9. Akhir

472 31 3
                                    

Oleh: Sembur Banyu

***

Sebagai mahluk yang disebut manusia. Sudah seharusnya kita menyadari bahwa kita juga salah satu dari sekian banyak mahluk yang diciptakan oleh-Nya. Setidaknya kita tak perlu terlalu takut kepada sesama mahluk yang lain karena kita berada pada posisi yang sama. Sama-sama sebagai ciptaan-Nya. Bahkan jika kita memiliki rasa takut sekalipun, itu sangatlah perlu untuk dipertanyakan. Sedangkan manusia sendiri mampu dan tega berbuat keji terhadap sesamanya, bahkan lebih keji dari mahluk gaib yang selama ini ditakuti sekalipun. Yang belum tentu mahluk tersebut sanggup dan tega berbuat seperti apa yang telah dilakoni oleh manusia selama ini kepada sesamanya. Banyak hal yang perlu dipikir dan direnungkan lagi secara mendalam supaya kita benar-benar memahami sejatinya diri, sebagai mahluk Tuhan. Supaya bisa "nyawiji dan manunggal marang gusti".

***

EPISODE 9

***

Wajah Trubus yang sedari awal cerita pucat pasi seakan tak dikenali sebagai manusia seperti biasanya perlahan mulai terlihat normal kembali. Mbah Yai menempelkan potongan bawang putih yang dicampur dengan garam tepat pada pelipisnya.

Sekali lagi dengan tersenyum, Mbah Yai menjelaskan kepada yang hadir di rumah itu bahwa bawang putih dan garam tersebut memiliki manfaat untuk merangsang dan memulihkan kondisi tubuh Trubus.

Ya, seisi rumah itu seakan mulai tenang dengan berakhirnya kejadian mencekam yang menimpa mereka. Bahkan pasangan suami-istri tetangga yang sedari tadi membantu pun ikut merasakan imbas dari peristiwa tersebut. Sepertinya pengalaman berharga itu tak akan pernah mereka lupakan untuk selanjutnya.

Sambil menunggu Trubus sadar, Mbah Yai sedikit menjelaskan kejadian tersebut mulai awal hingga akhir, bahkan sebab-musababnya. Yang membuat seisi rumah tersebut berkali-kali mengangguk menerima penjelasan Mbah Yai yang sebagian besar memang berisi petuah untuk tak meniru apa yang dilakukan oleh orang-orang yang tak bertanggungjawab sehingga menimbulkan kejadian yang sedemikian rupa.

Bagi keluarga yang sudah modern, hal-hal gaib seperti itu memang dianggap tidak masuk akal ataupun sama sekali tak rasional. Namun faktanya memang masih banyak terjadi di berbagai tempat. Bahkan tak hanya di negeri ini. Meskipun dengan cara maupun pola yang berbeda.

Mungkin dari sini, mereka mulai tersadar bahwa adanya orang atau seseorang yang masih memiliki pengetahuan terhadap kegaiban di jaman yang modern seperti ini salah satunya sebagai jembatan penghubung jika suatu saat akan ada peristiwa yang serupa, dimana tak seorangpun orang modern yang paham dan percaya akan hal yang demikian.

Tak lama setelah itu, Trubus mulai tersadar. Ibu dan Bapaknya pun terlihat begitu sumringah. Anak satu-satunya yang paling disayangi sudah benar-benar kembali kepada mereka.
Melihat Trubus tersadar, Mbah Yai segera berdiri dari duduknya. Kemudian mengambil buntalan kresek dan mengeluarkan isinya.

Terlihat sebuah benda seperti sate namun bukan daging yang tersusun. Ya, yang tersusun adalah cabai, bawang merah, bawang putih. Ketiganya tersusun dengan begitu rapi. Mbah Yai mengambil sekitar tiga tusuk kemudian ditaruhnya tepat di atas pintu-pintu yang ada di rumah tersebut.

"Ngapunten, Mbah. Niku damel nopo nggih? (Maaf, Mbah. Itu buat apa ya?)", tanya Si Tetangga yang mulai penasaran melihat apa yang dilakukan Mbah Yai.

"Ooo, iki yen Wong Jawa biyen digawe semacam nggo ngilangi virus, anti penyakit, bau-bauan gak enak lan liya-liyane. (Ooo, ini kalau Orang Jawa dulu dipakai sebagai antivirus, anti penyakit, mengusir bau yang tidak sedap, dan lain-lain)", Jawab Mbah Yai singkat.

Ya, hal tersebut sejak jaman dulu sudah dipraktikkan oleh masyarakat Jawa. Maka tak heran, kehidupan Orang Jawa pada jaman dahulu jauh dari penyakit yang bermacam-macam. Meskipun sayangnya pada jaman sekarang banyak disalahartikan sebagai syirik dan sejenisnya oleh orang yang tak paham dan antipati terhadap budaya Jawa. Sungguh kemunduran pemikiran yang sangat disayangkan.

"Piye, nduk. Iseh iling opo ora sing wes kedaden iki mau? (Bagaimana, nduk. Ingat apa tidak yang terjadi barusan?)", tanya Mbah Yai pada Trubus.

Sontak yang hadir menjadi semakin penasaran atas jawaban yang akan dilontarkan oleh Trubus. Yang sedari tadi mengalami kejadian tersebut.

"Mboten, Mbah. Kula namung iling diajak mlampah-mlampah kalih sosok perempuan yang cantik. Terus diajak maem kalih leyeh-leyeh wonten pinggir danau sing sae. (Tidak, Mbah. Saya Cuma ingat kalau diajak jalan-jalan sama perempuan yang cantik. Kemudian diajak makan dan tiduran di pinggir danau yang indah.)", jawab Trubus menceritakan apa yang dialaminya.

Mbah Yai sekali lagi tersenyum mendengar lontaran jawaban Trubus tentang apa yang dialaminya. Meskipun yang lain di rumah itu semakin terheran-heran karena sangat berbeda dengan apa yang mereka sudah saksikan.

Kemudian Mbah Yai menjelaskan bahwa hal tersebut lumrah terjadi pada seseorang yang sedang mengalami gangguan gaib. Di mana mereka memang disesatkan pada halusinasi yang menghanyutkan sehingga mereka secara spontan tidak akan sadar terhadap apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Mbah Yai pun kemudian memberikan petunjuk pada Trubus dan semua yang hadir untuk tidak meremehkan ibadah sebagai seorang mahluk Tuhan, Sholat. Karena ibadah merupakan salah satu penolak bala yang alami. Meskipun pada beberapa kasus tertentu ada pula yang kurang berpengaruh karena besarnya permasalahan yang diderita.

Senyum pun mulai merekah pada bibir yang berada dalam seisi rumah itu, seiring kokok ayam jantan yang menandai waktu tepat pukul tiga pagi. Di mana mereka kemudian dipandu Mbah Yai untuk melakukan sholat Tahajud beserta sholat sunnah lain untuk menutup ritual dan doa sebagai penolak bala atas peristiwa tersebut.

***

Tepat 6 bulan setelah peristiwa mistis itu, Trubus sudah menyelesaikan sekolahnya. Kini ia mulai masuk SMA.

"BRUUUMMMMM....!!!"

Terlihat Trubus turun dari motor matic tua tepat di depan sekolah barunya. Tak lama berselang ia langsung meraih tangan Bapaknya untuk melakukan prosesi yang umum bagi seorang anak kepada orang tuanya, cium tangan.

"Sing ati-ati lho, nduk. Sekolahe sing temen. (Yang hati-hati lho, nduk. Kalau sekolah yang serius.)", pesan Bapak Trubus.

"Inggih, Pak.", sahut Trubus yang kini sejak peristiwa itu benar-benar mulai berubah total menjadi seorang anak yang berbakti pada orang tuanya serta rajin ibadah.

Selepas melihat Bapaknya beranjak dari tempat turun. Trubus langsung memalingkan dirinya untuk segera memasuki gerbang sekolah. Nampak baginya pohon-pohon yang berjejer rapi di sepanjang jalan masuk gedung sekolah, di mana diikuti barisan siswa yang berjalan menuju gedung kelas masing-masing. Sangat rapi dan menyenangkan baginya.

Namun, tiba-tiba mata Trubus tertuju pada seorang laki-laki tua yang terlihat sedang menyapu di pinggir gazebo tepat di sebelah ruang guru.

Ada sesuatu yang tak lumrah padanya. Ya, terlihat dengan jelas sesosok kuntilanak sedang duduk menyilangkan kedua kakinya tepat di atas pundaknya!

***

SELESAI

***

Terima Kasih telah mengikuti SURUP sampai selesai 😁🙏

Selanjutnya akan berfokus pada prekuel cerita ini. Dengan judul baru, AWAL MULA.

Nantikan ya! 😁🙏

***

Visit
IG: semburbanyu
TikTok: semburbanyu
Youtube: semburbanyu

SURUPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang