2. Menuju Malam

845 47 2
                                    

Oleh: Sembur Banyu

***
Saat surup tiba, jangan mengumbar diri. Aktivitas mahluk gaib sedang padat-padatnya. Sama dengan manusia yang memiliki jadwal aktivitas. Hanya saja khusus waktu itu. Surup. Waktu rentan bersinggungan antara yang gaib dengan manusia.
***

EPISODE 2

***
Mega semakin tebal di ufuk langit, menandakan malam sudah siap menjelang. Hanya angin yang semakin mendesis, membawa bau melati disertai aroma amis yang membuat nyali semakin terkikis.

Dari jauh terlihat jam dinding yang terdengar berdetak semakin kencang di tengah suasana hening yang terjalin sejak bau aneh mendesir. Degup kencang jantung yang sejak tadi terpacu begitu kencang semakin tak teratur sesaat setelah menyaksikan pemandangan yang tak biasa. Ya, penampakan mahluk gaib yang entah mengapa tiba-tiba menyasar Trubus yang sedari tadi sendiri menunggu jemputan.

Belum lagi teriakannya yang membuat suasana semakin tak beraturan, meskipun anehnya tak sampai terdengar di luar sekolah.

***

Suasanana berbeda telihat di sebuah rumah sederhana yang samar-samar seperti berwarna cokelat. Terlihat sepasang suami istri yang sedang bercengkerama entah membicarakan apa. Di depannya tersuguh segelas kopi beserta wadah besar kopi yang siap disruput kapanpun mau menyahut.

“Sudah malam gini, anaknya kok belom dijemput sih pak?” tanya seorang ibu muda yang terlihat gusar dengan perawakan sedikit agak kurus.

“Bentar lah buk, tak ngabisin kopi ini dulu lohh”. Saut si bapak berkumis tipis yang berpeci agak miring serta sarung yang sedikit usang pertanda seringnya digunakan, entah untuk ibadah atau malah untuk selimut saat malam menghampiri.

Ya, mereka berdua ialah orang tua dari Trubus. Cewek yang terjebak dengan suasana mencekam di sekolahnya.

Sepertinya sang ibu memiliki firasat yang kurang baik akan hari ini. Terlebih waktu surup yang terasa berbeda dari hari-hari biasanya. Tak ayal, segeralah si ibu dengan agak kesal menyuruh bapak untuk segera berangkat menjemput putri satu-satunya.

Dengan menghabiskan kopi sekenanya saja, bergegaslah bapak dengan tergopoh-gopoh sambil sesekali membenarkan sarungnya yang sedikit melorot.

***

Sementara itu, di sekolah yang terasa kian mencekam terlihat begitu bingungnya Trubus menunggu jemputan yang tak kunjung datang. Ia ingin lari menuju luar sekolah tapi entah kenapa tubuhnya serasa berat untuk bergerak lepas. Terasa terlalu kaku sejak kaget dengan munculnya sosok yang tak pernah ia duga sebelumnya.

“Bruuuummmmmm….”

Terdengar suara sepeda motor matic tua bapak yang berwarna merah tua tiba di halaman sekolah. Yang kemudian dengan keras disusul bunyi bel sepeda tanda jemputan sudah datang. Ya, bapak sudah datang. Begitu senang dan lega hati Trubus setelah larut dalam suasana hening yang mencekam. Bergegaslah ia menuju arah bapak. Tanpa basa-basi seraya mengerah tangan bapak untuk mencium tangan.  Dengan perasaan yang bercampuraduk Trubus berada dalam boncengan bapak untuk pulang. Sesegera mungkin.

Seperti itu pula ketakutannya yang sedari tadi menjadi-jadi tiba-tiba hilang ketika sudah bersama dengan bapak di sepeda motor. Plong rasanya, sehingga ketakutannya pun terasa tertinggal di sekolah bersamaan kejadian yang barusan terjadi.

Suasana surup semakin menjadi seiring dengan gemuruh suara azan yang semakin keras. Apalagi dengan suara azan khas orang jawa yang mampu membuat orang daerah luar sedikit bergidik karena memiliki aroma kereligiusan dan kedaerahan yang kental.

Langit kembali menjadi merah bersamaan dengan perjalanan mereka menuju rumah. Melewati jalan-jalan yang memang belum terlalu banyak lampu maupun jenis penerangan lainnya. Belum lagi letak rumahnya yang tergolong jauh agak masuk menuju arah mendekati hutan. Sehingga menambah suasana mengerikan yang sedari tadi terjadi dan berawal di sekolah. Angker. Mungkin itu penggambaran yang tepat. Suasana kala itu.

Terlihat dari jauh munculnya mereka dengan sorot lampu sepeda matic tua yang menguning, menerawang jalan dan tembok rumah sebagai tanda kedatangan. Seakan rumah menyambut dengan sigap sang pemilik yang sedang dikejar malam terpancar melalui cahaya rumah yang terang berbanding terbalik dengan sekitar yang semakin menghitam karena terpapar malam.

Mereka pun masuk dan melanjutkan ritual harian yang selalu dijalani tiap hari, yaitu sholat maghrib berjamaah di rumah. Maklum, masjid agak jauh letaknya, sama seperti kembali menuju lokasi sekolah yang tadi. Sekolah yang hari ini terasa berbeda untuk Trubus.

Bagaimana dengan Trubus? Bukannya tadi dia belum sholat ashar?

Ya, sepertinya Trubus tak memberitahukan pada orang tuanya jika ia belum melaksanakan kewajibannya tadi. Waktu ashar. Maklum, orang tua Trubus terkenal alim di desanya. Sehingga mungkin ia takut untuk jujur pada mereka. Takut dimarahi atau mungkin diberikan hukuman. Hukuman tak diajak bicara oleh orang tuanya. Yang mungkin menurutnya lebih menakutkan daripada sosok mahluk gaib yang ia temui tadi di sekolah sehingga ia lupa.

Malam semakin larut, menuju waktu isya’. Terlihat kedua orang tua Trubus keluar dari kamar dengan memakai baju bagus seperti ingin menuju acara penting. Ya, benar saja. Kedua orang tuanya akan menuju tempat pesta pernikahan saudaranya.

“Nduk, bapak sama ibu mau pergi kondangan dulu lho. Hati-hati di rumah sendirian”, begitu kata bapak.

“awas lho, ojo lali sholate!”, sahut ibu dengan nada tegas yang sedikit medok. Ya, memang keluarga tersebut termasuk penduduk asli yang notabene suku Jawa asli sehingga logat khas jawa mereka terlihat begitu sangat kental.

“inggih buk”, jawab Trubus pelan sambil tersenyum yang entah menyanggupi atau sebatas memberikan jawaban yang menyenangkan.

Seperti yang kita tahu sebelumnya, meskipun berasal dari keluarga yang religius Trubus termasuk sedikit agak bandel jika urusan ibadah. Entah karena pergaulannya selama ini atau memang dirinya sendiri yang pemalas.

Tak lama, kedua orang tua Trubus pun berpamitan untuk berangkat sambil menaiki motor yang sedari tadi berada di depan tak dimasukkan setelah dipergunakan untuk penjemputan.

Mereka tetap berangkat menuju tempat acara meskipun malam ini terlihat berbeda. Sungguh terasa gelap di luar. Terlebih saat pemandangan pamitnya orang tua Trubus. Sangat kontras. Cahaya di luar dan di dalam rumah.

“Brummmm……”, lagi-lagi suara motor matic tua bapak  menghiasi dan membelah keheningan malam ini. Malam yang biasanya dihiasi suara jangkrik, kodok, maupun suara-suara serangga lainnya. Namun sekali lagi, tidak dengan malam ini.

Trubus pun bergegas untuk masuk tanpa ada perasaan apapun. Ia tutup pintu sampai terdengar bunyi gagang yang terdengar lebih keras tak seperti biasanya. "Jedakkk....".

Tubuhnya berputar untuk melanjutkan langkah dan “blaaaammmmmmmm…..”.

Dari jauh terlihat jendela dengan korden rumah yang belum tertutup. Terlihat jelas sosok perempuan gaib yang sedari tadi ia temui di sekolah tiba-tiba berdiri tegak tepat di arah jendela tersebut. Melotot dan melihat ke arah Trubus.

***

BERSAMBUNG

Visit
IG: semburbanyu
Youtube: semburbanyu

SURUPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang