Di balik lembar kisah

38 2 0
                                    

Aku menatap laki-laki di depanku dengan perasaan gelisah, menunggu dia yang masih bungkam setelah menerima surat yang isinya coretan perasaan bodoh dalam segenggam harapan seakan menipis saat dia membuka perlahan surat itu.

Sedekat juni-juli dalam kisah november

Bagian tengah di barisan awal,

Tuang dalam beberapa alasan,

Tuan tak perlu kopi pahit dalam sambutan negosiasi juga kolom obrolan tanpa centang biru.

Cerita yang memuat baris kalimat, "patahnya duluan, sakitnya telah sampai tujuan."

Tapi Tuan tak pernah paham, secangkir kopi pahit perlu dituang dalam gelas yang tak berisi ... bukan, mengungkit kisah klasik sebelum pamit berbentuk implisit.

Hingga tulisan ini tiada akhir untuk lekas menjadi simfoni ... kuncinya hilang, tuan telah datang di pintu lain menuju kebahagian yang diutarakan.

Tertanda,
Diajeng AA

"Seperti ceker ayam," kalimat sarkas yang membuat pipiku merona malu karena meruntuki diri sendiri. Sial! kali ini aku bertekad akan les privat menulis, titik. Aku menunggu perubahan ekspresinya namun nihil tidak ada hal yang membuat sarang hatiku mendadak tergantikan dengan kebun bunga yang bermekaran.

Makhluk seperti apa dia ini, kerabat dekat patrick atau sahabat Aladdin, lebih aneh kalau dia mendadak cosplay menjadi Ninja Hattori. Ah, kenapa tidak ada tanda-tanda dia bersikap manis padaku. Aku berdecak sebal, meninggalkan dia yang membisu.

Dasar kembaran Scooby-Doo!

Saat aku mati-matian menghindari justru dia dengan seenak jidat memaksaku pulang bersama. Aku memincingkan kedua bola mata lalu berkata, " coba ajak aku pacaran, itu syarat mutlak sebelum mengajakku pulang bersama." Aku melipatkan kedua tanganku seakan menantangnya. Namun, sentuhan jemarinya berhasil membuatku tak bergeming.

" Diajeng Anjani Ayudisa__dia menangkup pipiku dengan jemarinya, hembusan angin menerpa wajahku yang terkena terik matahari. Sungguh, tidak dalam khayalan-khayalan menjengkelkan yang pernah terlintas dalam pikiranku. Dia, sosok yang ku dambakan kini berhasil dalam dekapanku.

"Heru Ardi Afraza, aku__lidahku keluh untuk mengucapkan pernyataan yang telah ku pendam beberapa bulan yang lalu, apakah ini menjadi waktu yang tepat untuk aku mengakhiri cinta sendirianku ini? Entahlah, enggan rasanya aku melanjutkan pernyataan ini.

"Diajeng ... aku disini, katakan." Astaga, bisa mati berdiri sebelum menikah dengannya. Aku semakin mengeratkan pelukanku, tanpa sadar aku ternyata mencengkram kaos yang membungkus tubuhnya dan semakin terbuai dalam dekap hangatnya yang kini seakan menjadi canduku.

Plak

Sial, aku kembali menciptakan dunia sendiri saat menjadi bagian keramaian yang mencengkramkan ini. Sebuah tamparan mendarat dipipi kanan, aku mengembuskan napas kasar tanpa sepatah kata pun aku segera meninggalkan tempat menjadi hunian manusia egois yang pernah aku kenal di dunia ini.

Aku melambaikan tangan kearah mereka dengan senyum cerah, sebuah jurus andalan untuk melarikan diri. Biar saja, ku anggap tadi sebuah hadiah penyambutan untuk seorang Diajeng Anjani Ayudisa.

Sepanjang jalan, aku hanya melamun memikirkan hari-hariku yang hampir semua menjadi kenangan tiada berarti. Aku mendongak ke atas langit yang sangat cerah minggu ini. Sekali lagi, aku memastikan bahwa aku akan tetap baik-baik saja untuk hari ini dan seterusnya.

Sebuah tangan menghentikan langkahku, tanpa aba-aba dia menarik pinggangku__tatapan matanya mengunci manik mataku, bisikan darinya membuatku berkaca-kaca. Ternyata, aku tidak sendiri, orang asing ini mengerti diriku. Dia mengangkat tubuhku setengah melayang, berputar-putar menikmati semilir angin yang sejuk namun menusuk kulit. Aku tertawa tanpa beban, aku tersenyum bahagia tanpa lupa mengucapkan terimakasih kepadanya.

Swastamita kembali membawaku pada titik pengharapan akan jalan hidup yang berbeda, lebih berwarna walaupun aku tahu semburat jingga ini tak akan pernah sama dikemudian hari namun jika tetap dengan orang yang sama aku menikmati ini, aku yakin, hal-hal menyenangkan akan selalu tercipta begitu mudah dan menakjubkan.

" Aku memintamu menetap bukan berpindah tempat." Aku meliriknya dengan ekor mataku, terlihat jelas guratan kesedihan itu namun aku tidak bisa mengucapkan kalimat penenang yang nantinya berubah menjadi boomerang untukku. Aku meraih jemari-jemarinya, menyatukannya, sebuah genggaman yang tak akan lepas untuk sejenak saja sebelum sinar cerah dari ufuk timur membuatku harus menjadi manusia egois di pagi harinya.

" Aku__dia menggelang pelan, merentangkan tangan, aku tersenyum, tempat pulang itu tak perlu batas waktu yang menyiksa justru perlu seseorang yang menjadikannya tempat nyaman walaupun dengan tenggang waktu yang singkat.

" Terimakasih, aku akan kembali."

Aku terduduk lemas, menangis deras bersama dengan rinai hujan yang membasahi bumi. Suara-suara dimasa lalu selalu membuatku tak berdaya, memutar kilas balik yang mengundang lara bahkan rasa sakit yang tak bisa diutarakan dengan apapun. Aku tahu, setiap orang mempunyai hal-hal privasi namun untuk kali ini, ku biarkan kamu mengenalku.

Diajeng Anjani Ayudisa, bersama sepasang kaki yang selalu berhasil menopang tubuh lemahku, ditemani selembar foto di masa lalu dan secangkir teh hangat. Aku mencoba bercerita tanpa dia disampingku ataupun orang lain yang telah mengembalikan senyum dalam diriku.

Bagian akhir kata dimulai, setakut pelipis matamu yang membengkak dalam langit senja, sekuat tangismu yang memeluk lekuk sendiri yang berujung intropeksi diri, setahan jumpa tanpa pesan langit malam minggu yang mendadak ragu, sebaris ucapan setia berbalik bual rayu yang membujuk kaku. Kita ... semoga lekas membaik walaupun bidikanmu tak lagi diriku yang kamu titipkan dalam perpisahan berpita janji ... berkado pergi. Dan dibalik lembar kisah, aku jelaskan perihal perjalanan pencarian disaat yang mencarimu tak tahu tujuan atau pencarian yang salah bidikan. Akhirnya, aku tulis sebuah pernyataan beserta pertanyaan tentang, meski memelukmu aku tetap bertanya, sudahkah aku mengenalmu?

___

Hai! Aku kembali datang dengan cerita baru, semoga kalian suka :))

Minta maaf juga buat kalian yang nunggu up ceritaku yg lain, ku lagi moodnya dicerita baru ini, jadi buat selanjutnya ku akan coba nulis lagi, melanjutkan cerita yang lainnya juga.

Kalau ada yang tanya, kok buat cerita baru lagi, padahal cerita yang lama belum selesai.

Ku mau senyum dulu, jadi gini ...
Tiba-tiba ide cerita ini terlintas di isi kepalaku, ku coba tuang ide itu dalam tulisan dan bummmmmm ...
jadilah cerita ini heheh.

Ku juga mau terimakasih buat kalian yang baca cerita ini, nanti nih, ku usahakan secepatnya, do'akan juga biar cepat mood lanjut nulis cerita lain, dan ada ide gitu buat lanjut cerita lainnya.

Sampai jupa lagi ...

Salam manis,
siska wulandari

Subang, 12 Mei 2020

Sepasang AsrarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang