9. Hari Libur (2)

42 13 8
                                    

"Akankah aku akan terus berbahagia? Ataukah kebahagiaan ini hanya sementara? Seperti hadiah Tuhan untukku sebelum Tuhan memanggilku?"

********

Seharian penuh sudah Fano dan Sella berjalan jalan. Canda tawa membuat mereka berbahagia untuk hari ini. Mungkin hari ini adalah hari yang paling Sella suka. Tidak hanya Sella, menurut Fano, ia sudah lebih mengenal Sella yang lumayan tertutup padanya.

Hari ini, momen ini, sangat cocok untuk menyatakan perasaan Fano. Tapi, Fano takut jika pernyataan itu hanya membuat Sella tak nyaman dan menjauh darinya.

Dulu, sebelum bertemu Sella, tak ada satupun yang Fano takuti di dunia ini kecuali kematian. Tapi setelah bertemu Sella, bahkan untuk menyatakan perasaannya saja Fano bimbang.

Mungkin lain kali? Pikir Fano. Fano akan mencari cara agar membuat Sella berkesan dan akan selalu mengingat dikala momen itu terjadi. Tunggu saja.

"Fan, pulang yuk, nanti Mama nyariin, tadi Sella kan izinnya cuma sama Oma," ucap Sella memecahkan lamunan Fano.

"Oh yaudah ayuk. Eh tapi gak makan dulu nih?" tanya Fano dengan tatapan khawatir.

"Hm, tapi udah malem, emang gapapa?" ragu Sella.

"Ya gapapa lah. Sella mau makan apa?"

"Kenapa sih natapnya gitu banget? Hm, bingung sih, tapi yang deket aja deh Fan,"

Fano menatap Sella dengan tatapan takut takut. Fano sering melihat lihat di media sosialnya jika cowok mengajak makan ceweknya, ceweknya bakal bilang terserah. Setelah itu, cowoknya nentuin makanannya, tapi si cewek malah banyak pantangannya. Ujung ujungnya malah kelahi. Tapi jawaban Sella sukses membuat Fano tidak merasa takut takut lagi.

Semenjak dekat dengan Sella, Fano jadi lebih sering membaca tentang keromantisan pria kepada wanitanya, hanya agar membuat Sella merasa menjadi wanita yang beruntung. Fano baik kan? Yaiyalah, punya Sella kok.

Dengan riang, Sella memasuki mobil Fano. Di dalam mobil Sella hanya mengarahkan Fano ke tempat penjual nasi goreng kaki lima yang dekat dengan taman itu. Sesekali bercanda, membuat Sella merasa ingin tetap hidup, tapi jika sudah dirumah, ia ingin mati saja.

Fano tidak tau kemana arahnya tujuan Sella. Ia hanya mengikuti arahan Sella. Karena, Fano percaya Sella. Kunci hubungan langgeng itu kepercayaan bukan? Eh tapi kan belum resmi jadian ini! Yaudah ntar aja diresmiin deh.

"Fan kiri tuh."

"Kayak supir angkot gue Sell. Kiri kiri."

"Haha serius, itu tuh di kiri penjual makanannya."

"Kaki lima?"

"Iya," ucap Sella dengan mata berbinar.

"Anak orang kaya, rumah gedongan, makan di kaki lima. Gapapa emang neng? Gak malu gitu?" tanya Fano berniat untuk bercanda.

"Ya nggak lah! Mana mungkin malu makan nasi goreng seenak itu. Nih ya Fano kita tuh gak boleh kayak gitu. Kita harus memandang semuanya itu sama rata!"

"Okedeh tuan putri. Mau turun gak nih? Atau makannya disini aja?"

"Ish nggak lah! Makan disana aja tuh lebih enak."

Fano mengangguk, tersenyum sambil mengusap puncak kepala Sella gemas. Mereka keluar dari mobil dan segera duduk di tempat duduk yang sudah di sediakan. Fano pergi memesan, Fano kembali duduk di depan Sella.

"Sella," panggil Fano

Sella yang tengah menatap damai jalanan menoleh ke arah Fano.

