Chapter [2]

21 3 1
                                    

"ngapain berdiri disitu" tanya seorang laki - laki beriris mata coklat

"lagi nyari angkutan umum"

"hahaha,jam segini mana ada" laki-laki itu tertawa mengejek

Menjelang sore sekolah sudah pulang dari beberapa jam yang lalu, namun itu berbeda dengan Vier dirinya pulang lambat hari ini. jika saja Vier tidak mengambil eskul jurnalis mungkin ia tidak akan pulang sesore ini

"lah emangnya kenapa?"

"ini udah sore," Devin melirik kearahnya " Mending lo bareng gue aja"

"gak usah Vin gue bisa telpon Ayah gue"

Vier tidak mau merepotkan orang lain lagi pula Devin hanyalah orang baru yang ia kenal. Tidak baik baginya jika menerima tawaran itu begitu saja.

Vier berusaha menelpon Ayahnya namun tidak terjawab, mungkin kah Ayahnya sibuk? sekarang sudah sore Ayahnya pasti sudah pulang, tetapi kenapa tidak diangkat juga.

"gue bisa nyari ojek didepan sana, lo duluan aja"

Devin hanya menghela napasnya ternyata mendekati Vier tidak semudah yang ia bayangkan dan juga bagaimana bisa Devin menawarkan pulang Vier padahal baru bertemu.

"ya udah gue duluan, jangan nyesel" Devin memakai kembali hlemnya

salah gak ya kalo gue nolak ajakannya
tapi gue kan baru kenal
udah deh gak bakal nyesel pasti
Vier menggerutu dalam hatinya

Devin menyalakan mesin motornya sesekali ia melihat Vier yang sedang asik dengan pemikiranya

"Vi gue duluan" ucapnya lalu pergi meninggalkan Vier seorang diri disana

Vier menatap Devin dan motornya yang mulai menjauh,ada sedikit rasa menyesal dalam dirinya namun bagaimana pun ia tidak boleh dengan mudahnya percaya kepada seseorang.

Vier memutuskan berjalan menyusuri trotoar mencari ojek disetiap pangkalan, namun sial! tidak ada satu pun.

Akhirnya dengan kesal Vier mencari tempat untuk ia duduk disana, dan berusaha kembali menelpon sang Ayah namun hasilnya nihil

"Ayah kemana si"

Terlihat dari ujung jalan motor menghampirinya.

Vier berpikir mungkin ayahnya tapi itu tidak mungkin motor itu terlihat seperti motor seseorang yang mengajaknya pulang

Devin.

"Lo belum pulang juga ternyata" ucapnya

Vier hanya meliriknya lalu mengangguk. Kenapa Devin kembali apa ada barangnya yang tertinggal disekolah, tapi ini sudah jauh dari arah sekolah entah lah ia bingung dengan pemikiranya

"ngapain lo kesini"

"gue mau nganter lo, udah ayo nanti keburu malem" ajaknya

Apa terima saja ajakannya sekarang, Devin juga terlihat seperti orang yang baik. Baiklah lebih baik ia terima tawaranya sekarang Vier tidak mau jika ia pulang larut malam.

"Oke, tpi lo gak bakal ngapa - ngapain kan"

"Ck,nggaklah btw gue cuma ada satu hlem. Lo gak pake gapapa kan"

Vier mengagukan kepalanya lalu menaiki motor Devin. Motor melaju begitu cepat hingga Vier mencengkram jaket Devin dengan kuat, untungnya Devin memakai jaket jika tidak

"Bawa motornya biasa aja, Rumah gue takut kelewat!" ucapnya agak keras

"Hah? iya oke oke" Devin mengurangi laju motornya

"Rumah lo dimana?"

"Dipinggir jalan depan sana, ada rumah pager item."

Motor pun berhenti tepat dipinggir jalan segera Vier turun dari motor merapikan rambutnya yang berantakan dan mengeluarkan uang

"Nih"

"Ha? buat apa?" Devin tidak mengeti apa yang dimaksud Vier. Apa Vier pikir dirinya tukang ojek

"Buat ganti bensin lo"

"hahaha gak usah lah, mending gue minta nomer lo aja"

"ck,modus. udahlah gue masuk dulu"

"hehe,ya udah gue cabut" Devin pergi dari hadapannya

Vier segera membuka gerbang berwarna hitam dengan bantuan satpam rumah tak lupa ia memberi senyuman khasnya.

Segera ia berjalan masuk menuju rumah. Tanpa dirinya ketahui orang didalam mobil tengah memperhatikannya

itu Devin kenapa nganterin si Vier

****
Saat memasuki rumah Vier merasa suasananya sangat berbeda, dulu saat dirinya pulang ada sang ibu yang menyambut dan mencium keningnya menanyakan kegiatan dirinya disekolah, namun sekarang semuanya hilang.

Vier berjalan menuju kamarnya, selesai berganti pakaian dengan pakaian sehari-hari. Vier segera berjalan menuruni tangga menuju ruang televisi

"Bagus ya pulang hampir larut malam begini diantar laki-laki" ucap Revin

"Ayah tau dari mana"

"Tahu dari mana itu tidak penting! Baru juga pindah sekolah sudah kecentilan!"

"Tadi Vier cuma nebeng, terus Vier juga udah nelpon ayah tapi ayah gak angkat-angkat telpon Vier" jelasnya

"itu cuma alesan aja mas, orang ponsel kamu gak ada yang nelpon" Maya ikut menghakiminya

"Apa kamu mau jadi jalang seperti ibumu!"

"Apa ayah bilang? jalang. bukan kah jalang yang ayah bilang tepat berada disebelah ayah!" Vier melirik sinis pada Maya

Plak

Satu tamparan tepat mengenai pipi mulusnya "Jaga ucapan kamu Vier!"

"Eh elo tuh jangan asal ngomong ya!" Jessika mendorong kening Vier

"Terserah kalian! Ayah juga selalu saja terhasut omongan dia!" kali ini Vier melirik sinis kearah Maya dan anaknya

"Kamu sudah berani berbicara tinggi pada orang tuamu?!"

Vier sebisa mungkin menahan tangis dihadapan mereka lalu berlari kembali menuju kamar.

Kebahagiaan bagi dirinya seakan hilang, Apakah Vier tidak berhak bahagia. Dia rindu dengan kebahagiannya, mengapa orang tua mereka harus berpisah.

Dan apakah Vier salah jika dirinya diantar oleh Devin bukan kah itu hanya sekedar diantar tidak lebih, dan kenapa juga ayahnya mengatakan hal yang menyakitkan Vier sudah berusaha menelpon ponsel ayahnya namun apa? kenapa ayahnya selalu saja mudah terhasut omongan rubah licik itu.

"Argh....Gue benci lo berdua!" Vier membanting bantalnya ke lantai

Hidupnya sekarang terasa sangat berbeda dari kehidupannya yang dulu.







Jangan jadi 'sider' ya

Terimakasih sudah membaca
jangan lupa Vote & comentt sebuanyakknyaa......

-See you......

MY LIFE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang