1. Awal Mula

95 55 0
                                    

"Aku tidak pernah menginginkan ini sebelumnya. Tuhan, tolong aku."

**********

Asella Asraya. Gadis yang biasa dipanggil Sella, memiliki kepribadian yang baik. Gadis polos yang setiap hari mendapat penindasan oleh keluarganya sendiri.

"Ini yang dinamakan keluarga kecil? Bukankah keluarga kecil selalu mendukung? Bukannya saling menjatuhkan."

Sella menangis setiap malam hanya karena ucapan kasar ibunya. Yang tak pernah ingin Sella dengar, tetapi selalu menghantui Sella.

"Kamu itu gak pernah ingin Mama lahirkan Sella!"

Ucapan menusuk ibunya yang sangat menyakitkan untuknya. Untuk Sella, gadis yang berusia 17 tahun. Tapi ia selalu kuat. Demi Omanya.

"Biarkan keluarga kecilmu Sella. Jangan pernah fikirkan mereka. Kamu akan menetap demi Oma kan?"

Sella hanya bisa menangis dan menangis. Dia tidak mau ini. Dia tidak pernah menginginkan ini. Bisakah ia meminta kepada tuhan untuk mengambil nyawa nya saja? Atau meminta sebuah keajaiban datang kepada dirinya. Bisakah tuhan?

***********

"Sella! Cepat kemari!" teriakan Mama Sella terdengar sepenjuru rumah.

"Iya Ma."

Sella sampai ditempat suara berasal. Dan mendapati Mamanya yang sedang mengurus sarapan pagi.

"Cepet kamu siapkan makanan buat mu. Saya tidak sudi jika harus membuatkan mu juga."

"Iya Ma, Sella akan menyiapkannya."

Pagi ini, hari pertama untuk Sella menginjakkan kakinya dikelas dua. Dimana ia akan lebih fokus untuk menentukan masa depan nya.

Sehabis sarapan, Sella berangkat ke sekolahnya dengan bus. Ia ingin sekali merasakan bagaimana rasanya diantar oleh orang tuanya. Tapi ia tidak mau bermimpi terlalu tinggi dan jatuh untuk kesekian kalinya.

Setibanya di sekolah, yang Sella dapati hanya keramaian, jauh didalam hatinya ia merasa hampa. Sella bahkan tidak memiliki satu teman pun di sekolah ini.

"Ini yang namanya masa masa SMA bakal paling dirindukan? Sella bahkan gak punya satu pun teman."

Sella menghela napas.

"Berhenti berkhayal yang tidak tidak Sella!"

Sella memasuki sekolahnya, ia sangat merindukan ini. Suasana sekolah yang bisa membuatnya tenang. Sella mencari kelasnya, 11 IPA 1 dimana semua muridnya pintar pintar dan telaten.

"Oma bangga sama Sella. Sella bisa masuk di SMA Auwdies. Itu sekolah yang sangat bergengsi Sella." ucap Omanya bangga.

"Tapi Oma, Mama gak akan mungkin mau ngebiayain Sella. Sekolah itu mahal Oma." sedih Sella.

"Kalau Mama mu tidak mau, kamu masih ada Oma sayang. Oma akan membiayai kamu."

Sella mengingat itu dengan jelas. Sehingga ia tidak ingin membuat Omanya kecewa. Itu akan sangat menyakitkan untuk Sella.

Bruk.

Aduh mati! Sella menabrak seseorang. Bagaimana ini? Bagaimana jika orang ini akan memaki Sella?

"Ma... Maafin Sella. Sella nggak sengaja. Maaf. Maaf." sesal Sella.

Pria itupun pergi meninggalkan Sella begitu saja. Tanpa sepatah katapun. Sella menjadi bingung. Apa tadi ia menabrak orang bisu? Ah sudahlah. Mungkin pria itu tidak berbicara karena tidak ingin mengenal Sella.

Sella yang tadinya menunduk kemudian menatap lurus kedepan. Tidak Sella sangka ia menjadi pusat perhatian sekarang. Apa salah jika Sella hanya meminta maaf? Mereka memperhatikan Sella seolah Sella tidak layak mengatakan hal itu pada pria tadi. Ya, walaupun Sella tidak melihat jelas wajah pria tadi.

Memasuki kelas dan duduk tenang. Hal itulah yang Sella lakukan setiap masa sekolah. Tak ada yang menarik. Membosankan. Tapi Sella berjuang untuk membanggakan Omanya. Orang yang sangat perhatian pada Sella. Satu satunya orang yang Sella miliki. Ya, satu satunya. Menyedihkan bukan?

********

"Eh Fan. Tadi siapa yang nabrak lo? Cantik gak?" tanya seseorang yang menjadi teman sebangku Fano.

Perasaan Fano tadi ia tak melihat temannya ini di koridor sekolah. Apa berita tentang dirinya secepat itu meluas? Bahkan baru beberapa detik kejadian itu berlalu.

"Polos." satu kata, tapi penuh makna menurut Revan.

Revan, teman sekolah dan teman di dunia gelap Fano. Bisa dibilang, Fano dan Revan itu teman seperjuangan. Namun, Fano tidak terlalu terbuka ke Revan. Hanya saja, Revan sudah mengetahui tabiat Fano.

"Gebetan baru nih! Aduh babang Fano, gebet dong. Tipe lo itu hahaha"

Fano hanya mengangkat bahu menganggap candaan Revan hanya angin lalu. Tapi berbeda dengan teman sekelasnya. Mereka menganggap itu adalah berita terbaru.

"Eh Fan. Lo emang beneran gak mau lagi berhubungan sama mafia?" tanya Revan serius.

"Nggak. Jangan tanya alasannya karena gue gak mau kasih tau." jawab Fano dingin dengan tatapan tajam yang mengarah ke Revan.

Revan tak ingin mengacaukan harinya dengan bertanya lebih lanjut. Sudahlah. Mungkin Fano sudah tidak ingin melawan musuh musuhnya.

*******

"Hai, lo yang tadi di koridor kan?" tanya seorang perempuan dengan santainya ke Sella.

"Maksudnya?"

"Yang nabrak Fano tadi elo kan?" tanya nya lagi.

"Fano? Siapa ya?" ulang Sella.

"Lo emang bener gak tau siapa Fano? Orang yang lo tabrak tadi itu. Itu yang namanya Fano." jelas si perempuan tadi.

"Oh yang tadi. Iya itu Sella. Maaf kenapa ya?"

"Gue boleh duduk disamping lo? Kayaknya kosong nih." ucap perempuan itu tanpa menghiraukan pertanyaan Sella tadi.

"Eh iya boleh." sopan Sella

"Gue Adista. Lo bisa panggil gue Dista. Gue saranin, jangan pernah deketin cowok yang namanya Fano tadi. Kalau nggak, lo bakal kena bully dari geng yang anggotanya sok kecantikan semua." ucap Dista santai.

"Kamu ngancem Sella?"

"Itu bukan ancaman. Tapi itu yang bakal terjadi. Lo udah jadi bahan bahannya anak anak Sel. Seharusnya lo lebih berhati hati."

Ucapan santai tapi berhasil membuat Sella takut. Takut jika hidupnya akan dipersulit lagi.

Yang menjadi pertanyaan Sella ialah, Siapa pria tadi? Kenapa sampai segitunya? Ah yasudahlah. Sella tak ingin memikirkan nya lebih dalam lagi.

KELAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang