7. Masa Kelam Seseorang

30 15 1
                                    

"Jangan pernah berfikir jika hidupmu sangat menyedihkan. Percayalah, ada seseorang yang hidupnya jauh lebih menyedihkan darimu."

********

Seperti rencana, sepulang sekolah Sella akan berkunjung ke rumah Dista. Dengan menumpang di mobilnya Fano. Hanya hening, tak ada yang berani membuka suara. Fano memang benar benar seperti supir sekarang. Sella dan Dista duduk dibelakang sedangkan dirinya duduk di kursi kemudi.

Selang beberapa menit, mereka telah sampai di rumah berjejer tapi tidak seperti rumah, melainkan tempat kos.

"Dista lo ngekos?" tanya Fano bingung

"Iya," jawab Dista singkat

Sella yang tidak tau apapun memilih diam dan mengucapkan terima kasih kepada Fano.

"Iya, nanti telpon gue aja kalau udah mau pulang."

"Iya, hati hati ya Fan."

Fano tersenyum melihat kepatuhan Sella, lalu pergi meninggalkan mereka berdua. Biarlah, Sella mungkin perlu untuk mencurahkan hatinya kepada temannya, pikir Fano.

Dista menuntun Sella ke arah kamarnya yang berada dilantai atas. Banyak sekali pertanyaan yang ingin Sella tanyakan tapi ia tak berani untuk bertanya dan memendamnya saja. Mungkin nanti Dista akan menceritakannya kepada Sella, pikir Sella.

Dista membuka pintu kamarnya dan mempersilahkan Sella masuk.

"Anggap aja, kayak rumah lo sendiri. Gak ada siapa siapa kok, lo bisa leluasa. Gue ganti baju dulu ya Sell. Lo duduk aja di kasur juga gapapa."

Setelah mengucapkan itu, Dista beranjak ke kamar mandinya yang berada di dalam kamar. Dista sudah yakin untuk menceritakan semuanya kepada Sella. Sella akan terus menjadi sahabat Dista apapun yang terjadi.

Beberapa menit kemudian, Dista keluar dari kamar mandi dan mendapati Sella yang sedang melihat lihat kamarnya.

Banyak sekali foto foto keluarga Dista, tapi mengapa Dista memilih untuk tinggal sendiri? Sangat terlihat jika Dista bahagia dengan keluarganya difoto itu.

"Gue ngerti, pasti banyak banget yang lo mau tanyain. Sini deh, gue ceritain semuanya. Tapi tunggu dulu, gue mau masakin cemilan. Oke?"

Sella tertawa, "Oke oke" ucapnya.

Sekarang, Sella dan Dista sudah duduk tenang. Sella tak sabar, akhirnya Dista terbuka kepadanya. Sella berjanji tidak akan membongkar apapun tentang Dista.

Dista mulai bercerita, Sella hanya diam menyimak seperti takut ketinggalan satu kata saja.

Flashback

"Adis! Lo darimana aja sih? Capek gue nyarinya tau gak!" omel gadis itu.

Adista tertawa, menganggap sahabatnya ini terlalu lebay, takut ditinggal.

"Gue cuma dari toilet Cla. Gak usah lebay gitu deh."

"Kesel gue sama lo! Enak aja main ngilang ngilang!"

"Udah udah. Lo mau ngomel ngomel disini terus?"

"Cari makan aja yuk. Laper gue habis nyariin lo asli."

"Haha, oke oke."

Di tempat pembelanjaan itu, Dista terlihat sangat bahagia, dan temannya, Clara. Clara sangat baik, perhatian, dan sangat pengertian untuk Dista. Dista sangat amat bersyukur memiliki sahabat seperti Clara.

"Dis, nanti jadi kan? Lo ikutan kan?"

"Jadi dong, masa iya di party lo gue gak dateng."

Dista tersenyum, tapi ada satu hal yang membuat hatinya tak karuan, ia tak mengerti sebabnya apa. Dista lebih memilih untuk tidak terlalu memikirkannya.

"Yeay! Gue seneng banget!" girang Clara

Tanpa Dista sadari, Clara sudah menyiapkan rencana untuk menghancurkan masa depan Dista. Ntahlah, berlama lama pura pura menjadi sahabat Dista begitu melelahkan.

Waktu berputar begitu cepat. Perasaan Dista semakin tak karuan. Jika ia tak pergi malam ini, akan sulit baginya karena yang memiliki party tersebut adalah Clara, sahabatnya sendiri. Dista melihat ke arah jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul 21.00

"Aduh, udah jam segini lagi," gumam Dista.

Telepon Dista terus berdering. Clara terus terusan menelpon Dista memastikan agar Dista hadir di party itu. Dista memutuskan untuk pergi ke sana hanya sekedar menyapa.

Tak lama, Dista sudah tiba di acara itu dan mendapat sambutan dari Clara langsung. Clara segera membawa Dista ke meja yang ada beberapa remaja.

"Oh iya Dis, kenalin ini Arya, ini Shilla, ini Rafi, dan ini Raka. Say hai dong, gak usah malu malu gitu. Dan guys, ini Adista. Kalian bisa manggil dia Dista. Tapi jangan Adis! Karena panggilan itu cuma buat gue," Clara terkekeh.

Mereka saling berkenalan. Ternyata asik juga punya banyak teman, pikir Dista. Tapi yang membuat Dista risih yaitu Raka, sedari tadi, Raka terus terusan menatap Dista seolah menginginkannya.

Dista tak ingin minum, tapi Clara memaksanya. Sesekali, imbuh Clara. Dista terbawa, hingga Dista mabuk. Dista tak ingat apapun lagi. Pagi pagi sekali, Dista sudah mendapati dirinya tanpa sehelai benang pun di kamar hotel yang jauh dari acara itu.

Bagaimana bisa? Dista menangis sepanjang perjalanan pulang. Ia akan bertanya langsung kepada Clara. Clara harus menjelaskan.

Setibanya dirumah Clara, Dista tidak mendapatkan apa apa. Clara tidak ada di rumah nya. Kemana perginya dia? Tak lama, ada pesan masuk dari nomor yang tak dikenal.

Unknown
Gak usah cari Clara. Dia udah ke Bali. Gue yang nidurin lo kemarin.

Siapa lo? Jelasin ke gue semuanya!

Lo mabuk Dis. Dan Clara udah janji ke gue buat nidurin lo. Gue udah ngebayar lo. Ngerti?

Gila ya! Gue gak bakal nerima uang lo! Lo kira gue apaan ha!

Dista hampir gila cuma karena masalah ini. Dista menangis sesenggukan didepan pintu rumah Clara. Kenapa ia sebodoh ini? Kenangan masa masa bahagia Dista dan Clara berputar begitu saja di otak Dista.

Dista memutuskan untuk pulang, menenangkan diri dan mulai menerima semuanya. Dista kembali bersekolah dan meminta izin kepada orang tua nya untuk tinggal sendiri. Ia tidak mau membuat orang tuanya mengetahui hal ini.

Biarlah Dista memendamnya sendirian. Hal ini membuat Dista semakin tertutup. Menjadi sosok yang dingin, menjadi orang yang tidak suka menjadi pusat perhatian.

Sebulan berlalu, Dista mulai bisa menerima keadaan kembali, tetapi Tuhan sepertinya masih ingin menguji Dista. Dista sudah tidak sendirian lagi, mungkin itu yang dipikirkan Dista jika ia menerimanya. Tapi tidak, Dista tak ingin mempunyai anak dari hasil perzinahan seperti ini. Dista tak ingin!

Tanpa pikir panjang, Dista menggugurkan bayi itu dan tidak memberitahu siapa pun soal ini. Raka? Dista bahkan tak sudi untuk menyebut namanya. Kejadian ini sangat membuat Dista trauma. Di umurnya yang masih labil, ia harus menanggung beban seberat ini.

Semenjak kehilangan bayinya, Dista merasa seperti pembunuh. Dista bahkan benci pada dirinya sendiri. Sampai sekarang, yang Dista syukuri adalah, orang tuanya tidak tau apapun soal permasalahan Dista. Diumurnya yang masih 16 tahun harus melewati kejadian yang sangat berat.

*********

KELAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang