang sengaja Vaudy utarakan. Entah mengapa Vaudy yakin jika orang dihadapannya ini adalah akhir penantian dari seorang Shefira mencari jodoh.

Dalam hati Arkan tersenyum. Ingin sekali ia mengiyakan dengan cepat saat ini juga. Namun, Arkan tidak mau terlalu agresif mendekati Shefira. Dengan meredakan debaran dada, Arkan pun menjawab "Gimana ya. Gue bukannya gimana gimana, tapi-

"Udah deh, terima aja. Dia bukan penulis abal abal. Jadi nggak sia sia lo dijadiin narasumber." Potong Vaudy cepat. Dan nggak sia sia buat lo jadiin Shefira calon gebetan. Lanjut Vaudy dalam hati.

Entah kenapa sesuatu dalam diri Arkan bergetar. Dada nya membuncah tanpa sadar. Pastilah dia takkan menyianyiakan kesempatan ini, siapa tahu Allah meridhoi.

Arkan masih saja diam dan menahan senyuman yang ingin melebar. Sedangkan Vaudy sudah meringis geli mengetahuinya.

"Oke. Karena gue baik sama lo. Gue bersedia jadi narasumber buat penulis itu. Bilang ke dia minggu depan gue kosong. Untuk lebih jelasnya, lo bisa kasih nomor gue ke dia biar dia yang tanya langsung sama gue." Jawab Arkan sok cool, sebisa mungkin menyembunyikan perasaan senangnya.

"Halah nggak udah ngeles. Dunia pun tau lo tertarik sama Shefira. Walau gue agak benci sama kearoganan lo, tapi kali ini gue dukung lo." Kata Vaudy sambil mengambil tas di sebelahnya.

"Gue balik dulu. Makasih. Dan semoga lancar." Kekeh Vaudy meninggalkan Arkan yang tersenyum bodoh dibelakangnya.

"Oke. Makasih, Va." Teriak Arkan supaya suaranya dapat didengar Vaudy yang sudah melenggang ke pintu keluar.

---------------
'Minggu depan lo udah bisa wawancara. Hubungi dia kalo mau ketemu.'
'Arkan 085293******'

Itulah pesan yang baru saja masuk di ponsel Shefira.

Nama Vaudy yang muncul sebagai pengirim membuat Shefira menghela nafas. Ya tuhan.

Oke, Va. Makasih -_-

Shefira kembali mengetikkan sesuatu di laptopnya. Ini jadwal cerita kesekian yang akan di update hari ini.

Ketukan pintu menyadarkan Shefira yang baru saja mematikan laptop dihadapannya. Seorang lelaki kebanggaannya berdiri di ambang pintu dengan senyum kecil muncul dibibirnya. Kadang Shefira bertanya, bagaimana bisa ayahnya masih memancarkan aura di usia yang terbilang tua.

"Ayah, tumben ke kamar Shef." Kalimat pembuka diucapkan begitu saja kepada sang ayah tercinta.

"Heem." Dehem sang ayah sambil mendudukkan diri di ranjang putri semata wayangnya. "Ayah pengen ngobrol aja sama Shef. Sini duduk dulu." Ajak sang ayah sambil menepuk bagian sampingnya.

Shefira menurut. Ia langsung saja duduk disana sambil menghadap sang ayah. Beliau segera saja memeluk sang putri dan mengelus rambut Shefira lembut.

"Ayah kadang nggak sadar kalau kamu udah sedewasa ini. Ayah kadang juga nggak rela kamu tumbuh mandiri dan nggak manja sama ayah lagi." Curhat sang ayah yang langsung dibalas pelukan oleh Shefira.

"Ihhh ayah. Jangan buat Shef nangis dong." Cengeng Shefira.

"Shefira udah 30 tahun. Udah jadi penulis hebat seperti cita cita kamu. Maaf kalau ayah dan ibu memaksamu kuliah hukum waktu kuliah." Sesal ayah Shefira.

"Jangan gitu yah. Justru Shef yang minta maaf. Malah buang kesempatan begitu aja untuk terjun ke dunia hukum. Padahal ayah dan ibu mati matian biaya in kuliah Shefira selama 3.5 tahun." Sesal Shefira mengingat keputusan sepihaknya untuk tidak berhubungan dengan hukum. Dengan mata perkuliahan yang sepenuh pikiran ia curahkan selama berkuliah.

"Tapi Shefira bisa nunjukin ke Ayah dan Ibu. Shefira jadi penulis hebat yang bisa buat kami bangga." Ayahnya pun mengecup puncak kepala Shefira sayang.

"Mungkin karena kekolotan ayah yang membuatmu masih sendiri. Maaf selama ini ayah nggak ijinin Shef menjalin kasih dengan pria. Ayah khawatir. Ayah takut. Kamu satu satunya putri ayah." Ayah menjeda kalimatnya. "Ayah sekarang harus yakin untuk melepasmu. Membiarkanmu mencari pendamping hidupmu. Maaf kalau kekangan ayah dulu malah membuatmu enggan menjalin hubungan." Kata sang ayah lirih.

"Bukan salah ayah kok. Kan emang kita tidak boleh berpacaran karena itu haram. Bukannya ayah juga bilang jika suatu saat nanti jika ada seseorang yang benar benar mencintai Shefira, pasti dia akan punya mental buat minta Shef sama ayah. Udah dong yah." Shefira menggenggam tangan ayahnya erat. Berharap kepiluan sang ayah sirna.

"Iya, kamu benar." Shefira sedikit bingung melihat perbedaan nada suara sang ayah.

"Huh. Ayah sebal sama ibumu. Ibumu berpikir kalau kamu masih sendiri sampai sekarang karena larangan ayah dulu. Lagian kan ayah hanya membatasi sampai kamu lulus kuliah. Bukan sampai 30 tahun. Tapi ingat tetap harus jaga diri. Boleh mengenal tapi jangan bersentuhan. Bukan mahrom." Tegas sang ayah.

Ayah Shefira berdiri dan beranjak dari kamar Shefira setelah mengucapkan kalimat tersebut. Namun, sampai depan pintu, Ayahnya berhenti dan tersenyum jenaka ke arah Shefira.

"Shef, sepertinya ayah juga siap gendong cucu." Shefira memasang wajah pias namun seketika ia membuka mulutnya dan melongo. Jangan jangan ayah sekarang mendukung ibu untuk-

"Tahun ini, ayah siap untuk menjabat tangan calon menantuku di KUA."

Seperti dugaan. Sebelum Shefira berteriak ngaring, sang ayah segera saja menutup pintu kamar itu dan menghindar sejauh mungkin sambil menutup telinga menggunakan tangan.
Satu.....dua.....ti-

"AYAHHHHH..... AYAH SEKONGKOL SAMA IBU....."

Teriakan itu menggema ke seluruh ruangan bahkan tetangga sebelah rumah sudah berlarian dari rumah masing masing menuju depan rumah Shefira.

Mendengar kasak kusuk suara di depan rumah, Shefira segera menyingkap gorden dan langsung disuguhkan dengan pelototan para tetangga disertai cibiran cibiran yang mereka layangkan.

"Ya Tuhan...." Malu Shefira yang dengan cepat menyembunyikan tubuhnya di balik selimut. Tamatlah riwayatku. Kacau Shefira.

Tbc. . .

DEADLINE (Kejar Jodoh) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang