Chapter 2 : Choose The Right Answer

144 20 0
                                    

Rasa asing mendekap kala telapak tangan lembut membelai halus surai merah. Satu matanya terpejam menahan pilu. Bekas cairan merah diseka dari sudut bibir. Mulutnya menggores senyum-dipaksa selebar mungkin untuk menkonfirmasi bahwa dirinya baik-baik saja. Tapi ia tahu, gagak hitam imajiner dibelakang si wanita mulai menampakkan diri jadi seribu. Memberi isyarat akan perpisahan.

Tangan menggapai udara, Akashi Seijuurou sontak membuka mata. Langit-langit putih jadi pandangan pertama. Satu tangan jadi fungsi pemijat pelipis.

Ia bangun untuk beranjak menuju cermin di wastafel, khawatir kalau-kalau timbul kerutan kulit dibawah mata. Dirinya mulai mengidap insomnia sejak kasus besar menimpa negara. Tidak bisa tidur bukan karena terpikir soal keamanan dunia, melainkan karena suatu hal yang tidak diketahuinya pasti.

Ia masih heran, mengapa wanita itu selalu menghampiri dalam kondisi menyakitkan. Dalam mimpi yang biasanya dipenuhi warna pelangi sebagai perefleksi cercahan hati, diganti jadi merah pekat yang menerornya dengan pesan-pesan-entah kenapa Akashi tidak mengerti. Seolah ada suatu hal penting yang dilupakannya. Sesuatu yang hilang dari hidupnya.

Mata dua warna mengerling menatap cermin. Khawatir mengulang kebiasaan buruk akan menurunkan kadar ketampanan pada parasnya, Akashi memutar keran air. Mendekam kepala lebih dalam pada ceruk wastafel. Kedua tangan diadahkan untuk menampung air, lalu dibasuh ke wajah.

Awal tahun selalu memberi kesan buruk. Berita hiperbolis yang mengelu-elukan penduduk negeri, parade-parade yang merusak dan mengotori lingkungan, bunyi gaduh pengganggu ketenangan tidur di malam hari, segala macam yang ditimbulkan pada awal tahun selalu membuat Akashi Seijuurou pening.

"Kalau begitu aku mengerti. Biar kujelaskan, Akashi-kun. Kuharap tidak ada kesalahpahaman diantara kita. Sekedar informasi kalau Akashi-kun belum tahu. Kalian tetap tak bisa menangkapku, karena aku tidak bersalah-ya, tidak ada bukti bahwa aku bersalah. Memaksaku hanya membuat kalian masuk dalam kuburan yang kalian gali sendiri. Akashi-kun mengerti, kan? Politik negara ini kuat. Kami akan menjatuhkan kalian-para pengikut ratu karena menghukum orang yang tidak bersalah-; Tetsuya."

Suara lembut mengalun di seluruh ruangan. Akashi melirik pada sekelompok orang di sudut dinding. Diketahui sebagai tim analisis yang bertugas untuk menerjemahkan makna dari kalimat, perilaku, dan segala hal yang ditunjukkan oleh korban interogasi.

"Lalu soal hubungan pribadi kita. Maaf saja, Akashi-kun. Aku memang tidak berniat membunuhmu. Apa Akashi-kun tahu tujuanku merawatmu? Kalau tidak akan kuberi tahu; Bicaramu terlalu panjang; Itu benar, Akashi-kun. Kau-kalian, sudah masuk kedalam jerat kami. Sebentar lagi pemerintahan ratu Alexandra Garcia akan segera lengser. Terlalu banyak kepalsuan yang negeri berikan—; Tetsuya; Monarki tidak selalu bagus."

Ia berjalan menyusuri koridor, memutar direksi sepatu pantofel kilat kearah kanan, menyapa tiga orang kawan tanpa suara. Seperti biasa mendekam didepan televisi, menonton channel tak penting berkedok pekerjaan.

"Sei-chan, kau telat lagi..." satu pria yang paling awal menyadari kehadirannya adalah Mibuchi Reo. Diikuti oleh Hayama Kotarou yang terlihat antusias menatap layar LCD, dan Eikichi Nebuya refleks menoleh ketika sejumlah mie masih bertengger di mulutnya.

"Hari ini penting, Akashi. Lihatlah, Nijimura masuk televisi!"

.

.

.

Derap langkahnya semakin dipercepat. Karet hitam yang berotasi bergantian masuk kedalam mesin. Jari tangan dibalut kain putih menekan layar. Perlahan bunyi mesin memelan. Pria berkacamata berniat mengakhiri rutinitas 'lari ditempat'-nya. Turun dari electric treadmill, lalu menyeka keringat dengan handuk yang meggantung di leher.

secret agentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang