Berbagi Itu Indah

311 26 3
                                    

Acara santunan tengah berlangsung, Ummik menceritakan kisah Nabi Muhammad kepada anak-anak yatim. Anak-anak yatim mendengarkan Ummik dengan seksama, bahasa Ummik yang mudah dipahami membuat mereka mampu menyerap isi dari cerita Ummik.

"Baginda Nabi Muhammad SAW lahir dalam keadaan yatim, dimana ayahanda beliau Sayyid Abdullah wafat ketika Sayyidah Aminah sedang mengandung janin Nabi Muhammad yang baru berusia dua bulan. Enam tahun kemudian, Sayyidah Aminah wafat. Dalam usia enam tahun, Nabi Muhammad sudah dalam keadaan yatim piatu, lalu beliau diasuh oleh kakeknya Abdul Muthalib, yang selang dua tahun wafat, meninggalkan Nabi Muhammad. Abi Thalib, paman Nabi, mengambil hak asuh Nabi Muhammad. Nabi tumbuh menjadi anak yang cerdas, pemberani, jujur, lemah lembut dan berakhlakul karimah. Jadi anak-anakku sekalian jadikanlah Nabi Muhammad sebagai suri tauladan kita, kita harus meniru akhlak Nabi, kejujuran Nabi. Semoga kita semua mendapatkan syafa'at dari Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wassalam, aamiin aamiin ya robbal alamin."

"Aamiin," sahut semua yang berada di ruang tamu Ummik.

Alfiyah menambahkan cerita.

"Beberapa ulama hebat juga ada yang sudah menjadi yatim ketika masih kecil, diantaranya adalah Imam Syafi'i, Imam Bukhari, Imam Hanbali, Imam Ibnu Katsir. Semuanya ahli Al Qur'an dan Hadist. Semua itu tidak lepas dari kesungguh-sungguhan para ulama dalam menuntut ilmu, maka adik-adik semua, jangan pernah berputus asa, bercita-citalah, raih cita-citamu itu dengan belajar yang tekun dan selalu berdoa kepada Allah Azza Wajalla, semoga Allah menjadikan kita semua Ahlul Qur'an Wa Sunnah Wa Ahlul Jannah, aamiin"

Ustadzah Arini dan pemilik Panti Asuhan Ar-Rohim juga menambahkan sambutan-sambutan.
Dua jam berlangsung. Ummik mengakhiri acara dengan doa bersama, Ummik memimpin doa dengan khusyuk dan tawadhuk. Selepas doa, Ummik membagi-bagikan bingkisan makanan dan seamplop uang untuk membahagiakan hati anak-anak yatim.

"Barakallah, ya, Nak" ucap Ummik halus sembari mengelus kepala anak-anak yatim.

"Terimakasih, Ummik." jawab mereka sumringah, seraya menerima bingkisan.

****

"Mbak Fiya, masih ada tiga bingkisan lagi," ucap Aisyah.
"Anak-anak sudah pada pulang," imbuhnya.

Alfiyah mengamati tiga bingkisan di atas meja itu, ia terlihat mengingat-ingat sesuatu.

"Oh iya, Syah. Tiga bingkisan itu biar Mbak berikan untuk Bu Dewi," ucap Alfiyah semangat.

"Siapa Bu Dewi itu, Mbak?" tanya Aisyah.
"Beliau seorang janda, mempunyai dua anak yang masih kecil, dan sekarang sedang hamil besar. Mbak akan segera kesana," jawab Alfiyah seraya bergegas menuju kamar, berniat ingin mengambil kunci mobil dan berpamitan dengan Ummik.

"Eh Mbak, beberapa menit lagi udah azan ashar, mending Mbak nunggu azan dulu, terus sholat dulu, nanti Mbak baru kesana. Biar nggak pikiran, dan bisa ngobrol lama sama ibu itu," titah Aisyah.

Alfiyah menghentikan langkah.
"It's a good advice" ucapnya sembari tersenyum kecil menampakkan deretan giginya.

*******

"Happy anniversary, Pa." ucap Bu Diah seraya memeluk foto mendiang suaminya. Foto almarhum Brigjen Haris Prawira yang terpampang jelas di bingkai foto persegi itu terlihat sangat gagah dengan seragam kepolisian beserta segala atributnya.

"Mama rindu sama Papa, semoga kelak kita bertemu lagi, Pa." kata Bu Diah, matanya memandang lekat pesona foto suaminya.

"Semoga Papa bahagia selalu di sana, Mama akan selalu sayang sama Papa, dan anak kita Malik, kini dia sudah tumbuh menjadi prawira yang gagah sepertimu, Pa." lirih Bu Diah.

ALFIYAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang