Hari minggu yang membosankan, Mafta yang tengah berada di dalam kamarnya masih belum berniat beranjak dari kasur apalagi keluar kamar, ia sempat mengajak Nayla untuk berjalan-jalan keluar namun pasalnya Nayla sedang ada acara bersama keluarganya. Senang ya memiliki keluarga yang utuh, bisa bercanda ria. mungkin jika orang tua nya akur dan tidak sibuk dengan urusan mereka masing-masing Mafta bisa merasakan hangatnya kekeluargaan. Bukan seperti sekarang ini, rumah besar yang di tempatnya seperti rumah kosong tanpa penghuni.
Mafta teringat kedai kopi yang pernah ia kunjungi, rasanya ia ingin kembali kesana sekedar mencicipi pahit kopi yang mungkin bisa sedikit menggambarkan kehidupannya saat ini.
Mafta bergegas beranjak dari tempat tidurnya dan bersiap -siap untuk sekedar menikmati ramainya kota , melepaskan kerindunya dengan segelas kopi kesukaannya
Mafta memutuskan tidak menggunakan motor, malas saja katanya, ia ingin lebih menikmati hiruk pikuk kota jakarta , memandangi jalanan yang dipenuhi oleh kendaraan yang berlalu-lalang walaupun ia kurang suka keramaian, tapi mau bagaimana lagi, karna kota identik dengan ramai.
***
Setelah beberapa waktu ia berada di dalam kendaraan umum yang membuatnya mengantuk itu, akhirnya Mafta sampai di tempat tujuan.
Mafta memasuki kedai kopi dan memesan segelas cappucino kepada seorang barista. Ia sedikit lega karna tak melihat keberadaan Alan ada disana, setidaknya ia bisa berlama-lama di kedai tersebut tanpa ada seorangpun yang mengganggunya.
"Ini nona cappucino kesukaannya" ucap seorang barista sembari menyuguhkan kopi pesanan Mafta.
"Terimaka..sih"
Pupus sudah harapan Mafta, dugaannya ternyata salah, toh Alan masih berada di kedai kopi tersebut. Namun ia tak ingin terlihat kaget apalagi panik. Ia kembali menetralkan mimik wajahnya menjadi Sedatar mungkin"Saya boleh duduk di sini ta?"
Tanya Alan lembut"Duduk aja, ga ada hak juga gue larang-larang" jawab Mafta terpaksa
"Baiklah nona, terimakasih. Saya harap kamu tidak terpaksa"
Emang udah terpaksa
Mafta berucap dalam hati
Namun anehnya, sekarang Mafta tidak merasa terganggu dengan keberadaan Alan seperti sebelum- sebelumnya.
Cukup lama mereka duduk, namun tak kunjung terdengar pembicaraan di antara mereka. Hanya ada Alan yang terus menatap Mafta tanpa menoleh, dan Mafta yang merasa tidak nyaman dengan tatapan Alan.
"Kakak ngapain natap gue segitunya" Tukas mafta yang sudah resah dengan tatapan alan
"Emng kenapa ta? Ga boleh? ''
"Engga"
"yah.. Bolehlah ta" pinta Alan dengan wajah memelasnya. Bak anak kecil yang ingin dibelikan ice cream.
Entah kenapa, itu membuat Mafta menahan senyuman.
"Kalo mau senyum, senyum aja ta, ga usah di tahan "
Kali ini Mafta tak bisa lagi menahan senyumannya
"Terimakasih ta"
"Terimakasih apa?"
"Terimakasih Karna itu adalah senyuman terindah yang pernah saya lihat"
Mafta memalingkan wajahnya, ia tak ingin Alan menyadari bahwa wajahnya sudah sangat merah saat ini.
kenapa ini, Kenapa rasa kesal itu menghilang tiba-tiba. Apa secepat itu semesta mencairkan hatiku, Mafta membatin.
"O iya kak, perihal yang kemaren terimakasih ya"
"Perihal apa ta?"
"Udah nolongin gue masuk kelas"
"Yaudah, karna aku udah nolongin kamu, kamu mau ga tolongin saya juga sekarang? "
"Tolongin apa ?"
"Tolong temani saya jalan-jalan ta"
"Tapi -"
"Ayolah ta.., kan aku udah nolongin kamu"
"Yasudah"
sebenarnya Mafta tak ingin meng-iya kan permintaan Alan, namun ia hanya tak ingin pula berhutang budi dengan siapapun. Toh hanya sekedar menemani jalan-jalan tidak salah bukan?❤❤❤
Terimakasih udah meluangkan waktunya buat membaca kisah ini. Bantu saya dengan cara vote dan comment ya. Agar lebih semangat buat melanjutkan ceritanya.
Love you my readers❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadir
Teen FictionEntahlah Al, rencana Tuhan memang selalu penuh dengan kejutan. Kita tak bisa merubah rencana-Nya. Kita hanya bisa menjalani semuanya sesuai naskah yang telah dituliskan. Mengambil pelajaran dari setiap episode yang kita perankan. Entah itu suka atau...