Pihak rumah sakit membersihkan jasad Utsman. Abah, Arini, Irham dan Bu Mar keluar dari ruang ICU. Teman-teman Utsman cemas seolah bertanya ada apa? Mengapa semua menangis?
"Ada apa Bang? Gimana Bang Utsman? " tanya Haidar terbata-bata kepada Irham, matanya berkaca-kaca.
"Utsman sudah meninggalkan kita Bang," jawab Irham sembari memeluk Haidar,tangisnya masih tersedu-sedu.
Haidar tak kuasa menahan tangis.
"Innalillahi Wainna Ilayhi Roji'uun😭 Ustadz Utsman "Teman-teman lainnya yang mendengar perkataan Irham seakan tak percaya bahwa Sang Founder, Sang Leader, Sang Ustadz, sosok ramah dan penyayang itu telah meninggalkan mereka dan komunitasnya untuk selamanya.
"Innalillahi wainna ilayhi roji'uun, Allaaah😭" ucap teman-teman almarhum Utsman
****
Jenazah Utsman akan dipulangkan di Surabaya , Abah dan Arini berusaha tegar dan ikhlas,meski air mata masih saja mengalir.
Abah menemani almarhum Utsman di ambulance jenazah, menuju rumah duka di Surabaya.
Arini ikut mobil Bang Irham dan Bu Marhamah.
Abah memandangi wajah almarhum anaknya yang kini sudah tak bernyawa lagi.
Di atas mobil jenazah, air mata Abah berlinang dan tersenyum tipis, berusaha ikhlas. Karena, Utsman adalah milik Allah, dan dirinya pun akan menyusul Utsman entah kapan itu."Anakku Utsman, anakku yang aku sayangi, anakku yang dulu aku gendong, yang dulu aku ajarkan berjalan, menulis, dan berbicara, kini kau sudah dewasa, kau telah berhasil menjadi anak yang sholeh, tanggung jawab Abah sudah selesai, canda tawamu mungkin tak bisa Abah lihat kembali, keteduhan wajahmu akan sangat Abah rindukan, kini kamu sudah meninggalkan Abah, meninggalkan adikmu, dan meninggalkan cintamu,inilah takdir Allah Utsman, seperti yang biasa Abah katakan padamu dahulu. Selamat jalan Nak, semoga Allah mengampuni dosamu,membukakan pintu syurga untukmu. Semoga wafatmu ini termasuk dalam Jihad Fisabilillah, niatmu yang hendak berdakwah menjadi ajal bagimu, semoga kelak kita akan bersama kembali bersama Ummi di syurga nanti."
gumam Abah dalam hati sambil memandang wajah almarhum Utsman yang berubah menjadi teduh seperti biasanya dan bercahaya.Pandangan Arini kosong, tak seperti biasanya yang selalu ceria dan mulutnya selalu basah dengan dzikir.
"Rin, kita ini milik Allah, gak ada yang kekal di semesta ini kecuali Allah, semua terjadi atas izin Allah, Utsman meninggalkan kita juga atas izin Allah, kita harus ikhlas karena Utsman milik Allah, insyaallah Utsman khusnul khotimah, janganlah kamu bersedih hati, doakan saja abangmu."
Bu Marhamah mencoba membuat Arini ikhlas dan tegar.
"Astagfirullahaladzim," ucap Arini, ia mulai menyeka air matanya.
"Maaf Budhe, maafin Arini. Jujur saja, Arini belum siap harus kehilangan Bang Utsman, tapi apa yang dikatakan Budhe benar, aku harus ikhlas, semua sudah kehendak Allah."
Bu Mar tersenyum mengelus kepala Arini.
'Ustadzah Alfiyah'
Tiba-tiba Arini mengingat Alfiyah, Arini tak bisa membayangkan bagaimana perasaan Alfiyah ketika mendengar bahwa Utsman, calon suaminya sudah meninggal.
"Budhe, apa yang harus Arini katakan pada Ustadzah Alfiyah, calon istri Bang Utsman?" tanya Arini pada Bu Mar penuh kesedihan.
Bu Mar menghela napas.
"Ini harus kau katakan, Rin. Tidak boleh dirahasiakan, beritahulah pada Alfiyah secara baik dan tenang bahwa Utsman sudah kembali ke haribaan Allah." jawab Bu Mar.
Arini menundukkan kepala dan memejamkan mata,seolah kesedihan mendalam itu ingin Arini kuakkan. Namun, ia selalu ingat bahwa Allah adalah perencana terbaik.
Arini menarik ponsel di tas nya. Ia membuka aplikasi whattsapp, terlihat Alfiyah sudah beberapa kali menghubunginya. Namun, tak di angkat oleh Arini, karena tak ada waktu untuk membuka ponsel saat itu.
****
Alfiyah tersenyum membayangkan betapa bahagianya ia jika sudah menjadi istri Utsman, mengabdi pada suami tercinta hingga bermain dan bercanda dengan anak-anaknya kelak, di atas sofa biru ia menikmati ekspektasinya itu.
"Ya Allah lancarkanlah semuanya," gumam Alfiyah dengan senyum melebar.
Ponsel Alfiyah berdering, terlihat nama kontak Ustadzah Arini memanggilnya via telepon whattsapp.
"Assalamualaikum Ustadzah" angkat Fiya.
"Wa'alaikumussalam Ustadzah Alfiyah," jawab Arini dengan nada sangat lemas.
"Ustadzah Arini kenapa? Mengapa begitu lemas sekali? Tak seperti biasanya? Ada masalah apa? coba ceritakan sama saya. Insyaallah, kalau saya mampu, bisa kasih solusi" jawab Fiya cemas.
Telepon hening beberapa detik. Arini rasanya tak sanggup menceritakan ini pada Alfiyah. Namun, Alfiyah harus tau.
"Halo Ustadzah Arini? Kok diam? Ada apa, Dzah? " ucap Fiya semakin khawatir.
"Ustadzah Alfiyah..... Bang.... Bang... Bang Utsmann" jawab Arini tersendat-sendat, ia tak mampu melanjutkan perkataannya.
"Ada apa dengan Ustadz Utsman, Ustadzah? " ujar Fiya gemataran.
"Bang Utsman kecelakaan dan meninggal dunia, Ustadzah. 😭😭 Sekarang perjalanan pulang akan langsung dimakamkan di pemakaman keluarga Bani Zubair😭" ucap Arini sambil tersedu-sedu. Lidahnya kelu ketika berbicara, tak sanggup rasanya.
Fiya, kaget bukan kepalang, refleks berdiri dan menangis, air mata nya mengalir. Ia masih tidak percaya"Ustadzah Arini, bercanda kan? Ustadzah jangan bercanda seperti itu, tidak baik ,Dzah😭" jawab Fiya, dadanya mulai sesak.
"Tidak Ustadzah, saya tidak bercanda. Mana mungkin saya bercanda konyol tentang abang saya"
Badan Alfiyah lemas, badannya tersungkur di atas sofa. Tangisannya meledak, air mata nya deras tak tertahankan.
"Innalillahi wainna ilaihi rojiuun"
"Ya Allaah😭😭 inikah takdirMu..... Ya Allaah Allaaah Allaaah. "Telepon tiba-tiba terputus.
Tangisan Alfiyah terdengar sampai telinga Ummik yang sedang membaca kitab.
Ummik tergopoh-gopoh mendatangi anaknya.
"Ada apa,Nduk? Kenapa kamu menangis seperti ini? "
Alfiyah memeluk umminya erat, ia masih terisak-isak.
"Ummiiiik.. Ummiiik... Ummiik... 😭😭"
Ummik bertambah kepanikannya.
"Ada apa, Nduk? Kamu jangan buat Ummik khawatir. Ada apa?" tanya Ummik semakin khawatir dan gemetar.
"Ustadz Utsman wafat Mik😭"
"Ya Allah, innalillahi wainnailayhi rojiun, Ya Allah yang sabar, Nak, yang sabar, ini taqdir Allah kamu harus kuat, ikhlas dan tabah." Tangis Ummik pecah ketika menasihati putrinya
"Ummiiiiik... . Kita akan menikah satu minggu lagi, Ummiiiiikk... " Alfiyah semakin lemas, seperti kurang kesadaran penuh. Tangisnya masih meronta. Pelukannya masih erat.
"Sabar, Nak. Sabaar, Ummik juga sedih. Sedih sekali.. Sabaar... Kuatkan hatimu.. Wallahu ya'lamu wa antum la ta'lamuun. Allah Maha Mengetahui, kita sama sekali tidak tahu. Terkadang sesuatu yang tidak kita inginkan adalah yang terbaik untuk kita."
Alfiyah masih dalam tangisnya.
"Sekarang kita harus pergi ke peristirahatan terakhir almarhum Nak Utsman. Kamu harus memberi penghormatan terakhir. Insyaallah ini adalah yang terbaik untuk kamu, yang sabar, Nduk." ucap Ummik, sembari mengelus kepala putrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFIYAH
Fiksi Umum[Hijrah Cinta] "Ya Rabb, Engkaulah cinta sesungguhnya. Cinta-Mu kepada makhluk-Mu tiada batas, hinanya diri ini yang pernah mencintai ciptaan-Mu melebihi rasa cinta kepada Pemilik Cinta. Ya Rabb, genggamlah hatiku ini." Alfiyah, seorang wanita akhi...