Kini Vier berada tepat didepan pintu rumahnya segera ia membuka pintu, betapa terkejutnya ia saat melihat Revin yang sudah berada dihadapannya dengan wajah menahan amarah disusul keharidan dua rubah licik, siapa lagi kalu bukan Maya dan Jessika.
"Dari mana saja kamu?!" bentaknya
"Vier tadi pingsan dijalan, terus ada yang bawa kerumah sakit jadi pulang jam segini" ucapnya berusaha menjelaskan
"Pasti boong dia Yah,paling abis main sama sahabat-sahabatnya"ucap Jessika tiba-tiba datang
Vier berjalan masuk menuju Jessika menghiraukan pertanyaan Ayahnya.
"lo kalau gak tau apa-apa mending diem, jangan buat fitnah yang nggak-nggak!"
"Emang kenyataannya gitu, mau apalagi" Jessika mengangkat bahunya bersikap acuh
"Lo itu gak puas-puas ya ngancurin hidup gue?!" Vier tersalut emosi, barusaha ia merasa tenang.
Jessika memasang wajah sedihnya, "yah liat kan dia malah marah sama jesi..."
"What! lo-"
"cukup Vier jangan mencari keributan dengan Jessika. Semenjak pindah kelakuanmu semakin menjadi!" Revin kembali membantaknya, entah kenapa ia selalu membentak.
"t-tapi, oke. menjelaskan pun tidak ada gunanya, Vier selalu salah dimata kalian." tukasnya lalu pergi menuju kamar
"Vier! ayah belum selesai ngomong!." teriak Revin
"sudah mas, aku bakal berusaha yang terbaik buat dia." Maya mencoba menenangkannya
Revin memijat keningnya bingung dengan kelakuan anaknya sekarang, "kenapa anak itu menjadi pembangkang?" ucapnya penuh tanya
Lain dengan Vier yang sedang rebahkan tubuhnya diatas kasur dengan isak tangis yang hampir tidak terdengar, ia merasakan sosok Ayah yang selalu penuh perhatian dan lemah lembut padanya perlahan menghilang.
"It's okey Vier kamu kuat, everything gonna be okey." Vier beralih posisi menjadi dudu tangannya berusaha mengusap air mata yang terus menetes. ia harus kuat, jika seperti ini kedua rubah licik itu pasti semakin merasa senang melihatnya menderita.
****
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba yakni, hari Minggu yang artinya Devin bisa mengajak Vier untuk jalan-jalan ia tidak peduli dengan perkataan Vier waktu itu yang terpenting Vier harus tetap menjadi miliknya. Egois bukan?tentu saja"Wah anak bunda udah rapih aja, mau kemana nih?" tanya Dinata
Ia tersenyum melirik sang bunda."Jalan-jalan dong jemput Vier pastinya,"
Dinata menghela napasnya lalu tersenyum, ia tahu anaknya memang sering mendapat julukan sebagai playboy namun ia yakin itu pasti ada alasannya hingga anaknya menjadi seperti sekarang.
"Oh... Jemput Vier, ajak kerumah dong bunda mau liat cewe mana yang buat kamu kaya gini." Dinata menaik turunkan halisnya
Devin tertawa karena sikap bunda nya yang seperti ini, Dinata memang selalu perhatian meski pun anak itu sering membuatnya kesal
"Iya bunda.." Devin mencubit pipi sang bunda, "nanti Vino ajak kesini orangnya cantik baik pula kaya bunda, hehe" lanjutnya
"Ya udah sana berangkat, bunda mau nyiram tanaman" Sebelum pergi ia mencium tangan Dinata terlebih dahulu
"Assalamualaikum bunda cantik, Vino berangkat dahh" pamitnya segera melaju dengan motor kesayangannya meninggalkan pekarangan rumah menuju rumah gadis pujaannya.
Hari ini Vier berencana pergi ke Gramedia untuk membeli buku novel yang sudah lama ingin dia beli tak lupa dengan beberapa buku yang lain, sekarang ia telah siap dengan pakaiannya berjalan menuruni tangga dengan wajahnya yang ceria
"Pagi Bi," sapanya pada bi Inah yang sedang mencuci piring
"pagi non, tumben udah wangi nih." godanya
Gadis itu sedikit tertawa mendengar perkataan bi Inah
"ah bibi bisa aja, memangnya Vier setiap harinya ngga wangi. " ucapnya dengan ekspresi wajah cemberut
"Aduh bibi bercanda non, jangan cemberut gitu atuh nanti bibi buatin masakan kesukaan non deh" wajah bisa Inah mendadak panik
Kini tawa Vier sangat lepas berhasil membuat asisten rumah tangga nya itu panik, ia memang tipe orang yang bisa jutek bisa juga sangat ramah bahkan jika orang yang sudah akrab ia akan menunjukan sifat petakilannya.
"Santai aja bi Vier juga cuma becanda, eum hari ini Vier mau ke toko buku" jelasnya
BI Inah menghela napasnya lega "Oalah gitu toh mau makan dulu ngga non?"
"Kan tadi udah makan roti sama susu bi" jawab Vier
"Aduh iya bibi lupa, maklum udah tua" ucapnya sambil tertawa
Mang Ujang tiba-tiba datang menghampiri mereka yang tengah asik mengobrol
"Non itu di depan ada tamu nyariin, katanya temen non Vier," ucap mang Ujang
Gadis itu heran siapa orang yang mencarinya, padahal tidak membuat janji dengan siapa pun.
"Siapa ya, ya udah vier ke depan sekalian berangkat." ucapnya lalu berjalan menuju halaman depan rumah
Saat membuka pintu seseorang tengah berdiri dihadapannya dengan wajah yang tak luntur dari senyuman
"Ayam!" Vier terkejut
"Enak aja muka orang ganteng begini dipanggil ayam." senyum laki-laki itu berubah menjadi masam
Oh ternyata laki-laki dihadapannya itu Devin.
"Lagian si Lo ngagetin, untung gue ngga punya penyakit jantungan." ucapnya sambil berjalan menuju tempat duduk di teras depan
"Hehe sorry deh," ia malah menunjukkan cengirannya
"btw Lo mau kemana kok udah rapi?" Devin ikut duduk di kursi sebelah Vier
Ia memutar bola matanya jengah. "bukan urusan Lo, harusnya gue yang nanya ngapain Lo kesini?"
"Mau ngajak Lo jalan lah, kebetulan udah siap ya udah ayo!" Devin berdiri menarik tangan Vier namun tangannya ditepis oleh sang empu.
"Apaansi datang ga diundang terus main tarik-tarikan aja, lagian gue mau pergi juga bukan sama lo." Vier hendak kembali masuk rumahnya namun,
"Eh Devin ngapain kamu ke sini? pasti mau ngejemput aku ya?" Tiba-tiba saja Jessika keluar
Vier yang hendak pergi mengurungkan niatnya "Dih gr amat jadi orang" ejeknya
"bodo amat dari pada lo so. ke.ca.ke.pan." tukas Jessika menekankan beberapa kata terakhir.
"Lah gue emang cakep," ia berjalan mendekati Devin. "ya udah Vin kita pergi aja."
"Serius? ya udah hayuu"
Keduanya pergi meninggalkan Jessika sendiri di teras depan rumahnya, gadis yang merasa dirinya diabaikan oleh Devin langsung masuk kembali kedalam rumah dengan raut wajah kesal.
"Kenapa nih anak mamah kok cemberut gini," Maya datang lalu mengelus-elus rambut anaknya
"Biasa anak sialan itu lagi-lagi buat aku kesel!"
Maya yang mendengar perkataan anaknya langsung ikut terbawa emosi.
"Itu anak semakin hari semakin ngelunjak, harus kita beri pelajaran." ucapnya dengan nada sinis
"Itu si harus. tapi gimana caranya," tanya Jessika
"Tenang aja" Maya dan anaknya tersenyum devil, Entah apa yang akan mereka rencanakan.
-Tbc-
Huhuu makasih udah baca jangan lupa vote nya yah:)
-see you...
KAMU SEDANG MEMBACA
MY LIFE
Teen FictionSebuah kebahagian yang sulit ditemukan dialami oleh seorang gadis yang beranjak remaja Saat kebahagiaan itu datang seketika hilang berganti dengan kesedihan. Jika saja membenci takdir itu boleh. aku benci takdir! Kelanjutan ceritanya?? Baca saja...