Delapan Belas

19.4K 1.7K 91
                                    


"Jadi, apakah Chips and Cheap yang gue beliin membawa berkah?" Katlin tersenyum penuh jumawa sebelum duduk di sofa ruang tengah kontrakanku.

"Gue langsung salfok sama cincinnya deh!" gumam Jenna yang kini duduk di sebelahku, bersiap ingin memulai introgasi.

"Sesi introgasi ini nggak akan gue mulai sebelum Edelyn sampe! Gila ya, tuh anak kerja mulu begitu kapan dia punya pacar coba?" Aku mengalihkan pandangan ke arah jendela, menunggu kedatangan Edelyn, yang katanya sebentar lagi.

"Nggak bisa, Sab. Gue udah keburu kepo nih! Edelyn mah, urusan belakangan aja. Dia juga nggak bakal ngambek kayak gue, kalo nggak diceritain gimana detailnya." Seloroh Katlin. "Cepet lo ceritain sekarang deh!"

"Mentang-mentang kemarin gue alergi Chips and Cheap, terus sekarang kalian nggak bawain gue apa gitu?" sungutku ketika menyadari kalau kedua sohibku ini tidak membawa apapun ke rumahku.

Jenna menyengir. "Yah, gue bingung mau bawain elo apa. Lagian elo tuh aneh nggak sih? Lo alergi telur, tapi selama ini lo makan martabak, donat, brownies, pancake, itu semua bahan dasarnya telur, Honey!"

"Kata dokter yang gue tanyain di aplikasi, kandungan telur yang ada di donat, dan sebagainya itu sedikit. Jadi nggak menimbulkan efek alerginya kambuh. Kalo yang ada di Chips and Cheap ini kandungan telurnya tinggi, dan gue makannya juga banyak."

Katlin langsung menoyorku setelah mendengar penjelasanku. "Ya makanya lo tuh jadi anak jangan serakah! Semua-muanya lo habisin sendiri! Di-adzab langsung tuh sama Allah!"

"Jadinya Bara ngelamar lo gimana? Kata-katanya gimana? Gue kepo deh! Will you marry me gitu doang, atau pake puisi segala gitu? Apa langsung ngomong, 'Yuk kita nikah!' kayak yang di film-film?"

Tepat sebelum aku menjawab pertanyaan Jenna, suara mobil berhenti di depan rumahku terdengar. Itu pasti Edelyn yang bilang akan datang naik taksi online. Seketika kami bertiga langsung bangkit menuju pintu depan, untuk menyambut kedatangan Edelyn si super sibuk.

"Parah, udah berapa tahun kita nggak ketemu!" seruku sambil memeluknya. Penampilan Edelyn setelah memasuki dunia kerja cukup membuatku terpana. Rasanya aku seperti kehilangan teman masa kuliahku yang pendiam dan lugu. Karna yang sekarang berada di pelukanku adalah Edelyn yang modis, cerdas dan anggun.

"Ckck, gue tinggal kerja bentar aja, tiba-tiba lo udah mau nikah ya, Sab!" Edelyn terkekeh.

"Udah, ayo buruan masuk! Kangen-kangenannya dilanjut ntar aja!" ketus Jenna tidak sabaran.

Di antara aku, Jenna dan Katlin, memang hanya aku yang paling jarang bertemu dengan Edelyn. Setiap kali Edelyn bisa menyempatkan waktunya untuk nongkrong, aku selalu tidak bisa. Entah itu karena harus ke Bandung mengurus sepatu, atau ada sesuatu dengan Bara yang harus kuselesaikan. Dan sebalikanya, setiap aku bisa meluangkan waktu, gantian Edelyn yang nggak bisa.

Bisa dibilang, Katlin dan Jenna adalah pegawai kantoran biasa yang menjalani aktivitas rutin, tanpa kejaran target, proyek, klien, dan sebagainya. Kerjaan mereka termasuk yang paling stabil dan tidak dituntut apapun. Tapi ya dibalik banyaknya waktu luang mereka, kesempatan mereka naik jabatan atau naik gaji lebih lambat. Namun itu bukan masalah besar bagi keduanya, karena perusahaan tempat mereka bekerja adalah milik keluarga Jenna.

"Sebenernya waktu Jenna telpon gue--bilang kalo elo udah dilamar Bara--gue nggak kaget sih." Ucap Edelyn setelah duduk di sofa.

Katlin mengangguk. "Iya, gue juga nggak kaget. Gue cuman kepo, gimana cara Bara ngelamar elo. Udah itu aja!"

"Gue juga nggak kaget. Cuma nggak nyangka aja, kalo Bara selambat ini. Gue kira, setelah kalian balikan ini, nggak lama dia bakal ngelamar elo. Nggak taunya butuh jeda empat bulan dulu! Ck, lemot banget tuh anak!" tambah Jenna yang semakin membuatku kesal.

Come Back to Bed 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang