Boot hitam setinggi lutut mengetuk lantai dalam langkah cepat. Tubuh ramping dibalut jaket hitam satu warna dengan rok sepaha. Gadis bersurai merah jambu menyambar sebuah helm hitam diatas jok, bergegas menunggangi harley davidson yang sudah lama terparkir di garasi.
"Momoi, bukan itu rencananya."
Suara bariton dari handsfree diabaikan. Jari tangan terampil memutar kunci pada stang motor. Kaki kanan menginjak pedal-mengaktifkan mesin sembari menarik gas. Harley Davidson hitam kilat siap membawanya keluar dari lorong yang tak cukup besar.
"Satsuki, tunggu!" seorang pria berkulit gelap menginterupsi.
"Dengan motor aku bisa sampai ditempat Tetsu-kun dalam lima belas menit," tukas si gadis cepat. Stang dibelokkan, body motor direndahkan ke kiri, karet ban menggesek lantai licin—menimbulkan bunyi decitan kasar—lalu melaju menyusuri lorong gelap.
Aomine Daiki mendecih, "Aku akan pergi dengan jalan memutar. Midorima, kau jaga Satsuki." lalu ibu jari menekan tombol pada kunci mobil. Tangan kekar menarik pintu mobil berwarna biru metalik, masuk untuk mengendarainya.
Di lain tempat, Midorima Shintarou menekan handsfree pada telinga. "Kise, kau jaga aku. Murasakibara tetap disini, beritahu kami letak musuh," sahutnya. Langkah kaki berderap cepat menuju sebuah lemari berisi tabung kaca. Disampingnya terdapat sebuah kontak memuat sembilan tombol dan layar panjang. Jari dibalut lingkar kain menekan sejumlah nomor, sistem bekerja. Usai bunyi pertanda akses berhasil, lemari kaca bergeser—menampilkan sebuah ruang kecil yang menyimpan sederet senjata api berlaras panjang. "Tapi jangan terlalu mencolok, Kise."
"Ossu!" pemuda bersurai kuning bergegas keluar. Ia berlari menapaki tangga, pergi menuju atap gedung. "Sebenarnya aku juga mau langsung pergi ke tempat Kurokocchi, tapi apa boleh buat-ssu,"
Mcmillan TAC50 dibungkus dalam tas hitam. Midorima Shintarou beranjak keluar dari ruang rahasia. Berjalan menuju lift—mengabaikan pandangan orang sekitar. Gedung ini miliknya, wajar kalau dirinya jadi bahan perhatian.
.
Bugatti Veyron berwarna biru metalik melaju cepat ditengah jalan raya. Menyalip diantara dua truk, lalu menambah laju kecepatan ketika lampu seketika berubah merah. Ia menajamkan fokus meskipun navigator berjalan. Mencari sosok mencurigakan mana yang sembunyi didalam kota—untuk menjebak mereka.
"Momoi tenangkan dirimu. Kita bergerak diluar rencana. Ikuti perintah kami. Murasakibara memegang alih komputer. Aomine berada di belakangmu. Aku akan menjagamu dari gedung Shuutoku. Kise akan menjagaku, tapi dia tidak bisa mencolok." sebuah suara mengisi handsfree di telinga masing-masing rekan yang dimaksud. "Momoi, kau tidak akan mengambil jalan tercepat. Di arah jam tiga, ada seorang sniper di dalam gedung Seiho. Kuulangi, Momoi—"
"Aku mengerti, Midorin." sahut sebuah suara diredam kaca helm pelangi. "Tenang saja aku bisa memberi pertolongan pertama."
"Mine-chin... hati-hati satu kilometer di depanmu ada mobil hitam..."
Aomine Daiki mendecih, "Berikan navigasi untukku."
"Mereka sudah menjaga semua jalan memutar yang akan Mine-chin ambil..." nada lambat itu membuat Aomine meracau tak sabar. "Ah, lewat gang kecil bisa, tapi akan berpapasan dengan Sacchin disana..."
Aomine menyunggingkan senyum lebar. Tangan kiri menekan layar navigasi di dashboard. Sistem membawanya menuju tempat yang dimaksud.
.
"Momoi, ada satu mobil yang mengarah padamu, nanodayo. Apa harus ku urus?"
"Jangan, Midorin, ini tempat umum," sorot mata menajam. Momoi Satsuki tahu pandangan orang-orang di pinggir jalan pasti berusaha menerka siapa pengemudi motor besar yang tidak selevel dengan tubuh kecilnya itu. Apalagi rambutnya berkibar diterpa hembusan angin yang cukup kencang sore itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
secret agent
Action[Ini adalah sebuah fanfiksi remake yang pernah saya publish di fanfiction.net dan mendapat penghargaan Best Science Fiction di Indonesian Fanfiction Award 2015.] Ada beberapa scene yang sengaja saya hapus.