Alfiyah memakirkan mobilnya di halaman toko kue Bu Diah. Ternyata suasananya sudah ramai, banyak customer yang lalu-lalang, beberapa tukang grab food sedang mengantre untuk memesan.
Ia melangkahkan kaki memasuki toko dan segera mengantre. Dua bola manik matanya tampak memandangi banner-banner yang bertuliskan Malik Bakery disertai foto-foto kue menawan di setiap sisi dinding toko.
"Pantas saja kuenya enak dan banyak penggemar, lha wong nama tokonya saja Malik Bakery" batin Fiya dalam hati, ia mengira artian Malik ini adalah raja kue. Malik dalam bahasa Arab berartikan raja. Raja selalu mempunyai banyak penggemar setia bukan?
Tidak dapat dipungkiri, rasa kue buatan Bu Diah memang sangat lezat, tak heran jika para pelanggan rela mengantre berpuluh-puluh menit bahkan berjam-jam hanya untuk membeli atau memesan kue buatan Bu Diah.Tak lain dengan Alfiyah, tanpa sadar ia telah mengantre selama 20 menit. Hawa dingin dari AC membuat pelanggan betah berlama-lama tanpa rasa gerah.
Ketika antrean mulai lengang, Fiya memesan kue kepada Bu Diah."Assalamualaikum Bu, Bu saya mau pesan kue buat acara besok, apakah masih bisa?" tanya Fiya kepada owner Malik Bakery itu.
"Wa'alaikumussalam, mau pesan berapa emang, Nduk?" jawab Bu Diah.
"100 box, Bu" sahut Fiya.
"Alhamdulillah, insyaallah bisa, Nduk. Beruntung kamu ini, list buat besok tinggal 120 box saja, soalnya Ibu takut kuwalahan kalau ngelist banyak" lontar Bu Diah.
"Hehe iya, Bu. Terimakasih banyak ya Bu! " ucap Fiya.
"Iya, Nduk. Ini atas nama siapa Nduk? Alamat dan nomor teleponnya? " tanya Bu Diah, tangannya sibuk menggoreskan pena.
"Alfiyah Ahisma Rahmaniy, Bu. Rumah saya di Jl. Diponegoro No 56 sebelah kiri panti asuhan Ar-Rohim, nomor saya 0823*******" jawab Fiya lembut.
"Besok Ibu kirim ke rumah kamu ya, Nduk!" ujar Bu Diah.
"Iya Bu, total semua berapa Bu?" tanya Fiya.
"Dua juta, Nduk. Boleh dibayar besok kok, Nduk" jawab Bu Diah.
"Hehe iya Bu,saya bayar sekarang saja. Amanat dari Ummik saya tadi"
Fiya hendak meraih dompet dalam tasnya. Namun, tiba-tiba Bu Diah jatuh pingsan. Semua pelanggan panik. Alfiyah segera menolong Bu Diah, ia memangku kepala Bu Diah dan membaringkannya. Segera ia meraih minyak kayu putih dalam backpack-nya dan dioleskannya ke telapak tangan Bu Diah serta menghirupkan aroma minyak kayu putih yang menyengat ke lubang hidung beliau.
Tak lama kemudian, Bu Diah sadar. Wajahnya pucat pasih, nampak lemas dan kelelahan. Mungkin beliau kuwalahan atas pesanan kue yang membludak. Bu Diah hanya dibantu empat pegawai yang sangat cekatan dalam bekerja. Namun, jumlah orderan yang meluber, melebihi kapasitas cekatan pegawai Bu Diah.
Setelah sadar, Alfiyah meminta tolong untuk pegawai Bu Diah mengambilkan air minum.
"Mbak, tolong ambilkan air minum buat beliau" pinta Fiya kepada pegawai Bu Diah.
"Iya,Mbak" jawab gesit pegawai itu.
Bu Diah memandang haru Alfiyah. Ia tak mengenalnya, wajahnya tertutup sehelai kain kecil berwarna hitam, kerudungnya lebar bermotif bunga-bunga. Ia kagum dengan sikap wanita bercadar ini, begitu besar rasa kemanusiaannya.
"Ini Mbak, air nya" ucap pegawai tadi sembari menyodorkan gelas berisi air minum untuk Bu Diah.
"Iya makasih, Mbak" Fiya meraih gelas yang disodorkan.
"Silahkan diminum dulu Bu, pelan-pelan" ucap Fiya halus.
"Bismillah" desir Bu Diah, ia mulai meneguk air minum.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFIYAH
General Fiction[Hijrah Cinta] "Ya Rabb, Engkaulah cinta sesungguhnya. Cinta-Mu kepada makhluk-Mu tiada batas, hinanya diri ini yang pernah mencintai ciptaan-Mu melebihi rasa cinta kepada Pemilik Cinta. Ya Rabb, genggamlah hatiku ini." Alfiyah, seorang wanita akhi...