4. Manunggal Roso (Terhubung)

484 36 0
                                    

Oleh: Sembur Banyu

***

Terkadang apa yang kita yakini benar mampu terpatahkan dalam sekejap, bahkan keyakinan sekalipun. Terlebih jika berhubungan dengan yang gaib. Namun, yang memiliki kebersihan hati akan mampu melewatinya.

***

EPISODE 4

***

Tawa malam semakin menyeringai dengan hembusan angin semilir yang tak lagi melambat. Disertai sesekali rontokan daun yang serempak berguguran memenuhi tanah di sebuah pekarangan. Sorot sinar lampu minyak terlihat tepat berada dalam genggaman seorang lelaki paro baya yang mengenakan setelan sarung dipadupadankan dengan baju koko hitam serta udeng khas jawa yang terlihat keluar dari kamar mandi yang berada di samping rumah. Rumah kayu jati model lama. Rumah yang agak jauh dari keramaian.

"Srek... srek...."

Langkah kaki lelaki itu terdengar mengikis malam. Sangat kentara. Ia menuju tempat duduk yang berada di depan rumah. Tepat di sebelah pintu masuk.

"Bune, kopiku ngendi? Bawa sini to.", terdengar ia memanggil istrinya. Sepertinya. Tak lama muncullah seorang perempuan yang terlihat umurnya tak jauh berbeda dengan lelaki tersebut membawakan segelas kopi yang masih mengepul disertai sepiring gorengan. Ya, perempuan itu istrinya. Yang datang dari arah belakang dengan masih mengenakan mukena yang terlihat usang karena sangat sering dikenakan.

"Ikilo pak.", sahut istrinya sambil menyodorkan kopi beserta sepiring gorengan tersebut ke arah meja dan mengikuti untuk duduk di sebelah lelaki itu.

"Bune, aku kok ngeroso ada yang aneh ya hari ini, kok kaya ndak tenang ngene dari tadi.", tiba-tiba keluar kalimat aneh tersebut dari mulut si lelaki.

"Podo to pak, dari tadi aku sholat lan darus (mengaji) juga rasanya kok piye ngunu. Ndak tenang. Pertanda opo yo iki pak kira-kira?", timpal istrinya yang ternyata juga merasakan hal tersebut.

"Semoga ndak terjadi hal-hal yang ndak diinginkan bune, wis lama aku ndak ngerasain perasaan seperti ini sejak terakhir kita membantu Pak Lurah sing waktu iku diteror orang dengan santet dan sewaktu membantu seorang pemuda sing kena guna-guna tingkat berat yang waktu itu.", ujar si lelaki itu sambil mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu.

Ya, lelaki itu adalah yang biasa dipanggil Mbah Yai oleh masyarakat desa. Beliau merupakan salah satu sesepuh yang dianggap paling berpengaruh dan mengerti terhadap lingkungan masyarakat sekitar karena keramahannya dan kebijaksanaannya dalam mengambil banyak keputusan. Yang tak ayal menjadikannya rujukan para masyarakat untuk bertanya maupun meminta solusi jika ada persoalan yang tak bisa diselesaikan.

Hal itu dapat terjadi karena kelebihan ilmu agama dan pengertiannya akan hal-hal gaib sehingga membuatnya terkenal ramah dan bersahabat pada yang nyata maupun yang gaib. Bahkan beliau pula yang meluruskan pengertian masyarakat sekitar tentang tembang "Lingsir Wengi" yang selama ini diyakini oleh masyarakat sebagai mantra pemanggil mahluk gaib, bahwa hal itu salah dan terbalik. Tembang yang seharusnya mengandung pengertian sebagai mantra dan doa untuk tolak bala malah diartikan sebaliknya oleh orang yang tak bertanggungjawab. Dan disebarluaskan.

"Semoga ndak ada apa-apa pak.", sahut istri Mbah Yai yang biasa juga dipanggil Bu Nyai oleh masyarakat sekitar karena memang juga terkenal kealimannya dan kebaikannya terhadap masyarakat.

Belum sempat menyelesaiakan pembicaraannya, pandangan Bu Nyai teralihkan menuju pekarangan jauh di depan yang tiba-tiba muncul sorotan cahaya panjang berwarna kuning. Benar saja, dari jauh terlihat seorang lelaki yang menggeber sepeda motor dengan kencang menuju rumahnya.

"Bruooommmm...... cekiiiiiiiitttttttttt....!!!"

Seketika itu pula motor yang dikendarai seorang lelaki tersebut mendadak berhenti tepat di depan rumah Mbah Yai yang kala itu sedang bercengkerama dengan istrinya. Yang sontak hal tersebut membuat mereka berdua terkaget.

"Assalamaualaikum mbah, ciloko mbah, ciloko!", tiba-tiba lelaki itu dengan tergopoh meraih tangan Mbah Yai untuk sungkem sambil mulut komat-kamit bingung mengatur kalimat untuk diucapkan disertai gemetar yang tak kunjung henti.

"Ono opo to le?", sahut Mbah Yai yang kala itu semakin bingung. Dan langsung mengarahkan istrinya untuk mengambilkan air minum sambil menenangkan lelaki yang kemudian diketahui sebagai tetangga keluarga Trubus yang sebelumnya mengalami kejadian gaib dan di luar nalar.

Setelah minum, lelaki tetangga dari keluarga Trubus itu segera menceritakan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Di mana keluarga Trubus sedang mengalami musibah. Kesurupan yang tak biasa. Bahkan ustad yang biasanya menangani hal seperti itu dibuat kuwalahan sampai babak belur dan bermuntahkan darah.

Sontak hal tersebut membuat Mbah Yai dan Bu Nyai kompak saling berpandangan. Kaget. Seperti pernah menghadapi masalah yang demikian sebelumnya. Seolah mengingatkan pada kejadian masa lalu.

"Bune, tulung jupukne uyah (garam kasar), gek sampeyan ndang sholat sunnah, nderes (mengaji) karo dzikir sing biasane.", tetiba Mbah Yai mengarahkan istrinya untuk melakukan sesuatu yang sepertinya sudah menjadi santapan mereka jika bertemu dengan kejadian-kejadian gaib dan di luar nalar seperti yang demikian.

Tak lama setelah itu, berangkatlah Mbah Yai dengan dibonceng lelaki itu segera menuju rumah yang sedang dilanda bencana gaib tersebut. Rumah Trubus. Kemudian diikuti masuknya Bu Nyai untuk melakukan apa yang disampaikan Mbah Yai sebelumnya setelah hilangnya sorot lampu sepeda motor yang dikendarai oleh lelaki dan suaminya itu.

Bersamaan dengan itu, terlihat pula sorot bulan purnama begitu penuh yang sedari tadi entah mengapa tak muncul sedikitpun di atas langit yang dikelilingi mendung sedikit kelam dan sesekali tampak kawanan gagak yang terbang membelah cahayanya dengan suara khas dan bulu hitam kelam seperti perwujudan malam.

"Kreeek...", terdengar suara pintu rumah yang Bu Nyai tutup.

BERSAMBUNG

Visit
IG: semburbanyu
TikTok: semburbanyu
Youtube: semburbanyu

SURUPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang