Kekokohan tenaga Jee tumbang di sofa rumahnya. Sambil menikmati musik Jazz dan Jee melepas dasi, Jee mendengar langkah menggema dari belakang dan Jee mengikuti suara itu dengan baik. Tetapi Jee sama sekali tidak ingin tahu siapa yang sedang berusaha mendekat, karena lelahnya saja masih menimang batin Jee tentang kegagalan menemukan Yoanna di Berlin.
"Jee, kau sudah kembali rupanya?"
Telinga Jee menemukan suara Aloysia saat mengunci tengkuk lalu Aloysia mengecup pipi Jee secara bergantian. Hal itu sangat menguji kesabaran Jee namun rasa muak sudah menjalar dan sulit menunda lagi. Jee melepas tangan Aloysia dari leher lalu menarik tubuh molek Aloysia ke depan hinggap di pangkuan Jee.
"Peringatan seperti apalagi agar kau mengerti Bruna?" dagu tegas Aloysia menjadi titik sentuhan Jee.
Aloysia mendekap lalu menancapkan bibir halusnya di area sisi wajah Jee, mengeksplor rahang yang baru saja terpangkas. Bukan hanya itu, Aloysia mulai melepas satu persatu buah baju Jee dan membelai lengan sampai dada dan pikiran Jee mulai ternodai. Pelan jemari lentik Aloysia terjerumus ke bagian perut dan arah yang dituju, Aloysia menangkap organ kuat dalam satu genggaman lalu Aloysia beringsut agar melepas kaitan celana Jee dengan mudah.
Bayangan tentang Yoanna memang tidak dapat tenggelam dalam sanubari, tetapi reaksi otak dan otot tubuh meregang ketika Jee mencerna tatapan binal Aloysia dalam jarak sepuluh centimeter. Gelenyar itu merangkum keinginan tetapi Jee menerjang pinggang Aloysia ke atas pahanya lagi, tangan kasar Jee menyeka helai rambut menutupi iris biru Aloysia. Senyum meremehkan terpatri di lekukan wajah Jee meski sebenarnya Jee menginginkan sentuhan yang lebih dari Aloysia.
"Kau cerdas dan seksi," pandangan Jee memanah manik mata Aloysia. "Jadi gunakan saja kecerdasan dan kesempurnaan mu untuk membimbing bujukan lain. Seperti... mencari pria lain misalnya."
Otak Aloysia tetap enggan membina ucapan Jee. Karena wajah tampan Jee sudah membuat rakus tentu Aloysia tidak akan melepas dengan mudah. Tangan Aloysia kembali memberi racun dan ekstasi di otak Jee, keduanya pun kini saling menautkan lidah dengan mengabsen deretan gigi. Menukar rasa dan gairah pada saliva.
"Tapi aku ingin menjadi wanita bodoh agar terus di samping mu Jee. Untuk hari ini dan besok mungkin kau akan menolak! Tetapi lusa tidak ada yang tahu, bisa saja kau akan sujud di kakiku." balas Aloysia tersenyum culas.
Jee malas menanggung komitmen jika di depan Aloysia. Ia bangkit agar tubuh Aloysia terlepas dan mata mengitari arah sekitar ruangan utama Penthouse lalu Jee melengos tanpa menanggapi wajah Aloysia.
"Seharusnya aku hanya kasihan kepadamu, tetapi pikiran dan hatiku sangat brengsek sehingga cinta ini tumbuh dan berkembang." cegah Aloysia merasa diremehkan oleh sikap Jee.
"Bisa beri tahu alasannya kenapa kau mesti kasihan kepadaku?"
Bukan jawaban lagi tetapi Jee merasa napas Aloysia menjamah leher dan sisi wajahnya. Tapi gemuruh itu lagi-lagi Jee tolak dan mendorong ringan tubuh Aloysia menjauh.
"Ada kegiatan lebih menarik yang harus dilakukan! Untuk besok pagi jangan terlambat barang sebentar saja!" tubuh menjulang Jee hanya meninggalkan aroma kejam di hati Aloysia.
Vas di atas meja Aloysia tangkap kemudian melemparnya ke arah Jee, namun emosi Aloysia merusak keseimbangan dan kaca hanya mengenai sisi perapian. "Besok aku datang tepat waktu karena kau akan bersujud di kaki ku!"
Tangan Jee melambai tanpa menoleh saat menaiki lift menuju kamar. Bagi Jee menolak sosok Aloysia merupakan hal tolol dan sulit untuk menghindari reaksi. Tapi nama yang terpajang di lentera lebih memburu kemauan Jee untuk bertemu dan mengulang satu malam yang gila di hawa dingin lereng Eiger.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐍𝐚𝐮𝐠𝐡𝐭𝐲 𝐃𝐞𝐜𝐞𝐦𝐛𝐞𝐫 [ROMAN 21+]
RomancePengalaman kedua menjadi fotografer majalah dewasa memang bukan perkara mudah. Apalagi bagi ibu satu anak seperti 𝐘𝐨𝐚𝐧𝐧𝐚 𝐌𝐚𝐫𝐜𝐞𝐥𝐥𝐚. Tak terkecuali dengan 𝐉𝐚𝐦𝐢𝐞 𝐎𝐥𝐢𝐯𝐞𝐫 𝐙𝐡𝐚𝐢𝐧, atau dengan nama panggung 𝐉𝐞𝐞. Pria berdara...