"Hm?"

Sella terkejut melihat Fano yang tengah menatapnya serius.

"Fan? Gak usah bikin Sella takut dong!"

Fano tersadar, Fano segera mengubah tatapannya menjadi tatapan hangat, ini batu pertama kalinya Fano menatap Sella begitu serius seperti tadi. Membuat Sella takut.

"Eh, maaf Sella. Gue cuma mau nanya aja sih, soalnya gue pengen banget nanya. Tapi gue tahan karena takut lo gak nyaman," jelas Fano merasa tidak enak.

"Ya kalau Fano mau nanya, tinggal nanya aja. Fano natal Sella kayak gitu tuh yang ngebuat Sella gak nyaman," rengek Sella seperti habis dibentak.

Fano lagi lagi mengelus puncak kepala Sella. Berharap hal itu membuat Sella sedikit tenang. Fano sudah seperti abang yang sangat sayang dengan adiknya. Tapi Sella kan bukan adiknya Fano. Jadi, Fano amat sangat mencintai Sella. Fano ingin Sella akan terus bersamanya hingga maut menjemput.

"Maaf ya? Kebawa suasana aja tadi. Maaf banget," ucap Fano tulus dan memelas.

Sella mengangguk, tak lama, pesanan mereka pun datang. Tak ingin berlama lama, Sella segera memakan makanannya. Tak perlu khawatir siapa yang akan membayarnya. Ya jelas Fano lah.

Setelah selesai makan, Sella dan Fano memutuskan untuk segera pulang karena hari sudah larut malam. Sella yang masih penasaran apa yang ingin ditanyakan Fano, ia bertanya lagi kepada Fano.

"Fan, kamu mau nanya apa tadi?" tanya Sella saat Fano sudah melajukan mobilnya.

Fano menatap Sella dengan bimbang, Sella mambalas tatapan Fano dengan tatapan mengerti. Terjadilah acara tatap tatapan diantara mereka.

"Hm, gue cuma bingung aja sih, kenapa lo gak tinggal sama Oma lo aja? Soalnya keliatan banget Oma sayang banget sama lo Sell," tanya Fano dengan suara kecil, ia takut sekali jika Sella marah.

"Oh itu, jadi dulu itu, aku udah pernah tinggal sama Oma sekitaran satu minggu lah. Tapi Mama tuh kayak gak ngizinin aku buat tinggal sama Oma. Mama bilang aku cuma nyusahin aja. Mama marahnya juga gak sama aku aja Fan, Mama juga marahin Oma karena Oma tuh sayang banget sama aku. Aku cuma gak mau Mama sama Oma itu berantem cuma gara gara aku. Cukup Papa sama Mama aja yang sering berantem karena aku. Aku gak mau orang orang yang Mama sayang itu semuanya berantem sama Mama," jelas Sella dengan mata berkaca kaca.

Fano yang melihat itupun segera menepikan mobilnya dan memeluk Sella dengan penuh rasa penenangan. Fano tidak ingin, Sella merasakan apa yang selama ini dirasakan oleh Fano.

Dan mengakibatkan Sella salah jalan. Seperti Fano dulu. Jika itu terjadi, mungkin Fano orang yang paling merasa bersalah. Karena dipeluk oleh Fano, Sella bahkan sampai menangis dan terisak.

"Sella, udah dong nangisnya. Karena ini gue males banget nanya. Lo tau kan hal yang paling gue gak suka itu ya ini, liat lo nangis. Gue yang paling ngerasa bersalah Sella."

Sella buru buru menghapus jejak air matanya. Untung saja ia sudah sering menahan rasa sakit, jadi efeknya ia bisa menghentikan tangisannya dengan cepat. Sella menatap Fano dan tersenyum seolah menyiratkan "Sella tidak apa apa karena ada Fano disini".

"Boleh gue cerita?" tanya Fano dengan hati hati.

*******

nah nahh...
buat yang penasaran sama ceritanya Fano, jangan lupa vote ya! satu vote dari kalian punya makna tersendiri buat aku:)

KELAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang