Part 12

1.8K 180 3
                                    

Happy reading and sorry for typo

Arkan keluar dari bandara dengan perasaan bahagia. Rindu yang tak terbendung terhadap Shefira seolah tumpah ruah. Senyum lima jari mengembang di wajahnya yang berseri, membuat Pak Slamet, sopir pribadinya geleng geleng kepala.

Namun hal tersebut terinterupsi karena sebuah panggilan telepon dari sang papa yang menyuruhnya datang ke rumah karena ingin membicarakan hal penting yang pasti berkaitan tentang kerjaan dan perusahaan. Seolah masih saja kurang puas atas hasil kerja keras Arkan selama seminggu diluar negeri.

Tanpa membantah sedikit pun, Arkan pun meminta Pak Slamet untuk putar arah ke rumah Papanya. Mengurungkan diri untuk berkunjung ke rumah Shefira untuk meluapkan rindunya.

Dengan tampang lesu dan lelah, Arkan pun keluar dari mobil dan masuk ke kediaman Papanya. Ia benar benar ingin mempercepat pembicaraan yang entah tentang apa, supaya bisa segera menemui sang pujaan hati.

"Kenapa pah? Arkan bener bener udah capek. Mau tidur." Ujar Arkan sembari mendudukkan diri di hadapan Papanya.

"Yakin tidur? Bukannya tadi udah mau ke rumah kekasih tapi terpaksa putar arah kesini?" Sindir Sam dengan menghiraukan kekagetan Arkan.

"Papa tahu? Jangan bilang selama ini ada mata mata yang dua puluh empat jam mengawasi Arkan. Arkan akan sangat marah kalau emang benar." Sarkas Arkan tajam.

"Menurutmu?" Tanya Sam sambil menggoda Arkan yang kelimpungan. "Nggak, Ar. Pekerjaan papa banyak. Nggak ada waktu buat urus hal sesepele itu." Jawab Sam yang masih ditatap tidak percaya oleh sang anak.

"Hmmm. Ada apa papa panggil Arkan kesini? Pekerjaan lagi? Luar negeri lagi? Berapa lama? Setahun?" Tanya Arkan bertubi dengan nada tak suka yang sangat kental.

"Papa tau kamu nggak akan suka, tapi tebakan mu benar. Sempurna." Arkan langsung berdiri dari tempat duduknya dan tertawa palsu.

"Papa selama ini nggak puas puas ya. Emang Aksara's Group mau dibuat dibuat gimana lagi?" Arkan semakin emosi melihat Papanya yang masih saja tenang sambil menyesap kopinya pelan.

"Papa minta maaf. Tapi kali ini papa bener bener minta bantuan kamu. Cabang Aksara's Group di California memiliki kendala yang krusial. Selama ini pendapatan yang diperoleh dari sana sangat besar. Kita nggak mungkin melepas begitu saja. Tanpa cabang itu, mungkin Aksara nggak bakal berdiri sampai saat ini. Jansen, orang yang ku tunjuk untuk memegang cabang itu sudah resign dengan alasan kesehatan. Memilih orang untuk menggantikannya sangat sulit dan beresiko. Mungkin satu tahun cukuplah untukmu menguatkan cabang dan memilih pengganti Jansen." Jelas Sam panjang lebar.

"Kapan papa biarin aku bahagia? Tiga puluh tiga tahun aku hidup. Umur dua puluh udah urus perusahaan. Dua puluh tujuh an udah jadi direktur umum. Tiga belas tahun aku peras dan putar otak untuk perusahaan. Apa papa nggak pengen aku bahagia? Aku juga punya hidup pa. Aku pengen mikirin bangun keluarga. Bukan bangun uang dan kekayaan melulu." Arkan meledak. Ia sudah benar benar tak tau lagi harus bagaimana menghadapi ayahnya yang semakin lama semakin menuntut.

"Papa minta maaf. Tapi papa udah bilang Shefira dan dia setuju dan mendukungmu untuk mengurus masalah ini. Katanya, dia mau membicarakan hal ini setelah kamu pulang. Tolong pikirkan lagi, Arkan." Kata Ayahnya dengan nada tinggi, disaat ia sudah berlari tanpa sopan santun keluar rumah dan masuk ke mobil yang langsung melaju.

-----------

"Iya aku udah tau." Begitu kata Shefira setelah Arkan menanyakan hal tadi.

"Kenapa? Kamu juga mendukung papa untuk menuntutku? Kamu nggak membicarakan hal ini sama sekali denganku?" Tanya Arkan frustasi sambil mondar mandir didepan Shefira yang duduk manis di bangkunya.

"Aku nggak mau kamu mikirin hal lain saat kamu fokus pada satu hal." Aku Shefira.

"Sejak kapan kamu tau?" Arkan mulai mendudukkan diri di depan Shefira, mencoba menenangkan diri.

"Seminggu yang lalu." Arkan semakin frustasi dan menjambak rambut pelan. Berarti itu saat Arkan baru saja sampai di Amerika.

"Jadi kita gimana? Jika aku emang harus mengurus cabang itu, kita gimana?" Lirih Arkan sambil memandang Shefira sendu.

"Jujur, aku nggak bisa kalau harus jalani hubungan jarak jauh. Emm, mungkin kita bisa berteman dulu? Atau bisa kamu anggap meyakinkan hati dulu untuk menentukan jalan kita kedepannya?" Shefira bertanya dengan pelan dan hati hati.

"Zeya." Arkan menyentak.

"Aku tau hubungan kita bukan apa apa. Kita ada hanya karena komitmen. Tapi nggak ada yang tau kalau komitmen itu bisa aja goyah saat berjauhan kan?" Shefira menelan ludah ketika matanya bersibobrok dengan pandangan tajam Arkan.

"Semudah itu? Sesimpel itu kamu menanggapi masalah ini? Kamu suruh aku pergi dan memutus komitmen kita? Begitu?" Arkan menyeringai kejam, namun tatapan tajam yang berubah menjadi sendu penuh kesedihan tak mampu ia tutupi begitu saja.

"Arkan-

"Nggak. Aku nggak akan pergi. Aku akan tetap disini. Nggak peduli kalau cabang itu hancur. Nggak peduli kalau Aksara runtuh. Biarin aja. Aku nggak peduli kalau aku kekurangan. Serabutan pun akan kujalani kalau kita bisa bersama. Tak berhubungan jarak jauh. Ya, itu keputusanku." Kata Arkan panjang dengan terus memandang mata Shefira.

"Nggak, Arkan. Kamu tega usaha yang udah dibangun Pak Samudra dari nol hangus begitu aja? Kamu rela?" Tanya Shefira balik. "Tenang aja. Kalau kita emang udah ditakdirkan jodoh, kita pasti akan dipersatukan." Ujar Shefira.

Arkan kembali bingung. Ia tak ingin melepas cintanya. Namun, ia juga tak sanggup melepas kerja keras ayahnya.

"Pikirkan baik baik, Arkan. Ingat, jika emang jodoh, kita akan dipersatukan. Jika kita nggak jodoh, yakinlah Allah telah mempersiapkan seseorang yang terbaik sebagai pengganti." Arkan menghela napas berat mendengar tuturan Shefira.

"Oke. Aku akan pergi menangani masalah ini." Putus Arkan tegas. Ia mendekat ke arah Shefira dan dengan hati hati memegang kedua tangan Shefira yang terbalut sarung tangan.

Shefira balas menatap. Dan disitu, Arkan semakin yakin dengan keputusan nya. Arkan tersenyum sambil terus menatap mata cantik itu yang tanpa disadari oleh pemiliknya, telah menggambarkan kesakitan dan ketidakrelaan. Ya Allah, Arkan semakin melebarkan senyum dan hatinya berdebar lebih cepat.

"Namun, aku pergi bukan buat melepas kamu. Aku nggak yakin aku bisa jatuh cinta lagi. Aku ragu dan nggak berarah kalau nggak ada kamu. Aku nggak mau kita berhenti berkomitmen, aku juga nggak akan semudah itu melepas Aksara's Group. Jadi, Aku akan pergi dengan mengajakmu." Ucap Arkan yang hendak disanggah cepat oleh Shefira, namun tertahan oleh tatapan dalam dari Arkan.

"Zeya" panggil Arkan lembut. "Please, marriage with me." Pinta Arkan dengan tatapan yang sungguh sungguh.

Tbc. . . .

Uwuwww
Makasih dah baca. Dukung dengan vote dan komen dong.
Thanks you.

DEADLINE (Kejar Jodoh) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang