Seperti inilah kala kedua insan mereda.
Rintahnya berlaga selayaknya tak bernoda.
Membiarkanya hanyut mendiangi derita.
Bergegas melipur setiap duka yang tertera.
Selayaknya itu semua hanya sekedar pura,
Hanya untuk berlindung dari setiap luka.
Luka luka yang meresap di ujung sukma.Kisah kisah asmara yang terlihat kuasa.
Yang mengukir sejarah tentang siapa kita. Tentang kenang yang serupa nyata.
Ataupun harapan yang mendiangi kita.Sejatinya kita baik baik saja.
Sebelum ada campur tangan derita.
Menuntun kita tuk berjarak.
Agar dapat melunak.Harapan-harapan itu akhirnya luput dari genggam.
Angan-Angan itu akhirnya lenyap kian malam.
Doa-doa yang penuh aamin pun tak terbalas kan.
Hanya cerita cerita yang bercorak kenang yang bisa mengisahkan.
Kisah-kisah yang sekira abadi yang nyatanya rentan bak tembikar terbakar.
Rentenan cerita yang melilit bagaikan akar. Begitu saja semua , dan hanyut dalam belikar.Seraya percaya bahwa kita hanya sedang singgah.
Kita yang bukan sepenuhnya bangunan serupa rumah.
Kita yang tak pernah bertujuan tuk pulang searah.
Karena kita memang bukan rumah.
Kita hanyalah penyintas yang singgah tuk berbagi kisah.
Melukis dongeng-dongeng fana yang bertabiat bahagia.
Padahal itu adalah sihir-sihir dari kehancuran nan amat derita.Akhirnya melanjutkan ceritanya kembali.
Dengan naskah yang di karang sendiri.
Bukan tentang perihal bersama lagi.
Bukan juga tentang kita kembali.
Tapi tentang singgah,
Dan tak kembali.****
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMPAIKAN PADA SENJA
PoesiaSegelintir ugkapan berupa puisi dan sajak dari kisah hidup maupun perasaan penulis. Penulis ingin pembaca menafsirkan makna tulisan ini dengan cara pandang berbeda. Karena setiap kata saja bisa membuat perbedaan pendapat.