BAB 2

15 2 0
                                        

Kringggg...kringggg...kringggg...

Bunyi bel yang menggema di satu gedung sekolah itu membuat Alvi panik.

"Sial," gumam Alvi pelan.

Baru saja ia meletakkan tas di bangkunya, bel sudah berbunyi. Padahal sebelum berangkat sekolah tadi, Alvi sudah membulatkan tekad untuk meminjam topi kepada teman yang lain. Bukannya ia tidak punya topi, tetapi topi sekolah yang biasa ia gantung di belakang pintu kamarnya tiba-tiba menghilang. Sudah dicari ke mana-mana tetap tidak ketemu, mungkin karena libur sekolah kali ini lebih panjang, ia sampai lupa tempat terakhir ia menaruh topinya. Oleh karena itu, ia memilih untuk berangkat lebih pagi dari biasanya untuk meminjam topi. Walaupun tahu belum tentu ada yang membawa topi untuknya, Alvi yakin ia pasti bisa mendapat topi itu.

Alvi pun menjalankan rencananya dengan berangkat lebih awal. Jika ia biasanya berangkat jam enam lewat sepuluh menit, kali ini ia berangkat jam enam kurang lima menit. Meski hanya berangkat lima belas menit lebih awal, tetap saja hal itu sangat berarti dengan waktu kedatangannya ke sekolah. Alvi akhirnya tiba di sekolah jam enam lewat sepuluh menit, butuh waktu sepuluh menit untuk tiba di sekolah.

Sayangnya keadaan berkata lain. Ketika masuk ke dalam kelasnya, ternyata sudah banyak anak-anak yang datang. Kalau Alvi datang lebih pagi dari biasanya, maka bisa jadi anak-anak yang lain juga melakukan hal yang sama. Hal ini membuat Alvi bingung akan duduk di mana karena semua bangku sudah penuh. Yang tersisa adalah bangku yang ada di sebelah Elnia. Akhirnya ia putuskan untuk duduk di sebelah Elnia saja.

Waktu terus berlalu, tetapi Elnia masih belum mendengar panggilan darinya. Elnia, teman dekatnya dari kelas 1 sekaligus teman sebangkunya tetap tidak menjawab panggilan Alvi. Bahkan dipanggil berkali-kali pun, Nia tetap belum menjawab.

Bagaimana bisa ia mencari pinjaman topi, kalau masalah tempat duduk saja sudah bikin pusing. Entah apa yang dipikirkan oleh gadis itu, yang jelas yang Alvi inginkan saat ini hanyalah segera mendapat izin dari Elnia dan segera mencari pinjaman topi. Bisa gawat jika di hari pertamanya sekolah di kelas 2 ini dia sudah dihukum di depan banyak orang. Sebenarnya Alvi bisa saja langsung menaruh tasnya di bangku itu tanpa bilang-bilang pada Elnia dan segera mencari pinjaman, tetapi ia tidak mau melakukannya.

Kini kembali ke tujuan awalnya, yaitu topi. Dengan secepat kilat Alvi pun segera mencari topi di setiap laci meja. Biasanya kakak kelas yang baru naik ke kelas 3 suka meninggalkan barang-barangnya di laci meja, termasuk topi.

Alvi pun memanfaatkan kesempatan itu untuk meminjam topi sebentar kemudian akan ia kembalikan. Akan tetapi, setelah memeriksa setiap laci meja di kelasnya, tidak satupun ia temukan. Ia baru ingat bahwa teman-temannya yang lain mungkin saja bernasib sama dengannya, bisa jadi topi-topi yang ada di laci meja-meja itu sudah diambil oleh orang yang menempati meja itu.

Harapan terakhirnya kali ini adalah mencari di lemari yang berada di pojok depan kelas. Ia hanya bisa berharap ada sebuah topi yang tersisa di lemari itu. Jika tidak ada juga, pupuslah harapan Alvi untuk tidak dihukum di depan banyak orang di hari pertamanya masuk sekolah.

Setelah mengobrak-abrik seisi lemari kelas itu, Alvi tetap tak menemukan benda yang ia cari-cari.

'Sudahlah cuman dihukum di depan ini, gak disuruh yang lain juga,' begitulah yang dipikirkan Alvi.

Melihat rombongan anak-anak lebih sepi dibanding tadi, Alvi pun memutuskan untuk ikut keluar kelas mengikuti mereka yang akan turun ke bawah. Baru saja ia membuka pintu kelas dan ingin menutupnya, tiba-tiba ada yang menepuk punggungnya.

"Nih.." kata Elnia sambil menepuk punggung Alvi. Alvi yang merasakan tepukan di punggungnya langsung menoleh ke belakang, menatap Elnia yang menyodorkan sebuah topi abu-abu yang dicari-cari di kelas tadi.

"Oh, jadi ternyata lo bawa dua topi, ya? Kenapa gak bilang daritadi sih?" Tanya Alvi sambil mengambil topi yang yang ditujukan untuknya.

"Salah sendiri gak nanya."

Setelah menyerahkan topi itu kepada Alvi, Elnia pun langsung bergegas menyusul teman-temannya yang menunggu di dekat tangga. Alvi yang ditinggalkan oleh Elnia pun akhirnya menyusul Elnia dan teman-temannya ke lapangan upacara.

Aku Harap Kau TahuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang