Dentuman antara sendok dan piring yang menemani dua orang perempuan itu sekarang sedang berbincang dengan topik pembahasan yang ringan. Entah itu perihal masa kecil sang ibu, masa remaja sang ibu, ataupun masa kecil sang anak.
"Oh iya bun, ayah pulang ga sabtu nanti?" tanya Ilyin begitu satu sendok makanan yang ia masukkan beberapa detik lalu sudah ia telan.
"Bunda kurang tau sih, nak. Tapi kayaknya bakalan pulang kok, minggu kemarin kan ga sempat pulang ya. Kenapa? Kamu mau nitip oleh-oleh? Atau harus bayar uang sekolah?"
Dengan cepat Ilyin menggelengkan kepalanya sambal menunggu makanan dalam mulutnya ia telan, lalu berkata, "bunda pura-pura lupa atau emang lupa?"
"Lupa—oh uang jajan kamu ya? Kamu belum masuk sekolah, jadi bunda belum kasih. Nanti kalau udah sembuh baru bunda kasih uang jajannya."
Ilyin mengangguk pelan. Sebenarnya bukan itu tujuan dirinya bertanya perihal kepulangan ayahnya dari perjalanan bisnis, melainkan dirinya hanya ingin merayakan ulang tahunnya bersama ayahnya di tahun ini. Iya, dirinya akan menginjakkan umur 16 tahun dalam urung waktu 8 hari lagi.
Sebagai tambahan, dirinya juga merasa tidak apa-apa jika hanya dapat merayakannya berdua bersama bundanya—hanya saja sebagai anak tunggal, dirinya merasa akan lebih ramai jika ayahnya dapat bergabung untuk perayaan kecil-kecilan yang ia buat bersama bundanya.
"Besok udah bisa masuk sekolah belum, Lin?" tanya bundanya saat mereka berdua sudah selesai dan menyapu bersih makanan yang ada di atas piring mereka. Ilyin meneguk air minumnya terlebib dahulu.
"Ga tau sih bun, kepala aku rasanya masih agak berat sih bun. Tapi, kalau besok aku bisa pergi, nanti aku kasih tau habis subuh."
Bunda Ilyin mengangguk. "Kamu istirahat aja, biar bunda yang cuci piring," ujar bundanya begitu melihat Ilyin mendekat kearah wastafel. Baru saja bibir Ilyin terbuka untuk berbicara, tetapi sudah dipotong oleh bundanya, "kamu kalau gamau ketinggalan pelajaran di sekolah, istirahat sekarang."
Lengkungan bibir Ilyin menurun begitu bundanya berkata seperti itu. Ilyin sakit bukan berarti Ilyin ga bisa ngelakuin apa-apa, pikir Ilyin sambil berjalan menuju kamarnya dan meninggalkan bundanya membersihkan di area ruang makan. Sebelum benar-benar memasuki kamar, dirinya singgah sebentar menuju kamar mandi yang berada di samping kamarnya untuk mencuci wajah dan menyikat giginya.
Tak lupa mengambil air wudhu di keran yang terletak di samping luar kamar mandinya. Setelah itu, dirinya melakukan segala kerutinan yang ia lakukan tiap malam sebelum tidur. Saat dirinya melipat mukenah, handphonenya yang ia letakkan di atas tempat tidur dengan keadaan tercas bergetar.
Kepalanya termiringkan dengan perasaan heran begitu melihat apa yang muncul di depan layar handphonenya sekarang. Video call datang dari orang yang ia berikan nama 'Renjun' di handphonenya. Dalam hati dirinya merasa sedikit senang—dia mendapat teman mengobrol selain bersama bundanya untuk hari ini.
"Kok lu belum tidur?" adalah kalimat pertama yang Renjun ucapkan saat Ilyin menggeser tombol lingkaran putih itu ke kanan.
"Lah? Lo sendiri ngapain nelpon?" tanya Ilyin kembali pada Renjun dengan nada bicara yang tak kalah sewot saat Renjun bertanya. Walaupun rasa senangnya itu ia sembunyikan dan tidak menampakkannya pada Renjun.
"Tau kan roster hari ini ada matpel apaan, hehe."
"Lupa, orang gue masih sakit. Emang rosternya apaan— oh, lu nyuruh gue bakar otak pas kepala gue masih berat gini?" seru Ilyin begitu mengingat di roster hari Selasa terdapat salah satu mata pelajaran kelemahan Renjun—matematika wajib.
Renjun tidak langsung membalas perkataan Ilyin, dirinya hanya tersenyum. Tak lama tatapannya beralih menengok ke samping kirinya. Sementara Ilyin sendiri hanya menatap Renjun dan bingung dengan apa yang dilakukan Renjun di seberang sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Rose Petals | Huang Renjun
FanfictionSemua berawal dari satu tangkai bunga mawar. haeflows, april 2020.