REVIEW BEDAH BUKU "Mendadak Ke Tarim" Bersama Imam Abdullah El-Rashied

429 25 1
                                    

📖📖📖📖📖

Cerita mengenai awal ketertarikan IAR untuk terjun di dunia jurnalistik. ⤵

Sebenarnya sejak mesantren di PP. Al-Bahjah, saya sempat menghadiri 2 acara latihan kepenulisan. Hanya saja karena masih sibuk dengan tugas, akhirnya keinginan menulis itu kandas.

Saya sendiri sejak SMA sudah ada keinginan menulis, tapi bingung mulai dari mana.

Pun untuk menulis puisi. waktu itu Pak Kepsek yang dulunya sering ikutan lomba membaca puisi menyemangati kami untuk menulis puisi. Mulailah saya berlatih menulis puisi lagi sejak kls 1 SMA. Padahal sejak SMP saya juga biasa nulis puisi rahasia.

Oh ya, semua penulis sepakat bahwa : "Seseorang tidak bisa menjadi penulis yang baik kecuali setelah menjadi pembaca yang baik."

...

Waktu pun berlalu. Minat baca saya masih kurang, apa lagi untuk menulis. Hingga akhirnya setelah ke Yaman, terhitung sejak pertengahan 2015, keinginan menulis saya tergugah kembali yang akhirnya terlahirlah Grup Jurnalis Mahasiswa.

Dari situlah kami sharing bersama. Mencari media partner (majalah & Koran di Indonesia) untuk bisa diajak kerjasama. Dan, sebagai tolak ukur apakah tulisan kita layak atau tidak.

Motivasi untuk menulis sendiri adalah sebagai sarana menyampaikan dakwah. Semua orang punya kewajiban berdakwah sesuai dengan kapasitas yang ia bisa.

Kata Bang Haq: "Mas Imam, teruslah menuliskan kebaikan hingga kebaikan itu menuliskanmu."

Ini sekilas tentang awal ketertarikan saya menulis. Nah, ketika di Tarim (pertengahan 2015 silam), saya mulai menyelami sastra Arab. Menerjemahkan beberapa syair dan prosa.

Ketertarikan kepada dunia puisi sendiri sudah ada sejak SD. Saya suka membaca puisi-puisi tulisan Kakak saya. Suka baca puisi-puisi yang ada di majalah yang Kakak bawa pulang dari pondoknya. Hingga akhirnya, ketika di pondok dan terlebih ketika sudah kuliah, saya terbiasa untuk menuliskan puisi.

📒📒📒📒📒

Bedah buku ⤵

Mendadak Ke Tarim

Tarim sendiri, sejak pertengahan tahun 90-an sudah mulai diminati kembali oleh masyarakat Nusantara. Habib Umar Bin Hafidz dan Habib Abdullah Baharun merupakan tokoh yang berperan penting dalam mempromosikan Kota Tarim sebagai Kota Santri.

Saya sendiri Alhamdulillah sempat menimba ilmu di Tarim selama 15 bulan lamanya, hingga akhirnya kembali ke kota asal tujuan saya di Yaman, yaitu Mukalla ; Ibu Kota Prov. Hadhramaut.

Nah, semenjak di Tarim sendiri saya suka membaca hal-hal berkaitan dengan Tarim. Dan, ketika ada kegiata-kegiatan penting di Tarim sedangkan saya bisa mengikutinya, maka sebisa mungkin saya akan menuliskannya, untuk dikirim ke media-media di Indonesia dan juga dipost di media Mahasiswa yang kami punya, yang waktu itu adalah Almasyhur.org lantas berubah menjadi Nafashadhramaut.com

Kenapa Mendadak Ke Tarim? (MKT)

Tulisan ini saya tulisa 1.5 tahun silam, ketika saya menginjak semester ke-8 masa-masa kuliah di Imam Shafie College (ISC).

Ketika saya menuliskan MKT, tulisan tentang Tarim masih sangat sedikit. Terlebih dalam bentuk buku, dan terkhusus lagi berbentuk cerita (fiksi/non fiksi).

Melihat antusiasme masyarakat Indonesia yang mulai menggandrungi dan merindukan Kota Tarim ini, dan mengingat waktu itu saya di masa libur (tepatnya pertengahan Akhir Ramadhan 1439 H), maka saya memutuskan untuk menulis Mendadak Ke Tarim dengan alur yang semurni mungkin.

Mendadak Ke TarimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang