"Jun, lo udah ambil formulir buat ekskul itu belum?"
Renjun yang sedang membereskan barang-barang yang ada di atas mejanya menoleh pada perempuan yang sekarang sudah berdiri di samping mejanya dengan tas ransel yang sudah ia kenakan. "Belum. Kenapa?"
"Eh? Seriusan?"
Renjun mengangguk walau masih sibuk dengan barang-barangnya yang ia masukkan dalam tas. "Emang kenapa? Lo belum ambil juga?" tanya Renjun.
"Iya."
Renjun mengancing resleting tasnya yang berwarna hitam itu dan satu shoulder strap tas miliknya ia kenakan pada bahu sebelah kirinya. Tangannya meraba-raba isi lacinya, mengecek sekali lagi jika saja ada barang miliknya yang tertinggal. Benar saja, barang yang membuatnya hampir telat datang sekolah hari ini berada dalam laci itu ditemani dengan dompetnya.
"Lo nih benar-benar ya, barang penting gitu kenapa lo taruhnya di laci. Makanya jangan keseringan gombal sana-sini." Ilyin bersuara seperti itu setelah melihat Renjun yang bisa dikatakan cukup ceroboh dalam menjaga barang pribadinya. "Ini kantung di baju sama celana ga ada gunanya apa gimana di mata lo dah?" Ilyin menunjuk letak kantung baju dan celana Renjun.
"Lo bukannya udah ambil formulir tadi pas jam istirahat pertama?" tanya Renjun mengabaikan ocehan yang dilontarkan Ilyin padanya--membuat perempuan di hadapannya kini mendengus pelan.
"Orang tuh kalau ngomong di dengerin." Ilyin membalikkan badannya berniat untuk berjalan untuk keluar kelas. "Jangan ganti topik pembicaraan, dikasih tau juga," lanjutnya.
"Topik pembicaraan pertama kan soal formulir. Lo aja yang tiba-tiba bahas soal barang gua." Renjun menahan langkahan kaki Ilyin dengan menarik comfortable handheld--atau yang biasanya kalian liat sebagai tali yang digunakan untuk menggantung tas--dan berkata, "gua ga sering gombal sana-sini ye, sama lo doang."
Renjun kemudian berjalan meninggalkan Ilyin yang berdiri diam. Bukan, bukan salah tingkah. Sekarang Ilyin sedang menahan diri tidak menoyorkan pukulan pada kepala Renjun untuk kedua kalinya hari ini dan menggantikannya dengan sumpah serapah yang ia keluarkan lewat mulutnya dalam diam.
"Simi li diing," ujar Ilyin meniru perkataan Renjun sambil berusaha untuk menyamakan langkah kakinya dengan Renjun. "Apanya yang sama gue doang, Nakyung juga pas kapan tuh lo gombalin."
"Lo cemburu? Cie cemburu ya?"
"Cemburu? Udah gila nih orang habis belajar matematika wajib ya tadi? Capek gue ngomong sama lo. Bikin darah tinggi." Giliran Ilyin yang mempercepat langkah kakinya dan berada lebih depan dari posisi Renjun.
"Ya udah, ga jadi gua temenin ambil formulir."
Ilyin tidak merespon secara spontan, tetapi suara langkahan kaki Renjun yang seharusnya terdengar karena mengikutinya dari belakang menghilang membuatnya berpikir apa Renjun benar-benar meninggalkannya dan tidak jadi menemaninya mengambil formulir. Sebenarnya, jika Ilyin sendiri yang mengambil formulir tanpa mengkhawatirkan kejadian di jam istirahat tadi pagi pun, dirinya bisa kesana sendirian.
Badannya kemudian berbalik perlahan dan tidak menemukan Renjun sama sekali disana. "Loh? Beneran ditinggalin?"
Matanya kemudian menemukan Renjun yang sedang menyeberangi lapangan untuk sampai ke gerbang utama sekolah. "IH! RENJUN! JAHAT BENER LO GA TEMENIN GUE?!" teriak Ilyin mengejar Renjun--yang malah ikut berlari menjauh dari Ilyin.
Ilyin memilih untuk tidak mengejar Renjun lebih jauh, karena itu percuma. Renjun juga akan semakin menjauh dari Ilyin, sampai besok pun mungkin dirinya tidak akan bisa mendapatkan Renjun. Fisik Ilyin baik dan sebenarnya bisa dipakai untuk mengejar Renjun. Permasalahannya terletak pada tasnya yang selalu saja berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Rose Petals | Huang Renjun
FanfictionSemua berawal dari satu tangkai bunga mawar. haeflows, april 2020.