BAB 13

26 4 0
                                    

Ketika dunia menghalangi seseorang untuk bersama, apakah kita bisa menentang? Senja saja yang indah namun hanya sesaat, tapi itu berkesan. Langkah kaki membawa kita ke ujung kehidupan. Itu yang dirasakan michel. Michel mulai menjalani kehidupannya dengan tantangan.

Arga dan michel kini berada dalam satu mobil. Hening, seperti tidak ada nyawa di dalam mobil itu. Michel hanya diam dan memutar lagu di earphone nya, sedangkan arga tak mengucapkan satu kata apapun. Michel merasa canggung. Arga melirik michel yang sedang menikmati lagu, entah lagu apa yang di nikmatinya. Hingga beberapa detik, arga memulai pembicaraan.

"Rumah danial, masih jauh nggak?" Tanya arga dan membuyarkan lamunan michel.

"Mmmmm. Bentar lagi sampai, pokoknya ada cat warna orange dan pagar hitam. Itu rumah danial" Jawab michel. Lalu arga hanya mengangguk.

"Arga, emang bener ya?kalau lo itu irit ngomong" Tanya michel. Arga menatap michel dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Michel yang ditatap arga, merasa salah tingkah. Bagaimana tidak? Arga adalah sosok pria yang tampan, ketua PMR, tegas dan dewasa. Beruntung jika seorang wanita bisa memilikinya.

"Hmmmm, bisa jadi. Karena banyak orang bilang, gue ini dingin dan nggak begitu banyak omong. Tapi, emang iya? Kalau menurut lo gimana?" Jawab arga dan kembali bertanya.

"Menurut gue, lo itu irit ngomong dan sedikit cuek. Tapi nggak mencoret kesan manis lo" ucap michel. Arga terkejut mendengar jawaban michel. Kata manis yang diucapkan michel, membuat arga menebak nebak. Kini Arga semakin yakin, bahwa yang disampingnya itu wanita impiannya.

"Emang gue manis ya? Btw makasih udah mau jujur, tapi gue ragu waktu lo bilang gue manis" Jawab Arga sambil tersenyum tipis.

"Gue jujur, emang lo manis. Tapi jangan pelit senyum juga." Kata michel sambil mengalihkan pandangannya.

"Gue bisa kok, senyumin lo setiap hari" Ucap arga,lalu senyumnya mengembang. Michel dibuat salah tingkah untuk yang ke 2 kalinya. Blush pipi michel sudah seperti kepiting rebus.

"Bisa nggak sih, gausah gombal!" Ucap michel.

"Nggak gombal kok, emang itu fakta bukan mitos" jawab arga.

                             ~•~•~•~

Keduanya sudah berada di rumah danial. Rumah minimalis dengan suhu yang dingin, membuat orang lain merasa nyaman. Namun jika malam hari, rumah ini menjadi rumah yang ditakuti banyak orang, kenapa? Karena penerangan rumah danial yang sedikit redup.

"Assalamualaikum" ucap keduanya. Lalu seorang wanita hampir paruh bayah membuka pintu. Lira menyambut arga dan michel dengan sopan dan lembut.

"Waalaikumsallam, yuk masuk aja" jawab lira, dan mengajak keduanya masuk.

Keduanya memasuki kamar danial. Karena danial tidak punya banyak tenaga untuk menuruni anak tangga,sehingga michel dan arga harus menemui danial di kamarnya.

"Hai nil" ucap michel sambil memberikan buah dan roti.

"Michel, lo kesini kok nggak bilang bilang sih?" tanya danial. Tapi bisa dibilang, danial cukup bahagia hari ini.

"Hahhaahha, kita kan sahabat. Kalau ada yang susah, kita juga harus saling bantu" ucap michel.

"Terus, cowok ini ngapain kesini juga?" Tanya danial heran. Arga mengerti jika perdebatan mereka kemarin menimbulkan kebencian. Tapi itu bukan yang diharapkan arga.

"Gue kesini niatnya baik. Buat jenguk lo" sahut arga

"Gue nggak nyuruh lo jenguk gue" Jawab danial sambil mengalihkan pandangannya.

DISTANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang